KH Wahab Chasbullah (salah satu pendiri NU) merupakan seorang kiai yang menyadari betul akan pentingnya pers, sampai-sampai dalam sebuah tulisan, beliau pernah mengatakan, sebuah perkumpulan yang tak memiliki media, sama dengan perkumpulan buta tuli. Begitu pentingnya media yang berfungsi kehumasan menurut beliau, sekaligus menunjukkan bahwa seorang beliau adalah seorang yang benar-benar visioner.
Sejarah media NU bukan hanya bermula di 1 dekade belakangan, bahkan nyaris setua organisasi NU itu sendiri. Mengutip tulisan Hamzah Sahal, tercatat setelah berdirinya NU, muncul majalah Swara Nahdlatoel Oelama, Oetoesan Nahdlatoel Ulama, Berita Nahdlatoel Ulama, Soeara Ansor, Soeloeh NU, buletin LINO, hingga koran Duta Masyarakat di tahun 50-an. Koran yang berhasil bukan hanya melahirkan dan mengkader penulis-penulis handal di lingkungan NU, tapi juga menjadi bacaan masyarakat luas, tidak segmented warga NU.
Bahkan momentum berdirinya IPNU di tahun 1954 tercatat dan digerakkan oleh majalah bernama Chazanah, Sarbumusi memiliki Buletin Berkala Sarbumusi, dan Misi Islam tahun 1970an punya majalah berisi tulisan bernas, ciamik nan memikat bernama Risalah Islamiyah. Â Muktamar 1984 terbit Buletin Khittah.Â
Pasca muktamar, suasana NU menjadi segar dengan konsep Khittah yang bersejarah itu. Suasana itu tercermin pada tabloid "hasil" muktamar bersejarah: Warta NU.Â
Terbitan perdana menampilkan berita utama yang gagah, NU dengan Gerak Baru. Jurnal Tashwirul Afkar terbit pertama kali saat Muktamar Cipasung yang "genting" itu.Â
Meski baru terbit lagi tahun 1997, jurnal tersebut sampai sekarang masih terbit dan menjadi satu-satunya jurnal yang terbit dari ormas serta beredar luas di masyarakat. Majalah Santri telah berhasil mengikuti dinamika RMI, demikian juga jurnal Pesantren.
Kini, perkembangan media melesat cepat secepat perkembangan teknologi mutakhir. Media tidak hanya berkutat di majalah, koran maupun buletin. Ada banyak media untuk menambah jangakuan gema pemberitaan dan informasi yang dengan mudah bisa diakses dalam genggaman. Ada media sosial, situsweb, dan lain sebagainya.
Kemarin, 11 Juli 2022 NU Online genap berusia 19 tahun, usia yang masih muda bagi sebuah media namun nyatanya mampu secepat kilat menjadi satu media- website - rujukan keislaman nomor 1 di Indonesia, menyalip berbagai media Islam puritan yang membanjiri dunia maya. Kang Savic Ali, founder dan editor Islami.co pernah mengatakan bahwa situsweb punya keunggulan sebagai sarana dakwah. Alasannya sederhana, pada mesin pencari, jejak pencarian situsweb lebih langgeng dibandingkan konten-konten yang disebar melalui media sosial.
Akhir kata, Selamat Harlah NU Online ke-19. Semoga terus jaya dan tetap menjadi situsweb keislaman nomor 1 di Indonesia.
Link twibbon disini:
twb.nz/harlah19nuonlineÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H