Mohon tunggu...
erik apriyanto
erik apriyanto Mohon Tunggu... -

saya sekarang bersekolah di universitas serang raya fakultas ekonomi tepatnya di jurusan akuntansi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sudah Tepatkah Otonomi Daerah?

13 Desember 2013   19:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:57 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. saat rezim orde baru runtuh dan pimpinan negara di pegang oleh BJ.Habibie yang kemudian mengganti undang-undang no 5 tahun 1974 dengan undang-undang no 22 tahun1999 yang menyangkut tentang otonomi daerah. UU NO 5 th 1974 sendiri dibentuk pada masa orba namun dalam undang-undang ini lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai kewajiban bukan hak. melakukan pembagian kekuasaan kepada daerah adalah keputusan yang diambil oleh Habibie yang sebelumnya dihadapkan kepada 3 pilihan yaitu


  1. melakukan pembagian kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah pusat dan memberikan otonomi kepada daerah;
  2. pembentukan negara federal; atau
  3. membuat pemerintah provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.


namun yang kita lihat sekarang apa yang diharapkan oleh Habibie agar otonomi daerah ini selain untuk membagi kekuasaan namun ada tujuan yang sangat penting yaitu supaya nantinya kepala daerah ini bisa mensejahtrakan rakyatnya dan bisa mengurus rakyatnya dengan baik. tapi kenyataannya hampir pimpinan di daerah-daerah itu memanfaatkannya untuk membentuk kerajaan kecil yang menguasai otonomi daerahnya. yang kita lihat sekarang ayahnya menjadi walikota lalu anak-anaknya atau keluarga dekatnya di tempatkan untuk mengisi posisi-posisi strategis. dan jika ayahnya sudah habis masa jabatanya lalu anaknya menjadi penerus kekuasaan dari sang ayah walaupun melalui sistem yang benar dengan mengikuti pilkada. ini bisa menimbulkan korupsi berjamaah dan tersusun rapi dengan melibatkan banyak pejabat, kembali lagi kepada rakyat yang menentukkan masa depan daerah-daerahnya sendiri dengan memilih pemimpin yang bersih,tegas,dan peduli.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun