Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Penulis Poem, Eduparenting, Trip, dan Ghost Story. Sangat Menyukai Traveling dan Dunia Literasi Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mengapa Anak Lebih Nyaman Bercerita dengan Teman daripada Orangtua?

14 November 2024   04:32 Diperbarui: 14 November 2024   07:48 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pernahkah Anda merasa kesulitan untuk membuat anak terbuka dan bercerita tentang kesehariannya? Sementara di sisi lain, anak tampak lancar berbagi cerita dengan teman-temannya, bahkan sering terdengar tawa ceria di antara mereka. Fenomena ini bukanlah hal yang asing. Banyak hubungan antara orangtua dan anak yang terasa canggung dan kaku, sehingga menciptakan jarak emosional. Jarak inilah yang sering kali menjadi penghalang bagi anak untuk terbuka kepada orangtua.  Sebagai orangtua, penting untuk memahami mengapa anak lebih nyaman berbicara dengan temannya dibanding dengan kita, orangtuanya. 

Di satu sisi anak bisa memiliki komunikasi yang sangat baik dengan lingkungannya, tapi sebaliknya komunikasi yang terjalin dengan orangtuanya sangat buruk. Bagaimana jika lingkungan tempat ia bergaul nyatanya adalah lingkungan yang buruk? Tentu hal ini bisa menjadi masalah yang sangat krusial, dimana anak bisa lebih mudah terjerumus kedalam perbuatan-perbuatan negatif karena kurang kuatnya fondasi yang terbentuk dalam keluarga.  

Lalu Mengapa Anak Bisa Lebih Terbuka dengan Temannya daripada Orangtuanya?

Apakah ini semata-mata karena usia anak yang mulai mencari kemandirian, atau ada sesuatu yang tidak disadari sudah membentuk pola komunikasi yang buruk sejak dini. Berikut adalah beberapa alasan yang bisa menjadi penyebab utama, mengapa anak lebih terbuka dengan temannya dibanding dengan orangtuanya: 


1. Lingkungan yang Bebas dari Tekanan
Anak cenderung merasa lebih nyaman berbicara dengan teman karena mereka merasa lingkungan itu bebas dari tekanan. Teman sebaya cenderung mendengarkan tanpa menghakimi, memberikan respon yang santai, dan tidak menuntut standar tertentu. Sebaliknya, beberapa anak merasa takut untuk terbuka kepada orangtua karena khawatir akan kritik, nasihat yang terlalu mendominasi, atau rasa kecewa yang mungkin muncul.  Sebagai orangtua, kita perlu menciptakan suasana yang mendukung anak untuk berbicara. Jadilah pendengar yang baik tanpa langsung memberikan komentar atau nasihat. Biarkan anak merasa bahwa dia didengar, dihargai, dan tidak dihakimi.  

2. Pola Komunikasi yang Kaku
Komunikasi yang kaku sering kali menjadi penghambat dalam hubungan orangtua-anak. Banyak orangtua yang secara tidak sadar hanya fokus pada aspek-aspek tertentu, seperti nilai akademik, kedisiplinan, atau prestasi anak. Pertanyaan-pertanyaan seperti, "Bagaimana nilai ulanganmu?" atau "Kenapa PR-nya belum selesai?"bisa membuat anak merasa bahwa komunikasi dengan orangtua hanya berpusat pada tuntutan dan tanggung jawab.  Sebaliknya, teman-teman biasanya bertanya tentang hal-hal yang lebih santai dan relevan dengan keseharian mereka, seperti hobi, cerita lucu, atau pengalaman seru. Hal ini membuat percakapan terasa lebih ringan dan menyenangkan. Orangtua bisa belajar untuk mengadopsi pendekatan yang serupa dengan mengajukan pertanyaan yang lebih personal dan empatik, seperti, "De, gimana tadi di sekolah Ade seneng nggak?" atau "De, games apa yang lagi seru nih?"
"Ade capek ya banyak PR terus? Nanti pas liburan kita jalan-jalan ya." pertanyaan yang tampak sederhana itu, bisa lebih memvalidasi perasaan anak dan membuatnya lebih terbuka.


3. Kurangnya Kedekatan Emosional yang Terbangun Sejak Dini
Kedekatan emosional tidak bisa dibangun dalam semalam, apalagi jika anak sudah beranjak remaja. Masa kecil adalah periode emas untuk menanamkan rasa aman dan nyaman pada anak. Sayangnya, banyak orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan atau urusan lain sehingga melewatkan momen-momen penting bersama anak.  Ketika orangtua tidak meluangkan waktu untuk anak sejak dini, anak mungkin tumbuh dengan perasaan bahwa orangtua bukanlah sosok yang bisa mereka andalkan untuk berbagi cerita. Kedekatan emosional membutuhkan waktu dan konsistensi. Mulailah dengan hal-hal sederhana, seperti makan malam bersama tanpa gangguan gadget, membaca buku cerita sebelum tidur, atau bermain bersama di akhir pekan.  

4. Takut akan Konsekuensi
Banyak anak merasa takut untuk berbicara jujur kepada orangtua karena mereka khawatir akan konsekuensi yang mungkin timbul, seperti hukuman, larangan, atau rasa marah dari orangtua. Jika anak pernah mengalami respon negatif seperti ini, mereka cenderung menarik diri dan mencari tempat lain untuk mencurahkan isi hati.  Orangtua perlu menciptakan lingkungan yang aman bagi anak untuk bercerita, bahkan ketika mereka melakukan kesalahan. Alih-alih bereaksi secara emosional, cobalah untuk tetap tenang dan berfokus pada solusi. Misalnya, jika anak mengaku mendapat nilai buruk, tanyakan apa yang membuatnya kesulitan dan tawarkan bantuan untuk memperbaiki masalah tersebut.  

5. Perbedaan Gaya Bahasa
Sering kali, ada perbedaan besar dalam cara orangtua dan anak berkomunikasi. Anak-anak dan remaja cenderung menggunakan bahasa yang santai dan penuh humor, sementara orangtua mungkin terbiasa dengan gaya bicara yang formal atau serius. Perbedaan ini bisa menciptakan kesenjangan yang membuat anak merasa kurang nyambung dengan orangtuanya. Cobalah untuk menyesuaikan gaya komunikasi dengan anak. Tidak perlu memaksakan diri untuk mengikuti slang mereka, tetapi tunjukkan bahwa Anda terbuka dan santai saat berbicara. Humor ringan juga bisa membantu mencairkan suasana.  

Langkah-langkah Membangun Kedekatan dengan Anak
Agar anak merasa nyaman berbicara dengan orangtua, kedekatan emosional harus dibangun sejak dini. Berikut beberapa langkah praktis yang bisa dilakukan:  
1. Luangkan Waktu Khusus untuk Anak: Jadwalkan waktu setiap hari untuk berbicara atau melakukan aktivitas bersama, seperti makan malam atau berjalan-jalan.  
2. Berikan Validasi Emosional: Dengarkan cerita anak tanpa menghakimi, dan akui perasaannya. Misalnya, katakan, "Ibu paham kamu sedih karena dimarahi teman, itu pasti rasanya tidak enak."
3. Hindari Fokus pada Kritik. Daripada mengomentari kesalahan anak, fokuslah pada upaya dan hal-hal positif yang dia lakukan.  
4. Jadilah Contoh yang Baik. Tunjukkan kepada anak bahwa Anda juga terbuka untuk berbagi cerita. Ini akan membuat mereka merasa bahwa komunikasi adalah jalan dua arah.  
5. Hargai Privasi Anak. Jangan memaksa anak untuk bercerita jika dia belum siap. Tunjukkan bahwa Anda selalu ada untuk mendengarkan kapan pun dia ingin berbicara.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun