Meskipun telah ada beberapa inisiatif dari pemerintah untuk meningkatkan budaya literasi, dukungan yang diberikan kepada penulis masih jauh dari memadai. Program-program seperti Gerakan Literasi Nasional (GLN) sudah mulai menunjukkan hasil, tetapi tantangan besar masih ada di bidang pembinaan penulis dan penerbitan.
Tidak banyak insentif atau kebijakan khusus yang mendukung perkembangan penulis lokal. Sebagian besar penulis harus membiayai penerbitan karya mereka secara mandiri atau melalui penerbit independen yang juga memiliki keterbatasan dalam hal promosi dan distribusi. Selain itu, sedikitnya penghargaan atau kompetisi bergengsi yang dapat memberikan pengakuan dan dorongan bagi penulis membuat profesi ini kurang diminati oleh generasi muda.
4. Persaingan dengan Media Digital
Perkembangan teknologi dan digitalisasi membawa perubahan besar pada dunia literasi. Banyak masyarakat, terutama generasi muda, lebih memilih media digital seperti media sosial, video, dan platform streaming sebagai sumber informasi dan hiburan, ketimbang membaca buku atau karya sastra. Data yang dirilis oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan bahwa pada tahun 2021, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta orang, dengan mayoritas menggunakan internet untuk media sosial.
Persaingan dengan media digital ini menambah tantangan bagi penulis dalam menarik minat pembaca. Banyak orang merasa bahwa membaca buku membutuhkan waktu dan konsentrasi yang lebih besar dibandingkan dengan mengakses konten instan yang tersedia di internet. Fenomena ini menyebabkan penurunan daya saing karya sastra dan literatur di kalangan masyarakat umum.
5. Kurangnya Pembinaan bagi Penulis Pemula
Penulis pemula di Indonesia sering kali mengalami kesulitan dalam memulai kariernya. Tidak banyak wadah atau komunitas yang aktif dalam membantu mereka mengembangkan keterampilan menulis, mengedit, dan mempublikasikan karya. Beberapa penulis muda akhirnya memilih jalur self-publishing yang lebih mudah diakses, namun tantangannya tetap besar karena keterbatasan dalam hal promosi dan distribusi.
Menurut sebuah studi yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa dan Sastra Indonesia, hanya 20% penulis baru yang berhasil mempublikasikan karya mereka melalui penerbit besar. Sisanya, terpaksa mengandalkan penerbit kecil atau platform digital dengan potensi pembaca yang masih terbatas.
Meskipun tantangan yang dihadapi penulis di negara dengan budaya literasi rendah seperti Indonesia cukup besar, ada beberapa solusi yang dapat diambil untuk meningkatkan apresiasi terhadap dunia literasi. Pertama, pemerintah perlu meningkatkan program literasi di sekolah-sekolah dan memperluas akses terhadap buku, terutama di daerah-daerah terpencil. Selain itu, dukungan terhadap penulis lokal harus ditingkatkan melalui insentif, pelatihan, dan kompetisi yang dapat mendorong produktivitas mereka.
Kedua, penulis juga perlu beradaptasi dengan perkembangan teknologi dengan memanfaatkan platform digital untuk memperluas jangkauan karya mereka. Dengan memanfaatkan blog, e-book, dan media sosial, penulis dapat menciptakan konten yang lebih mudah diakses dan lebih menarik bagi generasi muda.
Pada akhirnya, masa depan literasi Indonesia tergantung pada kerja sama antara pemerintah, penulis, penerbit, dan masyarakat. Dengan dukungan yang tepat dan perubahan kebijakan yang lebih inklusif, diharapkan profesi penulis dapat terus berkembang dan mendapat tempat yang layak di tengah masyarakat.