Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Eduparenting, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel dan penggiat puisi esai di Bandung Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Langsung Bicara Saat Emosi

13 Januari 2025   09:12 Diperbarui: 13 Januari 2025   09:12 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : bingimage.com AI


Pernah nggak, kamu ngomong sesuatu pas lagi emosi, terus nyesel habis itu? Rasanya kayak melempar bara api, yang nggak cuma bikin orang lain kepanasan, tapi diri sendiri juga kebakar. Ya, ini sering banget kejadian. Kita sering susah ngontrol emosi, terus spontan meluapkan amarah lewat kata-kata yang nyakitin. Waktu marah, rasanya lega banget kalau unek-unek dikeluarin. Tapi sayangnya, sering kali itu cuma bikin kita puas sementara. Setelahnya? Penyesalan. Lebih parah, kata-kata pedas yang keluar waktu emosi itu bisa ninggalin luka yang dalem banget di hati orang lain. Luka yang nggak gampang hilang, bahkan bisa diingat sampai bertahun-tahun.

Kenapa sih ini bisa terjadi? Secara psikologi, saat emosi kita memuncak, otak kita kayak "short-circuit." Ada bagian otak yang namanya amigdala, dan dia tuh kayak tombol darurat yang langsung ngambil alih kontrol. Fenomena ini dikenal sebagai "amygdala hijack," yaitu kondisi di mana emosi ngalahin logika. Makanya, kita jadi bertindak impulsif dan ngomong tanpa mikir panjang.

Tapi yang sering kita lupa, setiap kata yang kita ucapkan punya kekuatan. Kata-kata bisa jadi pedang tajam yang nusuk hati orang lain. Dan luka karena kata-kata itu nggak keliatan, tapi efeknya bisa lama banget. Pernah kan, kamu diingatkan tentang sesuatu yang nyakitin hati kamu bertahun-tahun lalu? Nah, itu buktinya. Coba bayangin kayu yang dipaku. Pas paku dicabut, lubangnya tetap ada, kan? Sama kayak kata-kata. Sekali diucapkan, nggak bisa ditarik lagi. Kalimat-kalimat pedas itu ninggalin bekas di hati orang, apalagi kalau yang ngomong adalah orang yang mereka sayang atau hormati.

Kenapa Kita Harus Belajar Ngontrol Emosi?

Kalau kamu gampang meledak-ledak, itu nggak cuma ngaruh ke hubungan sama orang lain, tapi juga kesehatan mental kamu sendiri. Studi psikologi menunjukkan, orang yang sering melampiaskan amarah tanpa kontrol itu lebih gampang kena stres, cemas, bahkan depresi. Selain itu, hubungan sosial mereka cenderung lebih gampang konflik. Ngontrol emosi itu nggak gampang, tapi harus banget buat dilatih. Salah satu caranya adalah mindfulness. Ini semacam latihan buat fokus ke apa yang kamu rasain sekarang tanpa nge-judge. Misalnya, pas kamu marah, coba deh tarik napas dalem-dalem, rasain aliran udara masuk, terus biarkan perasaan marah itu berlalu. Ini bisa bantu otak kamu balik ke mode rasional.

Kenali juga apa yang jadi pemicu emosi kamu. Kadang, amarah yang kita rasain itu bukan cuma karena kejadian sekarang, tapi ada hubungannya sama pengalaman masa lalu yang belum selesai. Dengan memahami sumber emosi itu, kamu bisa lebih bijak merespons situasi. Dan yang paling utama Jangan Ngomong Saat Marah! Karena biasanya kata-kata yang keluar saat kita marah berisi cacian, makian dan kata-kata kasar yang bisa bikin orang lain tersakiti. Pokoknya kalau emosi kamu udah di level bahaya, stop dulu. Jangan langsung ngomong. Dalam psikologi komunikasi, ada yang namanya "time-out," yaitu ngasih jeda waktu buat diri sendiri sebelum bereaksi. Setelah kamu lebih tenang, baru deh ngomong. Kata-kata yang keluar waktu kepala udah dingin pasti jauh lebih baik.

Misalnya, daripada bilang, "Kamu tuh selalu bikin masalah!" coba ubah jadi, "Aku ngerasa kesulitan kalau kayak gini terus. Bisa nggak kita cari solusi bareng-bareng?" Kalimat kedua ini nggak cuma lebih sopan, tapi juga ngajak orang lain buat mikirin solusinya bareng. Solusi lainnya saat kamu emosi adalah dengan ambil jeda buat diri kamu nenangin diri dengan pergi, tinggalkan situasi yang bikin emosi kamu tersulut, kamu bisa cuci muka, tarik napas panjang, atau minum air putih buat meredam semua energi negatif.

Sebelum ngomong, coba deh bayangin diri kamu di posisi orang lain. Gimana rasanya kalau denger kata-kata yang mau kamu ucapin? Empati itu nggak cuma bikin hubungan lebih baik, tapi juga melatih kecerdasan emosional kamu. Dan, kecerdasan emosional ini penting banget buat sukses di kehidupan sosial.

Pas kamu bisa ngontrol emosi dan nggak ngomong saat lagi marah, hubungan kamu sama orang lain bakal lebih harmonis. Mereka bakal merasa dihargai dan didengar, yang otomatis bikin kepercayaan meningkat. Kamu juga terhindar dari rasa nyesel gara-gara ngomong sembarangan. Nggak cuma itu, ngontrol emosi juga bikin kesehatan mental kamu lebih baik. Marah terus-terusan bisa bikin stres, yang akhirnya ngaruh ke fisik kayak tekanan darah tinggi atau susah tidur. Dengan belajar menenangkan diri, kamu nggak cuma melindungi hubungan, tapi juga kesehatan kamu sendiri.

Ngontrol emosi itu skill yang bisa dilatih, kok. Dalam psikologi, ini disebut "pengaturan emosi," yaitu kemampuan buat mengenali, memahami, dan mengelola emosi kamu sendiri. Kalau kamu bisa jadi pribadi yang lebih tenang, kamu nggak cuma bikin hidup kamu lebih damai, tapi juga jadi role model buat orang lain. Anak-anak, misalnya, bakal belajar dari cara kamu ngadepin masalah. Kalau mereka lihat kamu tetap tenang di tengah konflik, mereka bakal meniru sikap itu.

Selain itu, jadi pribadi yang bijak dan nggak gampang meledak-ledak bikin kamu lebih dihormati. Orang bakal lebih percaya sama kamu karena mereka tahu kamu nggak akan nyakitin mereka dengan kata-kata. Ingat, nggak ada manusia yang sempurna dalam ngelola emosi. Tapi setiap usaha kecil buat memperbaiki diri itu udah langkah besar. Sebelum ngomong, tanyain ke diri sendiri: "Apakah ini bakal menjadi solusi, atau justru menyakiti?" Dengan belajar ngontrol emosi, kamu nggak cuma menjaga hubungan, tapi juga membangun karakter yang lebih kuat dan dewasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun