Mohon tunggu...
Eric Valega P
Eric Valega P Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Salah satu siswa di Nanyang Technological University (NTU), Singapura, sejak 4 Agustus 2014. Masih tetap mencari identitas diri.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Beli Ijazah (Masih) Wajar?

22 Februari 2012   18:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:18 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kegiatan pembelian ijazah adalah sesuatu yang tidak dapat dianggap remeh. Apakah hal itu wajar?

Dari segi aspek pendidikan, hal tersebut tidak dapat dianggap wajar. Pendidikan berorientasi  pada proses, bukan hasil. Proses membuahkan hasil, tapi hasil "baik" belum tentu dari proses yang baik. Lapangan kerja memerlukan aplikasi dari proses yang didapat saat menempuh pendidikan. Proses yang buruk memberi hasil yang buruk. Sebagai contoh, nugget dengan daging dari tempat pembuangan yang dibuat pihak-pihak nakal akan sangat jauh berbeda dengan nugget dari pabrik, yang memanfaatkan keahlian berbagai ahli pangan. Kalau ahli pangan yang dipakai berijazah hasil beli langsung dapat, apa jadinya? Kalau "beli" beserta berbagai proses yang benar di PT, itu baru dapat dikatakan layak. Saya sebagai siswa, menolak keras tindakan pembelian ijazah, karena juga tidak menghargai usaha siswa yang bekerja mati-matian hanya demi seonggok kertas bertuliskan tanda lulus.

Dari segi lapangan pekerjaan, memang hal ini cukup sulit untuk dipungkiri. Saat ini, dunia kerja sangat menuntut tingkat pendidikan yang tinggi. Namun, hal ini dijadikan lahan bagi pihak-pihak yang, menurut saya, biadab, untuk mengeruk laba sebesar-besarnya. Hanya bermodal pendidikan menengah, gaji sulit mencukupi kebutuhan keluarga. Namun, bagi klien pihak-pihak tak berkemanusiaan itu, lebih baik memakai modal uang daripada modal waktu. Mengambil pendidikan tinggi berarti kerja paruh waktu, yang sama saja dengan menurunnya penghasilan. Itu juga pertanda tidak mampunya mereka berpikir dengan baik. Kenapa? Rugi penghasilan cuma selama 1 tahun (kalau ambil D1 atau yang setara), peningkatan kualitas SDM yang didapat cukup signifikan, hingga akhir hayat. Jauh lebih berbahaya membeli ijazah, sebab saat bekerja, peluang bahwa kemampuan diragukan oleh atasan akan sangat besar, dibandingkan orang yang benar-benar kuliah. Selain itu, kenaikan penghasilan pun siap menunggu.

Maka dari itu, tindakan-tindakan perlu dilakukan untuk menekan jumlah kasus pembelian ijazah ini. Salah satu yang paling efisien adalah pembuatan database alumni dan siswa, yang bisa diakses oleh tim HRD perusahaan-perusahaan. Dengan itu, apabila data tidak ada, maka hampir pasti pelamar memakai ijazah palsu. Hal lain yang juga dapat membantu adalah penetapan kewajiban menyertakan surat pengantar dari institusi tempat pelamar menjalani pendidikan menengah dan tingginya. Solusi lain adalah penambahan lapangan pekerjaan bagi lulkusan pendidikan menengah (silakan merujuk pada artikel Pendidikan Tinggi, Harga Mati?) Namun, hal yang paling penting adalah adanya kesadaran moral dari orang yang bersangkutan. Tindakan pembelian ijazah pun akan sangat berkurang, bahkan kalau dijalankan dengan baik, menjadi tiada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun