Mengikuti alur yang tak berkesudahan terpaksa berhenti sejenak dan memisahkan diri.Â
Namun sebagaimana adzan berkumandang, langkah ku daku pijakkan pada sebuah mushola atau masjid peraduan.Â
Mendongak dengan menelisik asa yang bergejolak dikalbu, melampirkan asa yang terpaku dalam beku
***
Asa mu sementara ku  tangguhkan dibalik lantunan adzan yang sedang dilantunkan.Â
Banyak yang mengira? Itu hanya hayalan dan bualan.Â
Namun dapat membuat hati berdegup kencang.Â
***
Adzan yang diizinkan pada semenanjung asa yang terhalang dikala hujan.Â
Seperti menangkis siulan ringan namun sepintas ku sematkan dalam ingatan.Â
Tat kalau semuanya mudah? Namun sepintas membuat gundah.Â
***
Lelahmu lelahku...Â
Semoga menjadi lillah yang singgah
Patah  arang yang mencoba melandai
Tuai ramai yang tak kunjung usai.Â
****
Bisakah?Â
Adzan yang diizinkan selalu ada? Mungkinkah!Â
----
Demikian dan Salam puisi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H