Madrasah berasal dari makna kata "darasa" yang mengacu pada tempat duduk untuk proses belajar. Meskipun di Indonesia, madrasah umumnya dikenal sebagai institusi formal di bawah Kementerian Agama, sejarahnya lebih luas, merupakan tahap ketiga dalam evolusi pendidikan Islam setelah masjid dan Masjid-khan.
Sejak awal abad ke-20, madrasah telah menjadi salah satu lembaga pendidikan yang diminati di Indonesia. Sementara pesantren, yang seiring usianya sejajar dengan kehadiran Islam di Indonesia, dikenal dengan peran awalnya yang signifikan dalam pendidikan oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim, yang memegang peran penting dalam penyebaran agama Islam dan perubahan sosial masyarakat di Indonesia.
Saat ini, pendidikan Islam di madrasah telah diintegrasikan ke dalam struktur sistem pendidikan nasional sesuai dengan UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sementara pondok pesantren, sebagai bagian unik dari sub-sistem pendidikan nasional, memiliki potensi untuk menawarkan pendekatan yang berbeda dari lembaga pendidikan lainnya. Fokus pada pengembangan kurikulum yang baik menjadi kunci dalam perkembangan pendidikan, dengan penekanan pada perencanaan, tujuan, isi, struktur, dan strategi pendidikan, yang sering menjadi perhatian utama negara-negara maju.
Madrasah serta pesantren memiliki peran krusial dalam kehidupan masa kini, terutama dalam membentuk generasi muda Muslim yang berkompeten. Dengan penerapan yang tepat, keduanya dapat membentuk generasi muda Muslim yang memiliki pemahaman yang kuat dan kokoh, tidak goyah dalam menghadapi pengaruh budaya global.
Pondok pesantren, dalam aspek bentuk dan strukturnya, memiliki akar dari India. Istilah "pondok pesantren" adalah kombinasi kata "pondok" dan "pesantren", di mana keduanya memiliki makna yang berbeda. "Pondok" dalam bahasa Arab, berasal dari kata "funduk" yang merujuk pada tempat beristirahat, sementara "pesantren" merujuk pada lembaga pendidikan Islam yang tidak mengikuti pendekatan klasikal dalam metodenya. Sehingga, pondok pesantren merupakan institusi pendidikan Islam nonklasikal di mana para siswa diberikan tempat tinggal atau penginapan. Secara sejarah, awal mula pendirian pondok pesantren dimulai dari seorang kiyai yang menetap di suatu lokasi, kemudian santri yang ingin belajar datang kepadanya dan tinggal di sekitar tempat tersebut. Biaya hidup dan pendidikan dibiayai secara bersama oleh para santri dengan dukungan dari masyarakat sekitar.
Ini memungkinkan pondok pesantren untuk menjalani kehidupan yang stabil tanpa terpengaruh oleh perubahan ekonomi di luar. Tradisi pondok pesantren telah dikenal sejak era Walisongo di Indonesia. Karena itulah, pondok pesantren menjadi tempat di mana interaksi antara guru dan murid, kiyai dan santri, berlangsung secara intensif dalam proses transfer ilmu keislaman dan pengalaman. Sebagai contoh, Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan di Ampel Surabaya yang kemudian menjadi pusat pendidikan di Jawa. Santri dari berbagai daerah, bahkan dari Gowa dan Tallo, Sulawesi, datang ke sana untuk belajar agama. Pesantren Ampel yang didirikan oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim diyakini sebagai titik awal berdirinya pesantren-pesantren di Indonesia karena para santri merasa memiliki kewajiban untuk menyebarkan ilmu yang telah mereka pelajari di daerah masing-masing setelah menyelesaikan studi mereka.
Pendidikan Islam di madrasah saat ini telah diintegrasikan ke dalam struktur sistem pendidikan nasional yang diatur dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pondok pesantren juga termasuk sebagai salah satu sub-sistem pendidikan nasional yang memiliki keunikan dan berpotensi menawarkan pendekatan yang berbeda dari lembaga pendidikan lainnya. Perancangan kurikulum yang komprehensif menjadi faktor utama dalam perkembangan pendidikan, dan negara-negara maju secara teratur menekankan pentingnya pengembangan kurikulum yang melibatkan perencanaan, tujuan, materi, organisasi, dan strategi dalam proses pendidikan.
Madrasah dan pesantren memegang peranan vital dalam kehidupan masa kini, terutama dalam membentuk generasi muda Muslim yang memiliki keterampilan yang mumpuni. Dengan pelaksanaan yang ideal, keduanya dapat membentuk generasi muda Muslim yang memiliki pemahaman, kekuatan, serta kekokohan dalam menghadapi pengaruh budaya global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H