Pagi itu, rutinitasku dimulai seperti biasa melangkah perlahan menyusuri jalanan Bandung yang baru saja dibasahi hujan semalam. Masih gelap tipis, udara di sekitar begitu segar, mendinginkan kulit dan menenangkan hati yang baru terbangun dari tidur. Langit di atas masih menyisakan awan kelabu, menggantung dengan lembut, seolah menutupi Bandung dalam selimut tipis yang menentramkan. Aroma tanah basah menyatu dengan hawa pegunungan yang sejuk, seperti pelukan alam yang memeluk.
Aku berjalan menembus kabut tipis pagi, membiarkan langkah-langkahku membawa diri pada pemandangan kota yang senantiasa memesona. Di perempatan jalan Cihampelas, aku terhenti sejenak, menatap alunan kecil yang selalu menjadi awal dari cerita setiap pagiku. Musisi jalanan sudah menempati panggung mereka. Di bawah langit mendung, aku menyaksikan Bandung yang hidup dengan ritmenya sendiri ramai tapi syahdu. Alunan lembut lagu "Fix You" dari Coldplay mengalun dari gitar yang dimainkan musisi itu. Nada-nadanya menyusup masuk ke dalam pikiranku, seolah menjadi pengantar untuk hari yang penuh harapan. Lagu itu tak sekadar melodi, tapi menjadi semacam seruan pelan bagi para pejuang pagi, membisikkan agar tetap melangkah, meski jalan hidup mungkin terasa berat. Setiap nada, setiap lirik yang diucapkan dengan suara pelan mengalun lembut, seperti memberi semangat yang tulus. Bandung, pikirku, selalu memiliki cara untuk menyentuh hati setiap orang yang singgah di kotanya.
Aku pun melanjutkan perjalanan, menyusuri jalanan yang mulai sedikit ramai oleh kendaraan yang berlalu-lalang. Terkadang, suara klakson mengisi pagi, membelah keheningan yang tadi begitu lembut. Namun, kemacetan dan riuhnya kota bukan lagi gangguan, itu hanyalah bagian dari hidup Bandung yang selalu menawarkan pengalaman, kesabaran, dan kehangatan di balik keletihan. Bandung memang selalu menjadi perpaduan yang ganjil tapi serasi, menyimpan rasa nyaman di tengah kekacauan.
Setelah menyusuri Cihampelas, tibalah aku di tempat tugasku sebagai pengajar. Sederhana memang, tapi di sinilah aku menemukan makna dalam menjalani kehidupan. Waktu bergerak perlahan, suara-suara murid yang berdiskusi mengisi ruang, berpadu dengan suara gemerisik halaman buku yang dibalik perlahan. Aku selalu merasa nyaman saat mengajar, seperti menemukan peran yang pas dalam fragmen kehidupan yang.
Namun, tak lama, perutku mulai memberi isyarat. Sebuah rasa lapar yang lembut, yang datang tanpa diminta, menjadi penanda kecil bahwa waktu telah berlalu. Saat itu juga, langit yang tadi mendung mulai meneteskan gerimis. Suara tetes air yang jatuh perlahan, menghantarkan kenangan pada satu penganan yang selalu jadi temanku di tengah rintik hujan, semangkok bakso. Hangat, gurih, dan menghibur di setiap suapannya.
Tak lama kemudian, aku memutuskan untuk keluar, menuju kedai bakso sederhana langgananku. Sebuah tempat kecil di pinggir jalan, tanpa hiasan yang mencolok, tapi menyimpan kehangatan yang sulit tergantikan. Sederhana, namun setiap kali aku duduk di sini, rasanya seperti pulang ke rumah. Mangkuk bakso pun diantarkan di depanku, mengepul hangat, aroma pedas dan gurihnya memenuhi indera penciumanku, membuat seluruh penat hari itu serasa menguap.
Saat kuhirup aroma kuah bakso yang menyegarkan, pikiranku mulai meracau tentang hal-hal kecil yang sering kali kita lupakan. Betapa sering kita terjebak dalam angan-angan besar, memimpikan kebahagiaan yang tampak jauh dan sulit tergapai. Padahal, kebahagiaan itu mungkin hadir dalam momen-momen sederhana seperti ini, dalam semangkuk bakso di siang hari yang basah, di sebuah kedai kecil yang bersahaja, ditemani hujan yang mengalun pelan. Mungkin hidup memang tak selamanya harus dipenuhi oleh impian-impian besar, mungkin, hidup juga tentang bersyukur atas hal-hal kecil yang menyentuh hati kita dengan cara yang tak terduga.
Sambil menikmati suapan demi suapan, aku menatap jalanan di luar sana yang mulai basah. Setiap kendaraan yang berlalu, setiap wajah yang melintas di balik tirai kedai, semuanya bercerita tentang kehidupan yang terus berjalan. Setiap orang tampaknya punya tujuannya masing-masing, tak ada yang tahu bagaimana hari mereka akan berakhir, atau beban apa yang mereka bawa di pundak mereka. Tapi, di tengah itu semua, ada hal kecil yang menyatukan kita, keinginan untuk tetap bertahan, untuk menemukan makna, walau hanya dalam semangkok kebahagiaan sederhana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI