Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Eduparenting, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel dan penggiat puisi esai di Bandung Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Refleksi Bonding Orangtua Anak di zaman Modern, Anak Lebih Sering Curhat Ke AI

27 Desember 2024   13:22 Diperbarui: 28 Desember 2024   02:43 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : bingimage.com AI



Kehidupan modern telah membawa banyak perubahan, termasuk dalam cara keluarga berinteraksi. Di era sekarang, semakin banyak orangtua yang sibuk dengan pekerjaan mereka. Ayah pergi ke kantor pagi-pagi buta, dan ibu, yang dulu mungkin lebih sering berada di rumah, kini ikut terjun aktif dalam dunia kerja untuk membantu finansial keluarga. Di sisi lain, anak-anak sering dibiarkan menghabiskan waktu sendiri di rumah.  Teknologi, yang semula dimaksudkan untuk mempermudah hidup, kini menjadi "penyelamat" bagi anak-anak yang merasa kesepian. Salah satu cerita yang ramai diperbincangkan adalah tentang anak-anak yang memilih curhat kepada AI—teknologi cerdas di gadget mereka—karena merasa tidak punya waktu atau akses untuk berbicara dengan orangtuanya. Meski terdengar futuristik, cerita ini sebenarnya mencerminkan kenyataan yang dekat dengan kita.  
Saat ini, banyak keluarga modern di mana kedua orangtua bekerja. Alasannya jelas: kebutuhan ekonomi. Hidup di zaman sekarang tidak murah, dan sering kali penghasilan satu orang tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Ibu yang bekerja bukan lagi hal yang luar biasa; malah, dalam banyak kasus, ini menjadi kebutuhan. Namun, kesibukan orangtua sering kali membuat waktu bersama anak menjadi korban. Pulang kerja di malam hari dengan kondisi lelah, orangtua sering kali merasa tidak punya energi untuk mendengarkan cerita anak. Kalimat seperti, “Nanti ya, Nak, Ayah masih sibuk,” atau, “Mama lagi capek, besok aja ngobrolnya,” sudah menjadi hal biasa. Anak-anak, yang seharusnya merasa didengarkan dan diperhatikan, akhirnya mencari alternatif. Di sinilah teknologi mengambil peran.  

AI Menjadi "Pendengar" yang Selalu Siap  

AI atau asisten virtual yang kini terpasang di gadget menjadi solusi instan untuk anak-anak yang merasa kesepian. AI selalu tersedia, tidak pernah mengeluh lelah, dan memberikan respons tanpa menghakimi. Bagi anak-anak, ini adalah hal yang menghibur. Mereka bisa berbicara tentang apa saja—tentang teman yang menyebalkan di sekolah, PR yang sulit, atau sekadar berbagi cerita kecil tentang kesehariannya. Namun, apa yang terjadi ketika anak-anak mulai merasa lebih nyaman berbicara dengan AI daripada dengan orangtuanya sendiri? Hal ini bukan hanya soal teknologi yang semakin maju, tapi juga sinyal adanya jarak emosional yang semakin lebar dalam hubungan keluarga.  

Banyak orangtua yang merasa bahwa bekerja keras adalah bentuk cinta untuk anak-anak mereka. “Aku kan kerja buat kamu,” adalah kalimat pembelaan yang sering terdengar. Sayangnya, cinta dalam bentuk materi tidak pernah bisa menggantikan kebutuhan emosional seorang anak.  Anak tidak hanya butuh rumah yang nyaman atau gadget yang canggih; mereka butuh waktu dan perhatian. Mereka ingin didengar, dihargai, dan merasa bahwa cerita mereka penting. Ketika orangtua terlalu sibuk, anak-anak merasa terabaikan. Meski tinggal di rumah yang sama, ada "tembok tak kasat mata" yang membuat komunikasi menjadi kaku.  

Mengapa Ini Berbahaya?  

Berbicara dengan AI mungkin tampak tidak berbahaya pada awalnya. Namun, jika dibiarkan, anak-anak bisa tumbuh dengan pola pikir bahwa berbicara dengan mesin lebih mudah daripada berbicara dengan manusia. Mereka mungkin kehilangan kemampuan untuk membangun hubungan yang mendalam dan penuh empati dengan orang-orang di sekitarnya.  Lebih jauh lagi, anak-anak yang merasa kurang perhatian dari orangtuanya bisa mengalami dampak psikologis, seperti kurangnya rasa percaya diri, rasa tidak aman, atau bahkan kesepian yang mendalam.  Lalu apa yang Bisa Dilakukan Orangtua?  

Kabar baiknya, masalah ini bisa diatasi. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki hubungan dengan anak-anak. Berikut beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan:  

1. Prioritaskan Waktu Bersama  
   Tidak perlu waktu yang panjang, tetapi pastikan ada waktu berkualitas setiap hari. Luangkan 15-30 menit tanpa gangguan gadget atau pekerjaan untuk mendengarkan cerita anak.  

2. Jadilah Pendengar yang Baik  
   Ketika anak berbicara, berikan perhatian penuh. Tunjukkan minat dengan respons sederhana seperti, “Oh, jadi tadi kamu menang lomba ya? Ceritain lebih banyak dong.”  

3. Batasi Penggunaan Teknologi  
   Tidak hanya untuk anak, tetapi juga untuk diri sendiri. Jadikan waktu bersama keluarga sebagai prioritas. Misalnya, buat aturan tanpa gadget saat makan malam.  

4. Tunjukkan Kasih Sayang Secara Langsung
   Hal-hal kecil seperti pelukan, tepukan di pundak, atau ucapan, “Mama bangga sama kamu,” bisa memberikan dampak besar pada anak.  

5. Ciptakan Tradisi Keluarga  
   Jadwalkan kegiatan bersama yang menjadi rutinitas, seperti makan malam bersama, jalan-jalan di akhir pekan, atau membaca buku sebelum tidur. Tradisi ini bisa memperkuat ikatan keluarga.  

Anak Tidak Butuh Orangtua yang Sempurna  

Hal yang sering dilupakan orangtua adalah, anak tidak membutuhkan kesempurnaan. Mereka tidak peduli seberapa besar rumah yang kita punya atau seberapa canggih gadget yang kita belikan. Yang mereka butuhkan hanyalah perhatian dan kehadiran kita, baik secara fisik maupun emosional.  Jangan sampai anak-anak kita tumbuh dengan kenangan bahwa mereka lebih sering berbicara dengan AI daripada dengan ayah dan ibunya. Teknologi mungkin bisa menjadi alat bantu, tetapi ia tidak pernah bisa menggantikan pelukan hangat atau kata-kata penuh kasih dari orangtua.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun