MANUSIA SETENGAH TUHAN
Penulis : Ririe Aiko
Di sebuah Sekolah Dasar di pinggiran kota kecil, suasana kelas lima pagi itu penuh semangat. Bu Santi, guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, sedang menjelaskan pentingnya mengamalkan sila ke-2 Pancasila, "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab". Beliau adalah guru senior yang terkenal dengan gaya bicara yang penuh semangat dan sedikit dramatis.
"Anak-anak," kata Bu Santi sambil berjalan ke depan kelas dengan spidol di tangan, "kita semua ini setara. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah derajatnya. Entah dia kaya atau miskin, pintar atau tidak, semuanya sama di mata Tuhan dan Negara."
Di bangku paling belakang, Budi, murid yang terkenal santai tapi cerdas, mendengarkan sambil mengunyah permen karet.
“Bu Kalau kita semua sama, kenapa banyak orang kaya dipuja dan orang miskin dihina?”
Kelas hening. Beberapa siswa saling pandang dan membenarkan pertanyaan Budi. Bu Santi terdiam sesaat, mencoba mencari jawaban yang tepat untuk menjawab Budi.
“Itu karena belum semua orang mengamalkan nilai Pancasila Budi!”
“Kenapa nggak diamalkan Bu? Kan Pancasila dibuat Negara untuk diamalkan?” tanya Budi semakin penasaran.
Bu Santi mulai merasa tersudut, tapi sebagai guru yang berpengalaman, ia tidak mau kalah menjawab.
“Mereka yang tidak mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan kerap membeda-bedakan status manusia, itu sering diumpamakan Manusia Setengah Tuhan! Manusia jenis ini selalu bersikap diskriminatif, karena selalu bersikap seolah dirinya punya kasta yang lebih tinggi dari orang lain, sehingga berhak memperlakukan orang lain seenaknya! Nah, sebagai manusia kita tidak boleh bersikap seperti itu ya anak-anak, karena Tuhan pasti akan menghukum kita di pengadilan akhirat nanti!” jelas Bu Santi panjang lebar.
Budi mengangguk-angguk, ia setuju dengan penjelasan Bu Santi, tapi ada satu hal yang kembali menggugah rasa ingin tahunya. Tomo, teman sekelas Budi yang sejak beberapa hari lalu terpaksa duduk di lantai karena orang tuanya tidak punya uang untuk membayar SPP.
"Bu Santi," Budi mengangkat tangan lagi sambil tetap bersandar santai di kursinya,
“Apalagi Budi?”
"Berarti Ibu Manusia Setengah Tuhan donk?”
“Maksud Kamu?”
“Karena ibu udah nyuruh Tomo duduk di lantai, sementara kita semua duduk dikursi”
Suasana Kelas berubah menjadi tegang. Bu Santi semakin tersudut dengan pernyataan Budi, ia tampak emosi, wajahnya mulai memerah.
"Budi, pendisplinan dan perlakuan diskriminatif itu berbeda! Tomo duduk dilantai karena udah bikin salah! Dia nggak disiplin bayar SPP! Biar disiplin harus diberi hukuman supaya kapok dan nggak mengulanginya lagi!”
“Wah, berarti Kemiskinan itu sebuah kesalahan ya Bu?”
Kali ini Bu Santi membisu, ia tak mampu lagi menjawab pertanyaan Budi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H