“ There must be, uncomfort feeling, awkward moment when you wake up in the morning, on different bad, as usual. Feel different smell of the air that you take.”
But I always miss that feeling, sometimes trying to repeat once, and once more.
Hotel Renaissance, JW Marriot, di Bangkok
Pertama kalinya ke Bangkok, sendirian pula. Dengan innocent, saya hanya membawa nama dan alamat hotel dengan huruf latin. Pas di counter taksi, si mbak-mbak nya ngangguk saja pas saya tunjukkan alamat hotel. Saya lalu disuruh masuk ke dalam sebuah taksi. Taksi pun melaju kencang. Saya lalu memberikan kembali alamat hotel. Oh ternyata si bapak sopir tak bisa membaca huruf latin. Ia lalu member kode, menunjukkan handphone. Sayang seribu sayang, saya gak kepikiran untuk mencatat nomor telepon hotel. Udah keringat dingin juga. Taksi masih melaju kencang. Kemana lagi saya harus mengadu?
Lalu saya ingat rekan kerja yangbase di Kuala Lumpur, sore itu juga akan ke Bangkok dan menginap di hotel yang sama. Tak lama, SMS saya ia balas beserta nomor telepon hotel. Segera si bapak taksi menelpon hotel. Lima menit kemudian taksi melaju lebih kencang.
To be noted, kalau ke Thailand dengan tujuan alamat tertentu, lebih baik bawa juga alamat dengan tulisan Thailand yang keriting-keriting itu. Seorang kawan, ternyata juga punya pengalaman yang sama. Sendirian ke Bangkok, sudah booking hotel via internet, cuma bawa alamat yang tertera di internet. Kawan saya ini lebih parah, ia gak bisa menemukan alamat hotel, dan akhirnya memutuskan menginap di hotel lain.
Hotel Renaissance ini berlokasi di Ploenchit road, sebuah kawasan pusat bisnis di Bangkok. Well, hampir gak ada cacat selama 3 hari saya nginap di hotel ini. Very welcome staf, sangat ramah, serta menu breakfast dan lunch buffet yang dapat nilai 9 deh. Mulai dari indian cuisine, western, chinese cuisine, sushi, seafood, dan tak ketinggalan thai food yang yummy dummy. Tom yam yang asem-asem bikin merem melek keenakan, air tahu hangat, lobster dan udang bakar, plus desert ala Thailand seperti ketan yang disajikan bersama potongan mangga dan durian, serta kue sejenis pancake yang ditaburi potongan nanas. Sluurrp.
Kamarnya gak luas. Mungkin karena saya menginapnya di standard room kali ya. Mini bar sangat lengkap. Interior kamar terkesan chic. Kamar mandi dengan dinding kaca yang memberi efek agak luas plus bath tub yang sangat menggoda untuk digunakan mandi.
Satu lagi yang juga oke adalah first quality linen untuk alas bantal, selimut, dan kasurnya. Meski sama-sama berwarna putih, tetap saja kelembutan sentuhan kasur hotel kelas melati, bintang tiga, empat, dan lima memang berbeda :p.
Etapi di hotel mewah begini, ada juga hal yang tidak masuk akal. Air mineral ukuran 200 ml di mini bar dihargai 200 bath, padahal saya membeli sepatu di flea marketnya hanya seharga 150 bath. Masa harga sepatu lebih murah dari sebotol air mineral ?. Esoknya saya ke Seven Eleven, tau berapa harga air mineral dengan ukuran dan merek yang sama? cuma 7 bath, sodara-sodara.
Kamar, JW Marriot, Bangkok
Hanoi Advisor Hotel, di Hanoi, Vietnam
Terhitung mahal untuk hotel kelas Melati di Hanoi. Kamar sangat sempit, kasurnya kapuk, air panas yang sering mati padahal saat itu suhu Hanoi masih berkisah 4-8 derajat celcius, breakfast minimalis terdiri dari roti, selai, buah semangka, dan teh hangat, serta butuh exercise untuk mencapai kamar yang terletak di lantai 3.
Ada miskominukasi saat awal kedatangan saya. Sebelum tiba di Hanoi, saya menghubunginhotel ini via email. Menanyakan fasilitas antar jemput bandara. Pada email terakhir, saya menyatakan kalau si empunya hotel menyetujui untuk menjemput saya, tolong balas email saya sebagai konfirmasi. Karena saya tak menerima balasan email, means saya pikir tak ada mobil jemputan. Jadilah saya naik taksi dari bandara. Eh begitu sampai di hotel, ternyata si empunya hotel mengirim mobil jemputan ke bandara. Saya mengklarifikasi kalau saya tidak menerima email balasan. Si empunya lalu menunjukkan email balasannya ke saya. Deh…mungkin email saya yang sedang error. Untungnya saya gak dikenakan charge ganti rugi.
Sepertinya hotel ini baru berdiri. Pemiliknya adalah sepasang suami istri, yang juga tinggal di hotel ini beserta anak mereka yang masih bayi. Bangunan hotel ini sendiri adalah sebuah ruko sempit, diantara jejeran ruko-ruko di daerah Old Quarter, terdiri dari beberapa lantai yang disulap menjadi penginapan.
Kedatangan saya malam itu disambut teh vietnam dengan aroma menenangkan, disajikan dalam teko dan dituang ke dalam cangkir kecil khas tiongkok. Kemampuan bahasa inggris sang suami cukup lumayan, saya bisa mengorek berbagai informasi mengenai Hanoi. Oh ya, sepasang suami istri ini sangat ramah. Saya jadi membayangkan, mungkin nanti kalau saya sudah bosan bekerja kantoran, saya pengen punya penginapa mungil nan homy, yang saya urus sendiri.
Meski fasilitasnya terbatas, namun oleh karena keramahan itu pula, saya yang semula ingin mencari hotel lain pada malam selanjutnya, urung pindah.They satisfy customers from the heart.
Berdasarkan referensi dari sopir mobil yang saya sewa, hotel ini merupakan satu-satunya hotel di daerah Kuta yang memiliki fasilitas kolam renang dengan rate di bawah 300 ribu. Buat saya ada atau gak ada kolam renang, gak masalah. Tapi keponakan-keponakan saya, empat orang cowok, yang langsung belingsatan kalau melihat air. Entah itu di pemandian, kolam renang, atau pantai, mereka semua seperti cacing kepanasan.
Ada beberapa pilihan kamar, tentu saja kamar dengan rate di bawah 300 ribu, terletak di sisi lain bangunan utama dan tidak menghadap langsung ke kolam renang. Ada juga kamar dengan rate 100 ribuan. Keliatan lebih mirip kos-kosan dengan fasilitas kipas angin. Kalau saya perhatikan, kebanyakan penghuninya adalah bule-bule backpacker gitu.
Yang kurang menyenangkan darin hotel ini adalah resepsionis yang gak ramah serta gak ada bell boy pada saat itu. Saya harus angkut-ngkut koper naik tangga ke lantai dua.
*review ini sebatas yang penulis alami. Tentu saja berisi penilaian subjektif penulis.