Mohon tunggu...
Erik Susanto Bara
Erik Susanto Bara Mohon Tunggu... Insinyur - tulisan yang mengubah dunia

membaca, menulis dan bertindak nyata adalah langkah menuju perubahan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

KPK?

30 September 2019   10:58 Diperbarui: 28 November 2019   14:43 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mahasiswa turun ke jalan. pegiat antikorupsi turun ke jalan. Aspirasi dari rakyat Indonesia disampaikan. "Tolak Calon Pimpinan KPK yang mempunyai track record buruk, tolak revisi UU KPK yang memperlemah KPK". Demonstrasi di jalan, di kantor KPK sebagai wujud cinta rakyat Indonesia terhadap masa depan bangsanya. Masa depan yang bebas dari korupsi, masa depan yang adil bagi setiap rakyat Indonesia sesuai amanat Pancasila. Rasa cinta, rasa memiliki yang begitu besar ditunjukkan rakyat terhadap KPK. Sebagai Lembaga penegak hukum paling dipercaya masyarakat, melemahkan KPK sama saja menghancurkan hati rakyat.

Sebagai manusia, saya tahu tidak ada sesama saya (manusia) yang sempurna. Setiap orang berhak menjadi apa yang ia inginkan. Tapi tidak dengan menjadi representative cinta rakyat Indonesia, Pimpinan KPK. Track record buruk menjadi indikasi awal adanya yang tidak beres pada sejumlah calon Pimpinan KPK. Representative cinta rakyat harusnya mempunyai Track record yang baik. Tetapi mengapa yang buruk itu bisa melenggang mulus menjadi pimpinan? 

Apakah ini telah diskenariokan? Atau inikah yang terbaik dari ratusan juta rakyat Indonesia? Dimana para pegiat antikorupsi? Dimana para akademisi hukum yang handal? Kemana mereka ketika pendaftaran calon pimpinan KPK dibuka? Menjadi komentator selalu jauh lebih mudah dari pada menjadi aktor. Walaupun rakyat kecewa dengan pimpinan KPK yang terpilih tetapi rakyat terlebih kecewa dengan para pegiat antikorupsi yang hanya bisa berkomentar tanpa mau menjadi aktor dalam komentarnya. Indonesia butuh orang benar bergerak, Indonesia butuh tindakan nyata. Jadilah jawaban doa bagi doa mu sendiri. Doa bagi Indonesia yang bebas dari korupsi. Jadilah!

Badai yang menghantam KPK tidak berhenti disitu. Badai itu terus berhembus. Hembusannya kini telah sampai ke dalam sistem yang menjadi roda penggerak KPK, Undang - Undang. 

Sebagai arahan manusia dalam hidup dan bernegara, hukum yang berlaku harus bersifat dinamis sebagaimana manusia yang diaturnya dinamis. Revisi dalam undang - undang merupakan hal yang perlu untuk mengikuti perkembangan zaman. Bak uang koin, dalam segala hal yang terjadi ada sisi hitam dan putih. Tetapi revisi UU KPK kali ini dinilai terlalu hitam ketimbang putih. 

Dibentuknya Dewan pengawas yang bukan hanya mengawasi dan mengevaluasi kinerja KPK tapi masuk dalam keseharian pelaksanaan teknis penanganan perkara. Kewenangan KPK dalam menggeledah, menyadap dan menyita dibatasi, harus meminta izin tertulis ke Dewan Pengawas, jangka waktunya pun dibatasi. Kini KPK bisa menghentikan penyidikan dan penuntutan bahkan hanya dibatasi hingga 2 tahun. Lalu Bagaimana dengan kasus mega korupsi seperti e-KTP yang telah memakan waktu lebih dari 2 tahun? Kejanggalan - kejanggalan ini merupakan contoh sedikit dari banyaknya hal - hal yang dinilai memperlemah power dan independensi KPK dalam RUU KPK.

Serumit itu masalah yang kini dihadapi KPK. Jalan menuju Indonesia yang bebas dari korupsi adalah jalan yang terjal tapi apakah ketika tertusuk duri dan menginjak kerikil tajam membuat kita berhenti akan mimpi ini? TIDAK! Semakin sulit jalan yang dilalui semakin mempertegas kita berada di jalan yang benar. Elit - elit politik yang kotor ingin melindungi dirinya dengan menghancurkan KPK baik dari dalam mau pun dari sistem yang ada. Ketika kita mundur dan menyerah artinya kita membiarkan elit bobrok itu menang. Jangan biarkan itu terjadi. Kita butuh Bersatu mengawal kinerja KPK sembari mempersiapkan diri menjadi pribadi - pribadi yang kelak akan menjadi aktor nyata dalam pemberantasan korupsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun