Tirakat berasal dari bahasa arab, yaitu thoriqoh, artinya sebuah jalan. Maksudnya sebagai sebuah usaha yang dilakukan untuk menuju jalan kepada Allah SWT. Tirakat juga berasal dari kata taroka, yang berarti meninggalkan. Berarti meninggalkan segala sesuatu yang bersifat duniawi untuk menggapai tujuan ukhrawi. Intinya, tirakat adalah usaha seseorang dengan mengekang hawa nafsu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Tirakat banyak dilakukan oleh ulama jaman dulu bahkan sampai sekarang. Kalo santri biasanya mereka akan melakukan tirakat setelah diberi ijazah oleh gurunya. Ijazah adalah sebuah bentuk perizinan juga amalan dari seorang guru/kyai kepada muridnya untuk mengamalkan sebuah amalan, berupa wirid-wirid, puasa, shalat dan amaliah lainnya. Tirakat ini pada intinya mempunyai satu tujuan utama yaitu mengekang hawa nafsu untuk menggapai ridha Allah SWT.
Tirakat adalah ajang pelatihan hawa nafsu seseorang. Ia meninggalkan kenikmatan-kenikmatan duniawi seperti nikmat kenyang, nikmat tidur, dan nikmat kesenangan duniawi lainnya. Apabila seseorang dapat melatih hawa nafsunya, maka ia akan semakin mudah untuk istiqomah, qonaah, ikhlas, syukur, zuhud, dan wara. Sifat-sifat inilah yang diharapkan tertanam pada seseorang setelah melakukan tirakat. Sehingga puncak dari tirakat ini adalah sepenuhnya melakukan sesuatu untuk menggapai ridha Allah SWT, bukan untuk kepentingan duniawi semata.
Tirakat ini dulu dilakukan oleh para Sahabat, mereka sering menghabiskan waktu siangnya dengan berpuasa, dan malamnya untuk bermunajat pada Allah SWT, sedikit makan dan minum serta mengurangi jam tidurnya. Para ulama juga mengikuti jejak para sahabat, mereka menjalankan puasa untuk mentirakati para muridnya agar ilmunya bermanfaat.
Kemudian tirakat apa yang saya lakukan?
Saya melakukan tirakat dengan cara meninggalkan sementara hasrat untuk segera menulis. Laptop untuk sementara saya tutup, buku-buku sebagai sumber bacaan saya singkirkan, lalu melakukan rileksasi (bersantai dan pasrah). Kondisi relaks seperti ini tidak lain untuk mendapatkan kejernihan pikiran. Ada yang mengatakan bahwa relaksasi seperti ini menghantarkan pikiran kita kepada keadaan "genius". (Baca bukunya Agus Setiawan, "Baca Kilat 3.0 Hacks The Way You Read")
Pada tahap ini, saya mengembalikan semuanya kepada Sang Pencipta. Sebagai seorang muslim saya meyakini bahwa semua ide itu berasal dari Sang Pemilik dan Pemberi Ide, yaitu Allah SWT. Manusia diciptakan dalam kondisi tidak mengetahui apapun, hanya karena anugerah Allah SWT-lah manusia bisa memperoleh pengetahuannya.
Ternyata setelah beberapa jam kemudian, alhamdulillah, ide itu kembali muncul. Laptop saya nyalakan, jari jemari mulai menyentuh tuts keybord, kata demi kata saya rangkai dan akhirnya artikel pun jadi.
Cara tirakat seperti yang saya lakukan ini, mungkin hanya berlaku untuk saya pribadi penulis debutan. Bisa berbeda dengan para penulis lainnya, ini hanyalah sebagai salah satu upaya agar terus belajar menulis. Menerima challenge Menulis 40 Hari di Kompasiana. Semoga bermanfaat, Wallohua'lam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H