Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Eduparenting, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel dan penggiat puisi esai di Bandung Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Diary

Terkadang Mimpi Harus Kalah Oleh Realita

28 Januari 2025   20:27 Diperbarui: 29 Januari 2025   06:35 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : bingimage.com AI

Semua orang pasti pernah punya mimpi. Saat kecil, saya pernah bercita-cita menjadi seorang penulis. Bayangan berdiri di atas panggung sebuah acara peluncuran buku, dikelilingi orang-orang yang antusias membaca karya saya, terasa seperti mimpi yang sempurna. Namun, seiring waktu, realita datang mengetuk pintu dengan cara yang tidak selalu menyenangkan. Saya dihadapkan pada fakta pahit: di negara dengan tingkat literasi rendah seperti Indonesia, menjadi penulis adalah perjalanan penuh tantangan, termasuk tantangan untuk sekadar bertahan hidup. Mungkin banyak yang setuju, mengejar mimpi itu bukan hal yang salah. Tapi apa yang terjadi ketika mimpi tersebut tidak bisa memberi kita kehidupan yang layak? Apa yang terjadi ketika cita-cita yang telah kita impikan sejak kecil ternyata tak mampu menopang kebutuhan hidup? Pertanyaan ini sering mengganggu saya, hingga akhirnya saya menyadari bahwa saya tidak sendiri. Ada banyak orang yang seperti saya, harus memutuskan untuk mengesampingkan mimpi demi realita yang lebih mendesak. 

Menjadi Penulis seperti sebuah Mimpi yang Terlalu Mahal untuk Dikejar. Meski penulis dianggap sebagai profesi yang luar biasa, tapi sering kali tidak realistis secara finansial. Di Indonesia, tingkat literasi yang rendah dan budaya membaca yang kurang kuat membuat industri kreatif seperti penulisan buku menjadi sulit berkembang. Bahkan, untuk penulis yang berhasil menerbitkan karya, penghasilan sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menulis menjadi pekerjaan yang lebih sering dilihat sebagai "hobi mahal" ketimbang profesi utama.  

Dulu sebagai anak kecil, saya tidak tahu tentang sisi lain dari profesi ini. Saya hanya tahu bahwa saya ingin menulis, berkarya, dan menginspirasi. Tetapi setelah dewasa, saya mulai paham bahwa mimpi tidak selalu seindah yang dibayangkan. Menulis memang menyenangkan, tetapi apakah itu bisa membayar tagihan listrik? Apakah itu bisa menjamin saya punya uang untuk makan esok hari? Sayangnya, jawabannya sering kali tidak. Dilema Antara Passion dan Survival Ini bukan hanya cerita saya. Berapa banyak dari kita yang harus menyerah pada mimpi karena alasan yang sama?

Mungkin Ada yang pernah ingin menjadi pelukis, musisi, atau seniman tetapi pada akhirnya memilih pekerjaan kantoran yang lebih stabil. Kita hidup di dunia dimana realita sering kali mengalahkan passion, dan itu tidak salah. Namun, rasanya tetap ada luka kecil yang tertinggal ketika kita harus meninggalkan impian. 

Perasaan bahwa kita tidak cukup berani memperjuangkan apa yang kita cintai, bahwa kita terlalu cepat menyerah, sering kali menghantui. 

Tapi benarkah itu sebuah bentuk dari menyerah? Atau mungkin itu adalah bentuk lain dari keberanian, keberanian untuk menerima kenyataan bahwa hidup tidak selalu memberi apa yang kita inginkan? Hidup Adalah Tentang Prioritas Kenyataannya, hidup sering kali menuntut kita untuk membuat pilihan yang sulit. 

Ketika saya memilih pekerjaan yang lebih stabil dibanding mengejar mimpi sebagai penulis penuh waktu, itu bukan berarti saya berhenti mencintai dunia penulisan. Saya hanya memilih untuk memprioritaskan kebutuhan mendasar saya terlebih dahulu. 

Di tengah realita ini, saya belajar bahwa hidup bukan tentang memiliki segalanya, melainkan tentang membuat keputusan yang terbaik untuk diri sendiri. Mungkin kita tidak bisa sepenuhnya meninggalkan mimpi, tapi kita bisa mencari cara untuk tetap mempertahankannya dalam bentuk yang berbeda. Misalnya, saya tetap menulis di sela-sela kesibukan pekerjaan, meskipun itu hanya sekadar tulisan kecil di blog pribadi. 

Mimpi yang Beradaptasi dengan Realita Salah satu pelajaran terbesar yang saya dapatkan adalah bahwa mimpi tidak harus mati, tetapi mereka bisa berubah bentuk. Mungkin saya belum bisa menjadi penulis besar seperti yang saya impikan dulu, tetapi saya masih bisa menulis untuk diri sendiri, untuk teman, atau untuk komunitas kecil. 

Kadang, mimpi kita perlu beradaptasi dengan realita yang ada, dan itu tidak membuat mimpi tersebut menjadi kurang berarti. Selain itu, saya juga belajar bahwa tidak apa-apa jika mimpi kita tidak menghasilkan uang. Terkadang, memiliki mimpi yang memberikan kebahagiaan pribadi lebih berharga daripada mimpi yang sekadar menghasilkan keuntungan materi. Mungkin kita tidak bisa mengandalkan mimpi untuk hidup, tetapi kita bisa hidup lebih berarti dengan mimpi tersebut. Menemukan Arti di Balik Perjalanan Pada akhirnya, saya sadar bahwa perjalanan hidup adalah tentang menemukan keseimbangan. Tidak ada yang salah dengan memilih bertahan hidup di atas mimpi, dan tidak ada yang salah pula dengan memperjuangkan passion sepenuh hati. Keduanya adalah pilihan yang sama-sama valid, tergantung pada situasi dan prioritas kita masing-masing. Bagi saya, menulis adalah bagian penting dari hidup saya, meskipun itu bukan profesi utama saya. Dan bagi Anda yang mungkin merasa terjebak dalam dilema yang sama, ingatlah bahwa tidak ada jawaban yang benar atau salah. Hidup adalah tentang membuat keputusan terbaik dengan apa yang kita miliki saat ini. Jadi, untuk semua orang yang pernah memilih untuk meninggalkan mimpi demi realita, ketahuilah bahwa Anda tidak sendirian. Kita semua sedang berjalan di jalan yang berbeda, tetapi tujuannya tetap sama: menjalani hidup yang bermakna. Mungkin mimpi tidak selalu menjadi kenyataan, tetapi kita selalu punya kesempatan untuk menemukan kebahagiaan di setiap langkah perjalanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun