Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pengajar dan Ghost Writer

Penulis Poem, Eduparenting, Trip, dan Ghost Story. Sangat Menyukai Traveling dan Dunia Literasi Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kopdar Kompasiana Bandung Lebih Dari Sekedar Pertemuan

6 November 2024   07:00 Diperbarui: 6 November 2024   07:04 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : galeri pribadi 

Ajakan itu datang bagai hembusan angin sejuk di tengah hari yang terik, sebuah undangan dari tim Kompasiana untuk kopdar di Bandung. Seketika hatiku dipenuhi semangat, membayangkan kehangatan pertemuan dengan mereka yang selama ini kutemui lewat kata, tulisan-tulisan yang menyapa di layar. Tak peduli betapa padatnya jadwal mengajarku, aku pastikan akan hadir. Demi berbagi cerita, tawa, dan membangun jejak kenangan dengan para penulis hebat yang kukagumi.

Pukul tiga sore, aku tiba di sebuah kafe di kawasan belakang SMAN 1 Bandung, bernama "Merona." Langit mendung mengiringi langkah-langkah kecilku yang perlahan mendekati tempat pertemuan. Aroma kopi menyambut dari pintu, seakan memberikan pelukan hangat di tengah suasana dingin yang sedikit membuatku gugup. Di dalam, mereka sudah menungguku dengan senyum dan tatapan hangat yang menghapus kecanggungan. Ada Kak Musfi dengan senyumannya yang manis menyapaku, wajahnya sangat familiar karena paling sering muncul di acara kompasiana. Lalu Kak CIA, sosok anggun yang tampil sederhana namun penuh gaya dengan kacamata dan topi hitam. Kak Asih juga hadir, menyapa dengan senyum lembutnya, anggun dalam balutan kerudung pink yang serasi dengan kemejanya. Dan ada Kak Iman, dengan sosoknya yang kalem.

Sumber : galeri pribadi 
Sumber : galeri pribadi 

Di awal, ada jeda di antara kami, ruang kecil yang diisi kecanggungan khas pertemuan perdana. Namun, Kak Musfi yang sangat ramah langsung mencairkan suasana. Ia menyapa dengan hangat, membukakan ruang agar obrolan mengalir tanpa batas, seolah kami telah saling mengenal lama. Dengan senyum dan tawa, obrolan kami menjadi hidup, mengisi sore yang beranjak dingin. Ketika hujan mulai turun perlahan, kami berpindah ke ruangan dalam kafe, menata kembali duduk kami agar lebih hangat di bawah atap yang melindungi.

Satu per satu, Kompasianer Bandung lainnya mulai berdatangan. Ada Kang Jujun Junaedi, yang datang dengan jaket biru dan "iket" khas Sunda yang melingkari kepalanya. Kang Jujun bukanlah nama baru di Kompasiana. Ia seorang pendidik sekaligus pemerhati lingkungan yang telah mendedikasikan hidupnya sejak 1997 untuk menanamkan kecintaan pada bumi dan alam. Ia sering menulis tentang sosial, budaya, hingga teknologi, membangun pemahaman dan membuka wawasan lewat untaian kata yang sarat makna. Sosoknya yang sederhana namun penuh wibawa membuatku kagum.

Tak lama, hadir pula Kang Raja Lubis, sosok penuh prestasi yang namanya sudah kerap kudengar di Kompasiana. Ternyata, ia adalah salah satu pemenang dalam lomba blog "Semua tentang FFI" yang digelar oleh Kompasiana. Ia juga aktif di komunitas KOMIK, menunjukkan dedikasinya yang tak diragukan lagi dalam berkarya. Berbicara dengannya seolah memberiku gambaran tentang dunia kepenulisan yang penuh tantangan dan capaian.

Di sebelahku duduk Arako, ibu muda yang cantik dan ceria. Ia menyambutku dengan senyum lebar, gaya bicaranya yang luwes membuatku langsung merasa akrab. Ia sosok penulis yang luar biasa, peraih penghargaan Best in K-Award 2019 dan Citizen Journalism. Arako menceritakan pengalamannya dengan tawa yang tulus, membuatku merasa nyaman, seolah berbincang dengan sahabat lama.

Obrolan kami mengalir tanpa henti, seperti aliran sungai yang tiada putus. Di antara canda dan kisah, kami saling berbagi semangat dan impian. Hingga tanpa sadar, volume suara kami meninggi, mengundang lirikan dari pengunjung lain. Salah seorang karyawan kafe datang menghampiri dengan sopan, meminta kami menurunkan suara. Kami semua tersenyum malu, tapi di balik rasa itu, ada kebahagiaan. Pertemuan ini begitu akrab, tanpa sekat, membangun kehangatan yang membuat kami tertawa dan lupa pada sekitar.

Waktu terus berjalan, mengiringi kami dalam obrolan panjang yang terasa seperti hanya sekejap mata. Malam mulai merayap, dan aku sadar, tak lama lagi tim admin Kompasiana harus kembali ke Jakarta. Ada rasa sedih di ujung hati, seperti melepas sahabat yang baru saja kutemui. Bagaimana mungkin waktu yang indah ini berlalu secepat ini? Rasanya, belum cukup waktu untuk mendengar cerita mereka, merangkai tawa yang seakan baru dimulai.

Sebelum berpisah, aku mengucapkan terima kasih pada Kak Musfi, Kak CIA, Kak Asih, dan Kak Iman. Bagi mereka, ini mungkin hanya sekadar pertemuan. Tapi bagiku, ini lebih dari itu. Ada ruang dalam yang terisi, tempat di mana cerita dan tawa terjalin, melahirkan kenangan yang tak akan lekang oleh waktu. Aku berharap, di pertemuan selanjutnya, kami bisa bertemu lebih lama, mungkin sembari botram di bawah rindangnya pepohonan Bandung.
Saat mereka berlalu, aku tersenyum. Kompasiana telah memberi lebih dari sekadar ruang menulis, tapi juga jalinan persahabatan dan cerita yang mengalir tanpa henti. Aku menanti kopdar berikutnya, dengan harapan Kak Almira dan Kak Kevin juga bisa turut hadir.  Terima kasih, Kompasiana, untuk kesempatan ini. Sampai jumpa lagi di waktu yang akan datang! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun