Menulis Puisi Esai dengan Bantuan AI: Kreativitas di Era Teknologi
Festival Puisi Esai di Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, yang digelar di Taman Ismail Marzuki pada tgl 13-14 Desember 2024, menjadi perhelatan menarik bagi pecinta sastra. Acara tersebut menghadirkan beberapa narasumber ternama, seperti Amelia Fitriani, Irsyad Mohammad, dan Gunawan Trihantoro, dengan Milastri Muzakkar sebagai moderator. Salah satu tema utama yang dibahas adalah bagaimana teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI), dapat berperan dalam proses kreatif menulis puisi esai.
Diskusi ini memantik perdebatan menarik tentang potensi dan tantangan yang dihadirkan oleh AI dalam ranah sastra. Di satu sisi, AI dianggap sebagai alat bantu yang dapat membantu penulis menyempurnakan karya mereka. Di sisi lain, muncul kekhawatiran bahwa penggunaan AI dapat menghilangkan sentuhan personal dan keaslian karya sastra.
Amelia Fitriani menjelaskan mengapa AI menjadi begitu menarik dalam konteks menulis. Menurutnya, teknologi ini membuka peluang baru, tidak hanya bagi penulis yang sudah berpengalaman, tetapi juga bagi mereka yang sebelumnya tidak memiliki latar belakang sebagai penulis. "Dengan bantuan AI, siapa pun yang memiliki ide dan keinginan bisa mulai menulis," katanya. Hal ini, menurut Amelia, adalah revolusi dalam dunia sastra, karena memberikan akses lebih luas kepada khalayak untuk berpartisipasi dalam menciptakan karya sastra. Ia menegaskan bahwa AI harus dilihat sebagai alat yang memperluas kemungkinan, bukan membatasi kreativitas.
Irsyad Mohammad memberikan contoh konkret bagaimana ia menggunakan AI dalam karyanya. Ia mengungkapkan bahwa dirinya menulis puisi esai dalam bahasa Esperanto dengan bantuan asisten AI. Proses ini, menurutnya, sangat membantu dalam mengatasi kendala bahasa dan memperluas jangkauan kreativitasnya. "AI menjadi teman diskusi yang tak kenal lelah," ujarnya sambil tersenyum. Irsyad merasa AI memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi gaya dan bahasa yang mungkin sebelumnya sulit dicapai secara manual.
Gunawan Trihantoro membawa pendekatan yang berbeda. Ia berbagi pengalaman tentang keberhasilannya membangun sebuah desa kreator AI, sebuah komunitas yang mendorong individu untuk berkarya dengan bantuan teknologi ini. "Di desa kreator AI, kami berusaha menumbuhkan semangat kreatif dalam masyarakat," kata Gunawan. Dengan dukungan teknologi, banyak anggota komunitas yang sebelumnya tidak percaya diri untuk menulis kini dapat menciptakan karya-karya yang bermakna. Desa ini menjadi bukti nyata bagaimana AI dapat memberdayakan banyak orang untuk menjadi kreator.
"AI Sebagai Alat Bantu, Bukan Pengganti"
Dalam pemaparannya, Amelia Fitriani menekankan bahwa AI hanyalah alat bantu, bukan pengganti kreativitas manusia. "AI bisa membantu kita menemukan diksi yang lebih segar atau menyusun struktur naratif yang lebih solid, tetapi jiwa dari sebuah puisi esai tetap berasal dari penulisnya," ujarnya. Amelia juga menambahkan bahwa penggunaan AI harus dilihat sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas karya, bukan mengurangi nilai orisinalitas.
Irsyad Mohammad memberikan contoh konkret bagaimana AI dapat digunakan untuk memperluas wawasan penulis. Dengan akses ke berbagai sumber data, AI mampu memberikan inspirasi baru, baik berupa tema, simbol, maupun referensi historis yang relevan. "AI bisa menjadi perpustakaan mini yang selalu tersedia di genggaman kita," katanya. Namun, Irsyad juga mengingatkan bahwa tanpa kreativitas dan wawasan yang mendalam dari penulis, hasil yang diberikan AI akan terasa kaku dan kurang berjiwa.
Gunawan Trihantoro menyoroti aspek teknis dalam menggunakan AI. Ia menjelaskan bahwa AI dapat membantu menyusun struktur esai yang lebih rapi atau memberikan saran untuk memperbaiki alur cerita. Namun, ia juga menekankan pentingnya sentuhan manusia dalam menambahkan "rasa" ke dalam puisi esai. "Bagus atau tidaknya karya yang dihasilkan dengan bantuan AI tetap tergantung pada imajinasi dan kepekaan penulis dalam menyisipkan emosi ke dalam karyanya," ujar Gunawan.
Kekhawatiran Hilangnya Kreativitas
Meskipun banyak manfaat yang ditawarkan oleh AI, tidak sedikit pula kekhawatiran yang muncul. Beberapa peserta festival mempertanyakan apakah penulis yang menggunakan AI masih bisa disebut sebagai "penulis" atau hanya sekadar "penulis prompt". Kekhawatiran ini berakar pada anggapan bahwa penggunaan teknologi secara berlebihan dapat mengikis orisinalitas dan kreativitas.