Jumat malam, 24 September, dentuman musik menghentak ballroom hotel bintang 5 di bilangan Kuningan Jakarta. Penari Batavia Dancer meliuk-liuk berputar mengajak para hadirin yang sedang kongkow-kongkow untuk segera memasuki ruangan yang telah didekor bak acara penganugerahan award bagi bintang film / selebritis. Setelah peserta (yang sebagian besar berasal dari: akademisi, instansi pemerintah/swasta dan para peneliti) memasuki ball room, pintu pun ditutup. Becky Tumewu, MC malam itu, berdandan anggun dengan sanggul ke atas. Yup, itulah sekilas laporan pandangan mata dari suatu pagelaran yang disebut Ristek-Kalbe Science Awards (RKSA). Setiap dua tahun sekali, Kalbe bekerjasama dengan Ristek mengadakan acara berupa perlombaan bagi para periset warga negara Indonesia. Tujuannya, tidak lain dan tidak bukan adalah memberikan apresiasi bagi para pahlawan bangsa yang sampai saat ini relatif belum mendapat perhatian besar pelbagai pihak. Untuk saat ini, adakah orang Indonesia yang memiliki cita-cita menjadi periset?? Acara yang bisa membuat para penonton (termasuk kuli tinta/keyboard) kecele ini, memang di-design sedemikian rupa mirip dengan acara-acara penghargaan para selebritis. "Kira'in acaranya serius", celetuk salah satu journalis. Suasana yang menghadirkan penyanyi seperti Andien dan Abimanyu beserta iringan musik Dian HP itu, tambah menarik malam ini, karena narasumber Prof Michael Raghunath dari Singapura membawakan presentasi dengan mic yang menempel di pipi layaknya Steve Jobs saat meluncurkan Ipad baru-baru ini. Apa sebenarnya yang mendasari Kalbe (bersama RISTEK) bela-belain mengadakan acara ini? Cerita di bawah ini, hanya sedikit saja menambahkan, sekiranya ada informasi yang belum masuk dalam situs resmi RKSA, http://www.kalbe.co.id/scienceawards/. Mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca dan tidak lupa sangat dinantikan komentar maupun koreksinya. Awal ceritanya (seperti yang sering diungkapkan penggagas acara RKSA, dr Boenjamin Setiawan dari Kalbe) bisa dimulai dari dari grafik yang dipungut dari http://www.battelle.org/. Grafik yang memperlihatkan berapa besar persentase biaya R&D suatu negera dibandingkan GDP (Gross Domestic Product) / Produk Domestik Bruto. Jika kita melihat grafik cantik tersebut, nyata bahwa negara-negara maju seperti Israel (4,40%), Swedia (3,51%), Finland (3,36%), Korea Selatan (3,13%), dll., mengeluarkan budget riset dibandingkan GDP di atas 3 persen. Negsra-negara maju di Asia pun tidak kalah. Bisa kita lihat: Jepang (3,41% = 142,026M US$), China (1,50% = 141,435M US$), Korea Selatan (3,13% = 42,850M US$) India (0,90% = 33,273M US$), Taiwan (2,57% = 18,196 M US$) dan Singapore (2,51% = 5,999M US$). Prosentase ini tidak tergantung dengan kekayaan suatu negera seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini:
- Akademisi, selain melakukan riset-riset dasar, jangan lupa juga melakukan riset-riset yang bisa dimanfaatkan langsung oleh masyarakat.
- Bisnis, selain melakukan riset-riset internal, mau juga bekerjasama dengan periset-periset bangsa sendiri.
- Dan dalam bidang pemerintahan, selain membiayai riset-riset dasar, perlu juga mengeluarkan (dan merealisasi) peraturan-peraturan yang bisa menjadi katalisator bagi iklim perisetan di Indonesia.
- Untuk komunitas ataupun masyarakat, diharapkan mau mendukung ini dengan mencoba beralih belanja ke barang-barang karya anak bangsa sendiri.
Ke depan seperti yang diharapkan dari pelaksanaan RKSA ini, bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang maju, bermartabat dan disegani karena memiliki produk-produk yang bernilai tambah, tidak hanya produk-produk mentah dari bahan alam. Sungguh Indonesia bangsa yang kaya, mari kita perkaya lagi dengan menambah nilai kekayaan tersebut (added value) melalui pelbagai penelitian di pelbagai bidang ilmu. Banyak selamat kepada para pemenang RKSA Berikut para peraih Ristek-Kalbe Science Award 2010:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H