Mohon tunggu...
Erika Fara
Erika Fara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kotak Kosong Bukan (sekedar) "Tong Kosong"

11 Desember 2024   10:25 Diperbarui: 11 Desember 2024   10:17 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kotak kosong dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) merupakan pilihan pada kertas suara yang tersedia apabila hanya ada dua calon tunggal yang mencalonkan diri dalam pemilu. Dalam situasi ini, pemilih bisa memilih untuk mendukung sekumpulan calon atau memilih kotak kosong sebagai penolakan. Kotak kosong hadir sebagai upaya menegakkan prinsip demokrasi dan memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan penolakannya terhadap satu calon tanpa harus abstain atau golput. 

Dasar hukum mengenai kotak kosong diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Peraturan ini bertujuan untuk menjamin hak pilih masyarakat dalam sistem demokrasi, meskipun dalam situasi yang tidak ideal, misalnya hanya ada satu pasangan calon. Fenomena kotak kosong juga mencerminkan bahwa negara demokrasi masih memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan keluh kesahnya secara sah dan terukur.

Pada daerah kabupaten Manyar menjadi daerah dengan dominasi suara kotak kosong yang sangat signifikan. Dari hasil penghitungan, kotak kosong memperoleh 4.011 suara, jauh melampaui pasangan calon tunggal Yani-Arif yang hanya meraih 2.280 suara. Selisih suara ini mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pasangan calon yang dinilai kurang representatif dan tidak mampu memenuhi harapan mereka. Pilihan kotak kosong menjadi cara masyarakat Manyar menyuarakan kritik mereka terhadap sistem pencalonan yang terbatas pada dominasi partai tertentu, serta menyampaikan aspirasi untuk proses demokrasi yang lebih terbuka dan kompetitif.

Di Kabupaten Karanganyar, kotak kosong juga unggul dalam perolehan suara. Sebanyak 6.200 suara diberikan kepada kotak kosong, jauh melampaui pasangan calon tunggal yang hanya memperoleh 3.800 suara. Fenomena ini menandakan tingkat kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap pasangan calon yang dianggap kurang kredibel atau kurang mampu menyampaikan visi yang relevan dengan kebutuhan daerah. Masyarakat Karanganyar memanfaatkan kotak kosong sebagai bentuk protes terhadap kurangnya opsi alternatif dalam pilkada, menggarisbawahi pentingnya reformasi sistem pencalonan agar lebih terbuka dan demokratis.

Kabupaten Bangkalan juga mencatat dominasi suara kotak kosong yang cukup tinggi. Kotak kosong memperoleh 5.500 suara, sementara pasangan calon hanya meraih 4.200 suara. Tingginya perolehan suara kotak kosong di daerah ini mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pasangan calon yang ada. Banyak masyarakat menganggap pasangan calon tidak menawarkan program kerja yang mampu menjawab isu-isu lokal secara efektif. Hal ini sekaligus menjadi kritik terhadap partai politik yang dianggap gagal menghadirkan tokoh yang dapat mewakili kepentingan masyarakat secara lebih luas.

Fenomena kotak kosong dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) terjadi ketika hanya pasangan calon tunggal yang bertanding. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh dominasi partai tertentu atau koalisi besar yang menguasai mayoritas kursi di dewan daerah, sehingga hanya mendukung satu pasangan calon. Akibatnya, calon potensial lainnya terhambat untuk maju, terhambat oleh syarat minimal dukungan partai yang menjadi salah satu mekanisme pencalonan Pilkada. Fenomena tingginya suara untuk kotak kosong menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap pasangan calon tunggal berada pada tingkat yang rendah. Salah satu alasan utama adalah persepsi bahwa calon tunggal tersebut tidak mampu mewakili aspirasi masyarakat secara menyeluruh. Dalam beberapa kasus, pasangan calon dianggap hanya sebagai representasi elit politik atau partai tertentu, bukan sosok yang benar-benar memahami kebutuhan masyarakat di tingkat lokal.

Selain itu, proses pencalonan yang dianggap tidak transparan dan cenderung eksklusif turut memengaruhi kepercayaan masyarakat. Ketika masyarakat melihat hanya satu pasangan calon yang didukung mayoritas partai politik besar tanpa adanya alternatif yang kredibel, muncul skeptisisme terhadap integritas dan kualitas pasangan calon tersebut. Hal ini diperparah jika pasangan calon memiliki rekam jejak yang kurang memuaskan atau dianggap tidak memiliki visi yang kuat untuk memajukan daerah.

Faktor lain yang memengaruhi rendahnya kepercayaan masyarakat adalah minimnya komunikasi yang efektif antara pasangan calon dan masyarakat. Pasangan calon sering kali lebih fokus pada kampanye formal tanpa benar-benar mendekati dan memahami kebutuhan masyarakat secara langsung. Akibatnya, masyarakat merasa bahwa suara mereka tidak dihargai, dan memilih kotak kosong sebagai bentuk protes terhadap pasangan calon yang mereka nilai tidak representatif.

Selain aspek calon, rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik yang mengusung pasangan calon juga berkontribusi pada meningkatnya suara untuk kotak kosong. Partai politik yang terlibat dalam kasus korupsi atau dianggap tidak memperjuangkan kepentingan rakyat sering kali menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat. Ketika pasangan calon diidentifikasi sebagai bagian dari partai tersebut, masyarakat cenderung memandang mereka dengan kecurigaan dan ketidakpercayaan.Fenomena ini menggambarkan bahwa kotak kosong tidak sekadar simbol kekosongan, tetapi juga ekspresi ketidakpuasan dan kritik tajam terhadap proses demokrasi yang belum sepenuhnya inklusif. Pilihan kotak kosong menunjukkan bahwa masyarakat memiliki standar tertentu terhadap calon pemimpin mereka, dan ketika standar tersebut tidak terpenuhi, mereka menggunakan hak suara untuk menyampaikan pesan ketidakpuasan.

Fenomena kotak kosong dalam pilkada bukan sekadar simbol "tong kosong" yang tanpa arti, melainkan mencerminkan suara nyata dari masyarakat yang memiliki bobot dan makna penting dalam demokrasi lokal. Tingginya perolehan suara kotak kosong di beberapa daerah, seperti manyar, karanganyar, dan bangkalan, menunjukkan bahwa masyarakat menggunakan hak pilih mereka sebagai bentuk kritik terhadap pasangan calon tunggal yang dianggap kurang mewakili aspirasi mereka. Pilihan kotak kosong menjadi medium bagi masyarakat untuk menyampaikan ketidakpuasan mereka secara sah dan terukur terhadap proses politik yang tidak inklusif atau calon yang dinilai tidak kredibel. Dengan demikian, keberadaan kotak kosong tidak hanya menegaskan adanya kebutuhan untuk evaluasi sistem politik, tetapi juga memperlihatkan bahwa masyarakat memiliki kesadaran demokratis yang tinggi dan berani menyuarakan harapan mereka untuk kualitas kepemimpinan yang lebih baik di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun