Mendekati tengah malam hingga dini hari adalah waktu yang paling tepat untuk berkontemplasi. Juga berdiskusi berbagai hal guna membuka cakrawala pengetahuan, mengurai simpul kusut narasi, hingga lupa waktu.Â
Ya, begitulah lelaki menghabiskan malam panjang. Sebuah usaha merawat harapan, imajinasi dan impian. "The man who has no imagination and dreams has no wings, begitu kata Muhammad Ali". Hiperbola? Baiklah, kami sebenarnya juga membincang tentang kemungkinan telinga manusia bisa kemasukan seekor monyet.Â
Seabsurd itu. Hehe. Sekarang, saya ingin melanjutkan obrolan di Wonopringgo semalam dengan mengkonversikannya menjadi tulisan. Memancing pembaca agar ikut segabut saya. Hehe. Sengaja bertele-tele di pendahuluan biar kelihatan panjang saja.
Mungkin banyak dari kita yang bertanya-tanya, ada faktor apa dibalik fenomena langkanya minyak goreng di masyarakat belakangan ini. Dan kesimpulan kita tidak akan jauh dari ulah kartel, kekurangan produksi, dan beberapa simpulan lain. Namun, tidakkah layak kesimpulan demikian diverifikasi kembali?
Begini, jika dikatakan kelangkaan minyak goreng adalah ulah kartel. Pertama, kenapa tidak sekalian yang dibuat langka itu BBM atau hal lain yang lebih berkelas dan tidak seremeh itu?Â
Kan lebih untung dan keren? Kedua, negara dengan segala perangkatnya ini jangankan hanya melibas kartel minyak goreng, kartel narkoba sampai terorisme pun lewat.Â
Jika dikhawatirkan mempengaruhi stabilitas nasional pun, kan ada tentara dan perangkat lain yang juga bisa dilibatkan. Semacam penanganan merebaknya Covid-19 tempo hari. Juga, percayakah anda bahwa negara ini begitu lemah di bidang intelijen, BIN tidak bisa bekerja seperti KGB dan CIA di film-film itu, inferioritas akut? Ayolah...
Lantas, kelangkaan minyak goreng karena kekurangan produksi? Setelah berbulan-bulan bahkan bertahun tahun, kita percaya hal ini begitu saja? Ayolah...
Seliar pemikiran saya pribadi, menurut saya kelangkaan minyak goreng bukan ulah kartel atau apalah itu. Toh nyatanya, minyak goreng di pasar dan swalayan itu benar-benar masih tersedia.Â
Minyak goreng dikatakan mahal, kita tahu melalui media sosial dan pemberitaan. Menjadi kian heboh karena tiap hari yang dimunculkan hanya tentang minyak goreng.Â
Mereka yang tidak tahu jadi ikutan ingin tahu, jadinya trending. Tapi, jika kita sejenak menjauhi atau berpaling dari dua hal itu, Indonesia masih terasa baik-baik saja kok. Kalaupun tidak ada migor -meski mustahil-, Indonesia masih ada dan nyaman untuk ditinggali. Keresahan yang biasa-biasa saja.