Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Eduparenting, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel dan penggiat puisi esai di satupena Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Efektifkah UN Kembali Diterapkan Jika Anak Kelas 6 SD Masih Mengeja?

15 November 2024   07:28 Diperbarui: 15 November 2024   07:31 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan di Indonesia kembali menjadi sorotan publik setelah pergantian susunan kabinet menteri membawa wacana besar: apakah Ujian Nasional (UN) akan kembali diberlakukan? Di tengah penerapan Kurikulum Merdeka sejak 2021, isu ini memicu diskusi tentang efektivitas sistem pendidikan saat ini, terlebih ketika realitas di lapangan menunjukkan bahwa sejumlah siswa kelas 6 SD bahkan masih kesulitan membaca, menulis, dan berhitung (Calistung). Apakah kebijakan lama seperti UN adalah solusi terbaik, atau justru kita memerlukan reformasi yang lebih holistik?


Kurikulum Merdeka :  Tujuan Ideal VS Realita Lapangan

Kurikulum Merdeka dirancang untuk memberikan siswa kebebasan belajar tanpa tekanan seperti sistem rangking dan ujian nasional. Salah satu elemen pentingnya adalah "Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila" (P5), yang mendorong siswa mengeksplorasi minat dan bakat mereka sambil membangun karakter positif. Pada dasarnya, tujuan Kurikulum Merdeka sangat ideal: menciptakan generasi yang tidak hanya unggul secara akademis tetapi juga memiliki kepribadian yang kuat.

Namun, di lapangan, penerapannya menghadapi tantangan serius. Banyak siswa kelas 6 SD bahkan hingga tingkat SMP dan SMA masih mengalami kesulitan membaca. Hal ini mengkhawatirkan, karena membaca adalah kunci untuk mempelajari semua mata pelajaran. Jika anak buta huruf, bagaimana mereka dapat memahami materi yang diajarkan? Data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2022 menunjukkan bahwa 52% siswa SD di Indonesia belum mencapai tingkat literasi dasar yang memadai.

Selain itu, penghapusan sistem rangking dan larangan mengulang kelas justru menimbulkan dampak negatif. Beberapa guru mengeluhkan bahwa siswa kehilangan motivasi untuk belajar, karena merasa tidak ada konsekuensi nyata jika mereka tidak berusaha keras. Kondisi ini memicu munculnya "bibit-bibit pemalas," yang ironisnya bertolak belakang dengan tujuan Kurikulum Merdeka untuk menciptakan siswa yang mandiri dan berkarakter.

Apakah Kembalinya Ujian Nasional Solusi yang Tepat?

Ujian Nasional (UN) pernah menjadi standar evaluasi pendidikan di Indonesia. Meski dikritik karena dianggap menekan siswa dengan ujian berbasis hasil akhir, UN memastikan siswa memiliki tingkat kompetensi minimal di mata pelajaran utama. Dengan gagasan untuk mengembalikan UN menjadi masuk akal bagi sebagian pihak. UN dianggap sebagai alat untuk memaksa siswa dan guru fokus pada pencapaian standar kompetensi dasar. Namun, kritik terhadap UN juga tidak bisa diabaikan. Penilaian berbasis ujian akhir sering kali mengabaikan proses belajar siswa dan menciptakan ketimpangan pendidikan. Siswa yang tinggal di daerah terpencil, misalnya, sering tidak memiliki akses ke sumber daya yang sama seperti siswa di kota besar, sehingga mereka cenderung tertinggal. Belum lagi dengan kondisi siswa saat ini yang sudah terbiasa dengan penerapan Kurikulum Merdeka, tentu hal ini akan menjadi berat karena banyak siswa yang harus kerja keras untuk mengejar keterlambatannya.

Tantangan dalam Dunia Kerja dan Pentingnya Literasi Dasar

Di dunia kerja, tuntutan untuk memiliki keterampilan ganda semakin tinggi. Tidak hanya kemampuan teknis, pekerja juga dituntut memiliki kemampuan literasi yang baik, seperti membaca laporan, memahami instruksi, dan menulis dokumen. Keterampilan ini menjadi dasar untuk pengembangan diri dan karier. Namun, laporan dari Program for International Student Assessment (PISA) 2018 menunjukkan bahwa kemampuan literasi siswa Indonesia berada di peringkat 72 dari 79 negara. Hal ini menjadi cerminan bahwa ada sesuatu yang salah dalam sistem pendidikan kita. Dengan banyaknya siswa yang belum lancar membaca, bagaimana Indonesia dapat bersaing di era globalisasi?
Selain itu, pola pikir masyarakat yang menganggap bahwa "untuk kaya tidak perlu pintar" juga perlu diubah. Pola pikir ini menciptakan mentalitas malas belajar, yang pada akhirnya memperburuk kualitas sumber daya manusia Indonesia. Padahal, pendidikan adalah kunci untuk keluar dari lingkaran kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup.

Perlu Kebijakan yang Seimbang

Mengembalikan UN atau mempertahankan Kurikulum Merdeka sebenarnya bukan pilihan yang harus bersifat hitam putih. Sistem pendidikan yang ideal adalah yang seimbang, mampu mengintegrasikan penilaian berbasis standar nasional dengan kebebasan belajar. Beberapa rekomendasi untuk mencapainya antara lain:

1. Penguatan Literasi Dasar: Pemerintah perlu memastikan bahwa literasi dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung menjadi fokus utama di tingkat pendidikan dasar (SD). Program literasi wajib diperkuat dengan pelatihan guru dan pengadaan buku bacaan berkualitas.

2. Evaluasi Berbasis Kompetensi: Alih-alih mengembalikan UN secara utuh, pemerintah dapat menerapkan evaluasi berbasis kompetensi yang dilakukan bertahap dan fleksibel, sehingga siswa tidak hanya dinilai dari satu ujian akhir.

3. Peningkatan Kualitas Guru: Pelatihan guru untuk memahami dan menerapkan Kurikulum Merdeka perlu ditingkatkan. Guru juga harus diberi kebebasan berinovasi tanpa melupakan tujuan pembelajaran dasar.

4. Sosialisasi Pola Pikir Baru: Pemerintah dan sekolah harus aktif mengubah pola pikir masyarakat tentang pentingnya pendidikan. Edukasi kepada orang tua mengenai peran mereka dalam mendukung proses belajar anak sangat diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun