Mohon tunggu...
ERIK FEBRIAN
ERIK FEBRIAN Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Seorang bankir yang menyukai traveling, dunia penerbangan, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Apa Lagi yang Diinginkan Bandara Ini?

2 Agustus 2014   02:38 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:39 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ini adalah kali kedua saya mendarat di bandara ini. Sebenarnya saya tidak ingin mengomentari bandara satu-satunya di Singapura ini. Bandara Changi International ini memang mewah dan tentunya sudah banyak masyarakat Indonesia yang mengagumi kemewahan bandara ini dari tulisan-tulisan di blog yang pernah saya baca. Keren memang bandara ini, apalagi apabila kita mengingat penghargaan-penghargaan yang telah diterima Changi Airport dan apabila kita mengingat juga bahwa sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan penduduknya yang hanya berjumlah sekitar 5,5 juta jiwa dengan wilayah tidak lebih luas dari Provinsi Yogyakarta ini, pemerintah Republik Singapura sebenarnya tidak perlu membangun bandara sebesar, seluas, sehebat atau mungkin semahal ini.

Tapi bagi saya bandara ini tidaklah terlalu istimewa, bandara ini tidak ubahnya seperti bandara-bandara di Asia Timur semisal Tokyo Narita International Airport ataupun beberapa bandara di Amerika Serikat yang pernah saya kunjungi salah satunya adalah Washington Dulles International Airport. Ya memang sudah seharusnya bandara ya seperti Changi Aiport atau bandara-bandara yang telah saya sebutkan tadi fasilitasnya dan sekali lagi bandara seperti Changi ini sudah banyak berdiri di berbagai negara.

Namun ada hal yang akhirnya membawa saya untuk menulis pada sore hari ini dan ingin saya share kepada teman-teman semua tentang bandara Changi ini. Dalam perjalanan saya beberapa waktu yang lalu, saya mendarat di Bandara Changi sekitar pukul 00.20 waktu Singapura dari Ho Chi Minh City, karena penerbangan lanjutan saya ke Tanah Air masih cukup lama dan karena penerbangan pribadi sehingga saya putuskan untuk menunggu pagi di dalam bandara ini. Sebelumnya memang saya pernah mendarat di Bandara Changi di dini hari juga namun pada saat itu saya mendapatkan voucher hotel gratis dari maskapai sehingga dapat saya gunakan menginap di Ambassador Transit Hotel di Changi.

Satu hal menarik dari “keterjagaan” mata saya di dini hari tersebut adalah keterkejutan saya melihat para petugas keamanan yang akan membuka pintu gate di Terminal 1. Karena gate keberangkatan di Changi hanya dibatasi dengan kaca sehingga saya yang duduk di luar gate dapat melihat ke dalam gate keberangkatan, pada saat itu terdapat sekitar 5 petugas keamanan bandara yang akan membuka gate tersebut. Tidak ada seorang pun yang berada di sekitar gate tersebut hanya petugas keamanan tersebut dan saya yang duduk agak jauh dari mereka. Saya tertegun dan merasa terkoyak hatinya ketika saya melihat mereka petugas bandara tersebut setelah briefing kecil saling memeriksa diri mereka masing-masing dan memeriksa teman-temannya secara bergantian dengan metal detector dan perabaan. Saya tertegun melihat hal ini, lebih tepatnya terpukau. Profesionalitas atas sebuah pekerjaan sangat dijunjung tinggi oleh mereka. Menjaga gate adalah sebuah pekerjaan rutin mereka setiap harinya, namun mereka tetap menjaga tingkat profesionalismenya dengan sangat baik.

Tanpa mengecilkan keprofesionalismean petugas bandara di Indonesia, saya sempat berfikir apakah mereka petugas bandara di negara saya sudah melakukan ini? Saling memeriksa diri satu sama lain ketika akan bertugas menjaga gate keberangkatan atau sebagai security check in. Saya berdoa agar diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk melihat sendiri hal ini memang terjadi di negara saya juga. Namun saya percaya, petugas di bandara-bandara di Indonesia juga sudah melakukan hal ini karena kemungkinan ini adalah standar internasional. Apa yang dilakukan para petugas keamanan bandara di Singapura ini sangat memukau saya sehingga ketika saya terbang melalui bandara ini saya yakin segala sesuatunya telah dilaksanakan sesuai prosedur. Saya menjadi yakin baik handling bagasi, pemeriksaan pesawat yang akan diterbangkan serta lain-lainnya pasti sudah dilakukan dengan sistem yang sudah baik dan terukur.

Masih menunggu pagi di Bandara Changi Singapura saya menjumpai beberapa petugas yang mondar-mandir menggunakan kendaraan pengangkut troli bandara yang berkeliling dari titik ke titik lain untuk menata dan mengambil troli bagasi yang ditinggal pergi si pemakainya dan tergeletak di tengah lajur tempat para penumpang jalan kaki. Menariknya, petugas-petugas pengambil troli tersebut ternyata sudah sangat berumur, kemungkinan usianya di atas 65 tahun ke atas. Mereka secara konsisten menggunakan kendaraan pengangkut troli tersebut berkeliling terus menerus “membersihkan” troli yang berserakan.

Di sore hari ketika saya dari Kota dan akan boarding ke Tanah Air juga beberapa kali bertemu dengan petugas-petugas tersebut. Sekali lagi yang saya temui mereka sudah berumur. Hal ini tidak terlalu istimewa memang, namun saya ingin menggarisbawahi dari cerita kedua saya ini bahwa di negara itu penghargaan kepada mereka masyarakat yang sudah berusia lanjut masih sangat dihargai. Mungkinkah ini bagian CSR Bandara Changi kepada masyarakat berumur yang sudah tidak berpenghasilan sehingga mereka direkrut untuk menjalankan pekerjaan ini? Saya pun hanya bisa menebak-nebak. Hal ini juga terjadi seperti di Amerika Serikat di mana saya sering sekali berjumpa dengan nenek-nenek yang sudah jompo menjadi kasir di supermarket besar seperti Superindo atau Giant apabila di Indonesia. Bahkan saya pernah menemukan seorang supir taksi perempuan yang berusia sekitar 65 tahun lebih ketika saya di Athens, Ohio.

Ketiga adalah ketika saya akan keluar Bandara Changi, saya memutuskan keluar melalui Terminal 2 untuk clearance imigrasi agar saya langsung bisa menuju stasiun MRT menuju Kota. Saya menemukan hal menarik lagi di sini, yaitu setelah saya selesai urusan di meja imigrasi dan paspor saya telah dicap, 3 langkah dari meja imigrasi tersebut terdapat sebuah TV sentuh kecil dengan ukuran layar sekitar 9-10 inch di mana di layar tersebut kita diminta untuk menilai performa dari petugas imigrasi yang melayani kita sebelumnya, saya sudah lupa kategori pilihannya namun intinya ada beberapa pilihan di antaranya atas performa petugas yang melayani kita tersebut: kurang baik, baik, sangat baik, dan excellent. Ini bagi saya sangat menarik sekali, karena tidak banyak meja-meja imigrasi di beberapa negara setidaknya yang pernah saya kunjungi memberikan fasilitas ini agar kita bisa menilai petugas yang melayani kita ini.

Beberapa kali saya ingin sekali mengkritik petugas imigrasi yang ada di Bandara Soekarno Hatta Int’l Jakarta, pernah saya mendarat di Jakarta pada tengah hari di Terminal 2D namun kedatangan saya dan penumpang lainnya disambut dengan antrian panjang dan mengular di meja imigrasi. Untuk keluar dari proses imigrasi tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal lain yang saya temui banyak meja-meja imigrasi yang kosong ditinggal penghuninya padahal antrian pada saat itu cukup panjang. Begitu juga dengan Vietnam dimana saya 2 kali berhadapan dengan imigrasi negara ini mendapati banyak counter imigrasi yang kosong pada saat beberapa counter mengalami penumpukan penumpang. Namun penumpukan penumpang yang paling parah adalah ketika saya berada di Bandara Washington Dulles Int’l Amerika Serikat. Ketika saya disana antriannya sangat panjang sekali namun yang saya lihat dari sekitar 20 counter imigrasi ini semuanya terisi petugas.

Inovasi yang dilakukan oleh Bandara Changi ini saya kira menarik untuk dicontoh oleh bandara-bandara besar di Indonesia yang melayani penerbangan internasional agar pelayanan kepada para tamu yang datang dapat dilakukan dengan lebih baik oleh para petugas bandara tersebut sehingga hal ini dapat menutupi kelemahan lain seperti fasilitas yang saat ini masih dalam tahap revitalisasi. Hal ini juga dapat meningkatkan tingkat kunjungan wisata ke tanah air.

Berbagai penghargaan sudah diterima Bandara Changi ini, setidaknya di tahun 2014 ini sampai dengan bulan Agustus 2014 telah terdapat ada sekitar 14 penghargaan untuk bandara ini beberapa diantaranya adalah World’s Best Airport 2014 dari Skytrax dan Best Airport In The World dari Ultatravel magazine. Lalu, apa yang lagi yang masih diinginkan bandara ini?

Demikian cerita ini, semoga bermanfaat dan mohon koreksi apabila ada hal-hal kekeliruan yang saya sampaikan diatas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun