Mohon tunggu...
Erika Aurelia
Erika Aurelia Mohon Tunggu... Ilustrator - Pelajar Seumur Hidup

Bukan pencinta alam karena takut mendaki gunung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

'Aliansi Teh Susu', Solidaritas Antar Warganet Gen Z di Asia yang Melek Politik

17 Maret 2021   10:54 Diperbarui: 17 Maret 2021   11:05 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini juga pernah diunggah dalam Pojok Opini pada laman resmi Opini.id dengan judul 'Mengenal Lebih Dekat dengan 'Aliansi Teh Susu'' pada tanggal 15 Mar 2021. Link bisa diakses disini.

Pandemi yang cuman bisa bikin kita rebahan, pemerintah yang meliar, dan berita lokal yang semakin memanas membuat para pemuda jaman sekarang sakit kepala dengan harapannya yang pupus akan masa depannya.  Jiwanya yang membara membuat mereka gerah dan membuang semua amarahnya kepada pemerintah melalui sosial media yang penuh dengan jenaka dengan tagar #MilkTeaAlliance.

Sekitar dua hari yang lalu, saya melihat foto remaja perempuan bernama Kyal Sin yang meninggal akibat ditembak polisi karena protes kudeta di Myanmar.  Ia merupakan anak tunggal yang mendapat dukungan penuh dari ayahnya untuk mengikuti protes di jalan.  Ia dijuluki 'Angel' bagi warga Myanmar karena begitu gigihnya Ia mendistribusikan Coca-Cola untuk membantu para demonstran yang terkena gas air mata.  Namun alih-alih saya mendapatkan informasi tersebut melalui media massa, saya mendapatkan kabar beliau dari laman sosial media saya yang beredar dengan deskripsi yang diikuti dengan #MilkTeaAlliance.  Hal itu membuat saya penasaran dengan tagar tersebut dan saya pun langsung meluncur untuk mengetahui lebih dalam.

Milk Tea Aliance atau Aliansi Teh Susu pada awalnya merupakan bentuk solidaritas warganet antarnegara di Asia yang berpihak kepada pro-demokrasi lebih khususnya untuk melawan kebijakan Partai Komunis Tiongkok (CCP).  Berawal dari Hongkong yang menolak RUU Ekstradisi, lalu diikuti oleh Taiwan yang menginginkan kemerdekaan dengan status kedaulatan yang tetap, Indiapun sempat mengikuti aliansi tersebut diakibatkan karena mengalami konflik perbatasan dengan China. Namun tak lama, Thailand dan Myanmar mengikuti aliansi tersebut dengan alasan hampir serupa, yaitu menginginkan pro-demokrasi.

Nama Aliansi Teh Susu dibuat dengan alasan. Teh susu disimbolisasikan sebagai pembedaan pihak mereka dengan China.  Di China sendiri, teh merupakan minuman yang memiliki sejarah yang panjang dan populer dikalangan budayanya.  Namun teh telah dibawa oleh imigran Tiongkok dan dimodifikasikan oleh berbagai negara dengan menambahkan susu didalamnya. Contohnya saja di Hongkong ada 'Pantyhose Tea', Taiwan ada 'Bubble Milk Tea', India ada 'Masala Chai', Thailand ada 'Thai Tea', dan Myanmar ada 'Laphet Yay Cho' atau biasa disebut 'Burmese Milk Tea'.  Selain itu teh susu juga merupakan minuman yang paling hits dijaman sekarang dengan rasanya yang manis, kemasannya yang menarik, dan mudah dibuat.  Sehingga membuat teh susu cukup untuk merepresentasikan keadaan warganet Asia.

Walaupun warga Hongkong telah kalah dalam memperjuangkan haknya, tetapi gerakan aliansi ini terus menular dan tersebar luas dimana-mana.  Dampaknya cukup membuat pemerintah belajar. Dari melakukan aksi pemblokiran internet hingga penyadapan secara diam-diam yang membuat warganya melakukan inisiatif lain seperti berkomunikasi melalui bluetooth dan menggunakan aplikasi chat pengirim tertutup seperti Telegram.  Gerakan tersebut juga diikuti oleh berbagai negara Asia yang bersimpati seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina.  Tampaknya gerakan ini cukup membuat dunia untuk membuka mata dan melawan propaganda hanya dengan satu jari saja.  Tagar aliansi ini bukan hanya memberitakan info penting seperti jadwal shift aksi protes atau memberikan kabar mengenai aksi protes,  tetapi juga melahirkan ide-ide baru seperti memberikan kalimat poster lucu, mengetukkan panci di jam yang sama, mengancungkan tiga jari keatas, ataupun meme untuk menghilangkan rasa tegang. Namun tak sedikit pengamat politik memperkirakan gerakan ini akan pudar dengan seiringnya waktu seperti trendingnya internet.

Aksi ini merupakan bentuk cerminan rasa nasionalisme dan patriotisme di era jaman sekarang.  Banyak generasi Z menilai tidak ada gunanya menempuh ilmu sebanyak-banyaknya jika kebebasannya akan diatur juga oleh sang otoriter.  Mereka tidak ingin masa depannya hancur hanya karena sistem yang hanya menguntungkan pemerintah.  Mungkin sekarang, pemerintah boleh mengabaikan aliansi ini, tetapi masa depan dunia adalah untuk generasi kita. 

Lalu bagaimana dengan Indonesia sendiri?  Kita tahu bahwa sebelumnya para mahasiswa sempat berdemo untuk penolakan revisi UU KPK dan Omnibus Law, walaupun tak sedikit yang ikut meramaikan ataupun yang turun aksi ke jalan juga entah mengerti apa tujuannya.  Apakah kita akan mengikuti aliansi ini jika RUU PKS sudah tidak ada jalan tengahnya dan memanggil representasi Indonesia sebagai 'Teh Susu Jahe'?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun