Mohon tunggu...
erika avalokita
erika avalokita Mohon Tunggu... Freelancer - ibu rumah tangga

suka nulis dan silat

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Vonis Ahok: Dua Tahun untuk Puaskan Rakyat

9 Mei 2017   16:15 Diperbarui: 9 Mei 2017   23:10 3323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Teguh dilaporkan ke polisi karena menerbitkan karikatur Nabi Muhammad seperti yang dinaikkan koran di Denmark, Jylland Posten. Kedua adalah pemimpin redaksi The Jakarta Post, Meidyatama Suryodingrat, diadukan karena membuat karikatur bergambar kelompok ISIS dengan lambang tengkorak dan ada tulisan Allah.

 Kasus Teguh Santosa misalnya, ada kalangan yang meributkan, menuduh menyebarkan kartun. Tapi kla itu tak ada desakan massa. Dia diajukan ke pengadilan tapi divonis bebas.

 Kembali ke vonis Ahok.

Hal terkuat dari kisah panjang Ahok adalah bagaimana seorang mantan pejabat aktif juga tidak lepas dari keadilan. Pemerintah bahkan Presiden Joko Widodo yang dekat dengan Ahok sejak awal mengatakan bahwa dirinya tidak mengintervensi proses hukum tersebut. Ini hal yang baik dari pemerintahan sekarang, setidaknya menunjukkan semua pihak harus menghargai keputusan hukum.

Hakim tentu sadar bahwa tekanan dari sekitar 200 juta rakyat Indonesia pada kasus ini bukan sesuatu yang mudah. Berbagai emosi, airmata, ujaran kebencian, energi, pikiran, materi, strategi politik teraduk di dalamnya.

Pada akhirnya, persetan dengan supremasi hukum yang harus ditegakkan; tapi bahwa dia harus bisa menjaga rasa batin mayoritas dibanding minoritas. Dan dua tahun itu adalah terbaik bagi rakyat; memuaskan rasa keadilan mayoritas rakyat. Meski kita tidak menutup mata, tekanan masyarakatnyalah yang mendominasi pertimbangan oleh hakim ketua.

 Dan ternyata sekali lagi, kita masih harus belajar banyak apa arti reformasi dan demokrasi. Demokrasi yang bukan soal bagus atau tidak bagus, Demokrasi yang tidak sekadar hitam dan putih. Demokrasi yang tidak hanya soal adil dan tidak adil. Mungkin, kita harus kembali lagi  belajar arti Vox Populi Vox Dei. Di konteks Ahok ini, mayoritas belajar melihat dari kacamata minoritas, dan minoritas belajar melihat dari kacamata mayoritas.

 Bagaimanapun, sejarah akan mencatat. Anak cucu kita akan bisa membaca kisah ini, menceritakannya kembali dan menilai proses perjalanan demokrasi bangsa kita.

 Jika saya mengeluh soal hidup, seorang sahabat sering menasihati ; sabarlah kau sedang berproses; diproses. Proses itu yang membuat kita semakin matang menghadapi kehidupan.

Meski mahal, semoga momentum ini membuat demokrasi bangsa kita semakin matang. Pak Ahok, ini proses demokrasi bangsa, sabarlah !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun