![dokumentasi pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/12/12/3-5a2ff724bde575306656df02.jpg?t=o&v=770)
LATAR BELAKANG MASALAH
Ketika Anda mendengar kata Yogyakarta, Anda akan berpikir tentang keunikan budaya jawa yang masih kental. Yogyakarta juga dikenal sebagai Kota Pelajar karena banyak terdapat Universitas ternama. Hal inilah yang membuat kota ini memiliki jumlah mahasiswa yang besar, yang berasal tidak hanya dari area Jawa tetapi juga dari luar Jawa dan Yogyakarta juga terkenal dengan destinasi wisatanya, ada beberapa tempat wisata yang menarik di Yogyakarta. Â
Salah satu destinasi yang banyak dikunjungi oleh wisatawan adalah jalan malioboro yang banyak pedagang aneka ragam barang yang ditawarkan kepada pengunjung seperti makanan dan souvenir. Banyak wisatawan yang ingin mengabadikan momendan sekedar bersantai di persimpangan titik nol km.
Dengan banyaknya wisatawan hal ini menimbulkan beberapa masalah sosial. Hal ini dipandang oleh sebagian masyarakat sebagai kondisi yang tidak diharapkan. Dapat dilihat bahwa sekarang hampir tidak ada ruang kosong di kota ini. Tak pelak ini menambahkan kepadatan kota Yogyakarta. Pertumbuhan penduduk Yogyakarta semakin banyak dan menimbulkan masalah baru yaitu adanya kemacetan di berbagai sudut jalannya.Â
Sebagai contoh kemacetan yang terjadi pada titik nol km yang terjadi pada waktu sore hingga malam hari dimana bertepatan dengan waktu pulang kerja dan jumlah wisatawan yang menumpuk. Hal ini menjadi penyebab tersendatnya lalulintas.Â
Permasalahan ini adalah masalah lama yang hingga saat ini belum dapat ditemukan solusi yang tepat. Oleh karena itu kami sebagai mahasiswa desain komunikasi visual yang merupakan agen of change sangat berperan penting dalam usaha memberikan solusi dalam memecahkan masalah-masalah sosial. Untuk menanggulangi kemacetan di yogyakarta yang semakin meningkat setiap waktu dan memberikan solusi-solusi agar kemacetan tersebut berkurang.
LANDASAN TEORI Â Â Â
Menurut minor dan moen (2002 , p. 282) gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu.
Awan (2006) menyebutkan, bahwa gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya.
Alfred Sitorus(ketua koalisi pejalan kaki dalam berita liputan 6 senin, 21 agustus 2017) beranggapan bahwa masyarakat tidak memiliki pilihan dalam mobilitas sehingga mereka lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi yang menjadi lifestyle masyarakat indonesia.
Sehubungan dengan teori tersebut masyarakat indonesia mengalokasikan waktunya dengan sesimple mungkin dalam artian mereka tidak ingin membuang-buang waktu untuk menunggu kendaraan umum. Dan kebanyakan dari mereka berfikiran bahwa selagi perekonomian mereka dirasa cukup untuk membeli kendaraan pribadi, mereka lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi yang dianggap lebih nyaman serta mobilitasnya tidak terbatas bagi mereka. Ditambah lagi lifestyle masyarakat indonesia yang terlalu memikirkan gengsi dibandingkan kebutuhannya.