Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Eduparenting, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel dan penggiat puisi esai di satupena Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Momen Lucu di Ruang Persalinan, Efek Awal Daddy Blues

11 Desember 2024   12:13 Diperbarui: 11 Desember 2024   16:01 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: bingimage.com AI


Seorang pria, seringkali dihadapkan pada stigma maskulinitas yang membuatnya harus selalu tampil kuat, tenang, dan siap menghadapi apapun. Namun, semua teori ini bisa dengan mudah hancur berkeping-keping begitu momen menjadi seorang ayah tiba. Saya yakin banyak pria setuju bahwa pengalaman pertama menjadi ayah adalah salah satu momen paling mengharukan sekaligus paling menegangkan dalam hidup. Saya pun punya cerita kocak dari seorang teman yang baru saja menjalani pengalaman ini.

Mari kita panggil teman saya ini dengan nama Budi. Budi adalah tipe pria yang biasanya santai dan penuh canda, tapi siapa sangka, begitu mendekati momen kelahiran anak pertamanya, dia berubah menjadi pribadi yang sangat berbeda.

Hari itu tiba. Budi dan istrinya, Wati, sudah di rumah sakit sejak subuh. Budi, dengan penuh percaya diri (setidaknya begitu terlihat), mengatakan akan mendampingi istrinya sepanjang proses persalinan. Tapi, saat benar-benar dihadapkan pada realita ruang persalinan, keberanian itu menguap entah ke mana. Begitu melihat peralatan medis dan mendengar suara-suara di dalam ruangan, Budi memutuskan untuk mundur teratur. "Aku nggak siap, nggak siap," katanya sambil melambaikan tangan seperti peserta audisi yang gagal.

Jadilah Budi hanya mondar-mandir di lorong rumah sakit. Kadang dia berhenti di depan pintu ruang persalinan, menempelkan telinga ke dinding, lalu berjalan lagi ke arah toilet. "Kamu bolak-balik kayak setrikaan," ledek salah satu kerabat. Tapi Budi terlalu gugup untuk peduli.

Tiba-tiba, terdengar suara tangisan bayi dari dalam ruang persalinan. Budi langsung berdiri mematung. Dia melirik pintu, lalu menengok ke arah toilet, seperti sedang mencari tempat sembunyi. Akhirnya, dia memberanikan diri masuk. Di dalam ruangan, Wati sedang terbaring kelelahan tapi tersenyum, sementara bayi mereka yang mungil sudah dibungkus selimut biru. 

"Budi, ini anak kita," kata Wati sambil terisak bahagia. Dan di situlah momen epik terjadi.

Budi, yang emosinya sudah campur aduk, langsung mengangkat bayi itu seperti sedang mengangkat trofi juara dunia. Tapi karena belum terbiasa menggendong bayi, posisi tangannya kaku seperti orang yang sedang membawa nampan berisi gelas penuh air. Suster di sebelahnya buru-buru membantu menyesuaikan posisi gendongan. 

"Pak, posisi gendongnya seperti ini," ujar suster seraya membetulkan posisi Budi.

Setelah suasana agak tenang, Budi bersiap menjalankan kewajiban sebagai ayah Muslim: mengumandangkan adzan di telinga bayinya. Namun, entah karena terlalu gugup atau pikirannya sedang terbang ke tempat lain, yang keluar dari mulut Budi bukan adzan, melainkan takbir. 

"Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar La ilaha ilalah..." Semua orang di ruangan itu terdiam, lalu beberapa detik kemudian meledak dalam tawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun