Beberapa kesalahpahaman yang sudah terlanjur beredar di masyarakat tentang Dokter & Penelitan
Saat ini sedang ramai-ramainya diskusi tentang kepantasan seorang peneliti (bukan dokter) melakukan penyuntikan Terapi Sel ke pasien-pasiennya.Â
Ada yang beranggapan, ya namanya penelitian, jangan dihambat dong.Â
Ada juga yang berpendapat, -apalagi- nggak mungkin lah seorang dokter melakukan penelitian, sudah terlalu sibuk dengan pasien-pasiennya.Â
Ijinkanlah Dokter meluruskannya.Â
Pernahkah seorang dokter melakukan penelitian?Â
Penelitian sudah dilakukan oleh seorang -bahkan masih calon- dokter yaitu saat menjalani Kepaniteraan Klinik atau Co Ass. Ada lebih dari 12 bidang yang harus dilalui setiap calon dokter. Untuk lulus setiap bagian (misalnya: Penyakit Dalam, Bedah, Kebidanan, Anak, Mata, dll.), setiap Co Ass harus membuat penelitian.Â
Tidak hanya itu saja, saat pendidikan untuk memperoleh gelar spesialis pun perlu ada penelitian juga. Jadi bisa dikatakan seorang dokter sudah familiar dengan teliti meneliti. Menjadi tidak heboh karena subjek penelitian umumnya adalah suatu hal yang sudah umum. Ilmunya sudah mantap/establish.
Berbeda dengan bidang baru seperti Terapi Sel (termasuk Stemcell).Â
Penelitian tentang Terapi Sel banyak juga dilakukan para peneliti (dokter & non dokter) Indonesia, tetapi karena ini ilmu baru, bisa timbul penemuan-penemuan yang bisa viral/heboh.
Lalu jika timbul kesan, kenapa sih kalau ada penelitian, kelihatannya dihambat? Peraturan tidak mendukung? Ribet gitu lho. Kapan majunya nih.Â