Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Penulis Poem, Eduparenting, Trip, dan Ghost Story. Sangat Menyukai Traveling dan Dunia Literasi Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ketika Istri Berkontribusi Secara Finansial, Haruskah Tetap Mengurus Rumah?

26 November 2024   09:15 Diperbarui: 26 November 2024   10:06 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Tuntutan peran ganda terhadap para istri terhadap pentingnya keterlibatan secara finansial demi menyokong ekonomi keluarga yang sejahtera, meanwhile ketimpangan sering terjadi dimana istri terlibat peran ganda dimana urusan rumah tetap harus selesai sementara disatu sisi tetap harus ikut menyokong secara finansial, bukankah secara berkelanjutan hal ini dapat menyebabkan kelelahan secara fisik dan mental bagi salah satu pihak.


"Ketika Istri Berkontribusi Secara Finansial, Haruskah Tetap Mengurus Rumah?" Atau sebaliknya"Bisakah Istri Hanya Fokus Mengurus Rumah Tanpa Berkontribusi Secara Finansial?"

Pertanyaan ini seolah menjadi tamparan bagi realitas masa kini. Di tengah gempuran kebutuhan hidup yang semakin mahal, memposisikan seorang istri hanya sebagai pengurus rumah tangga tanpa kontribusi finansial tampaknya kian sulit. 

Biaya hidup yang terus meningkat, ditambah dengan fakta bahwa UMP (Upah Minimum Provinsi) Indonesia termasuk urutan keenam yang terendah di dunia, menjadikan skenario ini hampir mustahil bagi mayoritas keluarga Indonesia yang memiliki penghasilan mengacu pada UMP.

Realitas Ekonomi dan Perubahan Peran
Hidup di tengah tekanan finansial membuat banyak keluarga Indonesia bergantung pada dua sumber penghasilan. UMP yang rendah seringkali hanya cukup untuk kebutuhan dasar seperti makan, transportasi, dan pendidikan anak. Dengan kondisi ini, tidak mengherankan jika banyak istri yang merasa perlu ikut membantu ekonomi keluarga. 

Walaupun secara norma tradisional pemenuhan finansial bukan kewajiban istri, tetapi pada kenyataannya, kontribusi finansial dari seorang istri sering kali menjadi penyelamat keluarga dari kesulitan ekonomi.

Namun, ketika seorang istri memutuskan untuk bekerja, muncul tantangan lain: ekspektasi terhadap peran ganda yang sering kali tidak seimbang. Selain bekerja, istri tetap diharapkan mengurus semua pekerjaan rumah tangga—mulai dari memasak, membersihkan rumah, hingga mengurus anak—tanpa dukungan berarti dari suami atau anggota keluarga lainnya.

Dukungan Suami dan Pembagian Peran yang Setara

Penting untuk disadari bahwa istri bukanlah robot yang bisa bekerja tanpa batas. Mereka juga manusia yang lelah, yang butuh istirahat, dan yang memiliki kapasitas mental terbatas. 

Jika seorang istri turut berkontribusi secara finansial, maka logis jika tanggung jawab operasional rumah tangga dibagi secara adil dengan suami. Sayangnya, di banyak rumah tangga, beban kerja domestik masih dianggap sebagai tanggung jawab penuh istri. 

Hal ini sering kali berakar pada budaya patriarki yang mengakar kuat, di mana laki-laki merasa bahwa kerja di luar rumah sudah cukup untuk menghindarkan mereka dari tanggung jawab domestik. 

Padahal, dalam situasi di mana istri juga bekerja, pandangan semacam ini tidak lagi relevan. Kerja sama yang baik antara suami dan istri menjadi kunci untuk menciptakan pernikahan yang sehat dan harmonis.

Pembagian peran yang setara bukan berarti suami harus memikul semua pekerjaan rumah, tetapi ada koordinasi yang adil. Misalnya, suami dapat membantu membersihkan rumah, mengurus anak, atau memasak, sementara istri juga menyeimbangkan antara pekerjaan kantor dan tugas rumah tangga. 

Dengan pembagian ini, tidak ada pihak yang merasa terbebani secara berlebihan, sehingga kesehatan fisik dan mental masing-masing tetap terjaga.

Mengubah Perspektif tentang Peran Gender


Salah satu langkah penting adalah mengubah pola pikir tentang peran gender dalam rumah tangga. Pekerjaan rumah tidak seharusnya hanya menjadi tanggung jawab istri. Suami yang ikut aktif dalam tugas rumah tangga tidak hanya menunjukkan rasa hormat kepada pasangannya, tetapi juga menciptakan lingkungan keluarga yang lebih setara dan suportif.

Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga dengan pembagian peran yang setara juga cenderung memiliki pandangan yang lebih terbuka tentang gender. Mereka belajar bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki tanggung jawab yang sama dalam membangun dan menjaga keharmonisan keluarga.

Komunikasi sebagai Kunci Harmoni

Hal lain yang tidak kalah penting adalah komunikasi. Pasangan suami-istri harus secara terbuka mendiskusikan harapan, batasan, dan kebutuhan masing-masing. Jika istri merasa terlalu lelah dengan beban kerja ganda, hal ini harus disampaikan kepada suami. 

Begitu juga sebaliknya, jika suami merasa pekerjaannya terlalu berat, maka pasangan harus mencari solusi bersama. 

Diskusi semacam ini bukan hanya soal mencari siapa yang harus melakukan apa, tetapi juga membangun empati. Dengan saling memahami beban dan tanggung jawab masing-masing, pasangan dapat menciptakan harmoni dalam pernikahan.


"Jadi, bisakah istri saat ini hanya fokus mengurus rumah? Jawabannya sangat bergantung pada kondisi dan kesepakatan masing-masing pasangan. Namun, dalam konteks realitas ekonomi saat ini, di mana kebutuhan hidup kian mahal dan penghasilan sering kali tidak mencukupi, istri sering kali perlu turut serta dalam mencari nafkah. Kontribusi finansial istri bukanlah bentuk pelanggaran terhadap norma, melainkan bukti dari semangat kerja sama dalam keluarga."


Yang perlu diingat adalah, kontribusi ini harus diimbangi dengan pembagian peran yang adil dalam rumah tangga. Dukungan suami, koordinasi yang baik, dan komunikasi yang terbuka adalah kunci untuk memastikan kesejahteraan semua pihak dalam keluarga. 

Karena pada akhirnya, keluarga yang bahagia adalah keluarga yang saling mendukung, bekerja sama, dan memahami satu sama lain—bukan yang menempatkan beban berat pada satu pihak saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun