Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Eduparenting, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel dan penggiat puisi esai di Bandung Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Hadiah Tahun Baru Yang Mencekik Rakyat Kecil

30 Desember 2024   12:21 Diperbarui: 30 Desember 2024   12:21 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : bingimage.com AI


Saat kalender beralih dari Desember ke Januari, kebanyakan orang berharap tahun baru membawa secercah harapan. Namun, tahun ini, rakyat Indonesia justru dihadapkan pada kenyataan pahit: kenaikan pajak 12%. Sebuah "hadiah" tahun baru yang tidak diharapkan, namun harus diterima dengan berat hati. Bagi mereka yang hidup dengan penghasilan di bawah atau setara dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), kebijakan ini seakan menambah beban yang sudah terlalu berat untuk dipikul.

Mari kita mulai dengan gambaran sederhana: UMK di beberapa daerah di Indonesia masih jauh dari angka yang layak untuk hidup. Di Jakarta, misalnya, UMK tahun 2023 berada di kisaran Rp4,9 juta. Namun, angka ini tidak mencerminkan kenyataan hidup yang dihadapi banyak keluarga. Biaya sewa rumah, kebutuhan pokok, pendidikan anak, transportasi, hingga kebutuhan darurat sering kali menggerus gaji sebelum akhir bulan tiba. Banyak pekerja yang terpaksa berutang hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Kini, dengan kenaikan pajak 12%, tekanan ekonomi semakin meningkat. Bayangkan, dengan gaji yang pas-pasan, rakyat harus merelakan lebih banyak untuk pajak. Dampaknya tidak hanya dirasakan pada tingkat individu, tetapi juga menjalar ke sektor-sektor lain dalam perekonomian.

Imbas Kenaikan Pajak yang Meluas

Kenaikan pajak tentu saja tidak hanya berdampak pada pekerja berupah minimum. Biaya hidup secara keseluruhan akan meningkat karena pajak tambahan ini memengaruhi harga barang dan jasa. Produsen yang terkena pajak lebih tinggi cenderung membebankan biaya tersebut kepada konsumen. Akibatnya, harga bahan pokok seperti beras, minyak goreng, dan telur kemungkinan besar akan melonjak. Demikian pula dengan layanan kesehatan, transportasi, hingga pendidikan.

Bagi kelas menengah yang baru saja mulai menabung atau berinvestasi untuk masa depan, kenaikan pajak ini juga menjadi pukulan telak. Mereka yang selama ini mengandalkan subsidi atau keringanan dari pemerintah mungkin harus mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan sekunder atau bahkan primer. Semua ini menciptakan lingkaran setan yang memperparah kesenjangan sosial di masyarakat.

Kesenjangan Kemiskinan yang Semakin Lebar

Indonesia telah lama bergelut dengan kesenjangan ekonomi. Data menunjukkan bahwa jurang antara kelompok kaya dan miskin semakin melebar dari tahun ke tahun. Kenaikan pajak ini hanya akan memperburuk situasi. Bagi mereka yang memiliki penghasilan tinggi, tambahan 12% mungkin terasa sebagai gangguan kecil. Namun, bagi mereka yang berpenghasilan rendah, setiap rupiah sangat berarti. Ketika kebutuhan pokok menjadi semakin mahal, mereka yang berada di bawah garis kemiskinan akan semakin sulit keluar dari jerat tersebut.

Selain itu, kenaikan pajak ini juga berdampak pada sektor informal, yang sering kali menjadi penyelamat bagi mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Pedagang kecil, tukang ojek, dan buruh harian akan merasakan penurunan daya beli masyarakat, yang berarti pendapatan mereka juga akan tertekan. Dalam jangka panjang, hal ini akan memicu peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan.

Tentu pemerintah memiliki alasan di balik kebijakan kenaikan pajak ini. Salah satunya adalah untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendanai berbagai program pembangunan. Namun, apakah langkah ini benar-benar efektif? Banyak ahli ekonomi berpendapat bahwa menaikkan pajak di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya dari pandemi adalah langkah yang kontraproduktif. Alih-alih mendorong pertumbuhan, kebijakan ini justru dapat memperlambat pemulihan ekonomi.

Sebagai alternatif, pemerintah bisa mempertimbangkan langkah-langkah lain seperti memperluas basis pajak. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi celah bagi penghindaran pajak dan meningkatkan kepatuhan pajak di kalangan pengusaha besar. Selain itu, peninjauan ulang terhadap alokasi anggaran juga diperlukan untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang dikumpulkan melalui pajak benar-benar digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

Kenaikan pajak ini bukan hanya soal angka di atas kertas. Ini adalah soal kehidupan jutaan rakyat Indonesia yang akan semakin sulit memenuhi kebutuhan dasar mereka. Pemerintah perlu mendengarkan suara rakyat dan mempertimbangkan dampak kebijakan ini secara mendalam. Transparansi dalam pengelolaan anggaran dan komunikasi yang jelas mengenai manfaat kenaikan pajak ini juga sangat penting untuk menghindari ketidakpercayaan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun