Dalam membuat candaan kita harus bisa membedakan tempat untuk candaan yang tepatdan tidak menyakiti perasaan seseorang agar si teman kita tidak merasa terhina dengan perkataan kita karna setiap apa yang kita lakukan akan ada timbal balik dengan kita dengan apa yang kita lakukan kepada teman kita tidak akan membuat kita menjadi orang yang sempurna atau bahkan lebih baik dari dia.Juga sebelum kita melakukan sebuah candaan kita harus dapat melihat kondisi teman kita apa kita dapat bercanda disaat seperti itu atau tidak jangan sampai kita membuat candaan yang justru akan membuat teman kita sakit hati bukan malah ketawa.
    Meski sudah diajarin, diceramahin dengan berbagai "materi" soal Bullying dan intimidasi, tetap saja banyak anak tak berkutik ketika berhadapan dengan persoalan bullying. Terutama ketika pengaduan dari bahaya ancaman yang tak direspon dengan tepat, justru menjadi ancaman baru yang makin berbahaya.Sehingga dalam banyak kasus, anak-anak yang terkena  bullying, memilih untuk diam, menyimpan rahasia kekerasan fisik dan verbal yang diterimanya karena kuatir akan ada impact atau pengaruh lainnya jika ia mengadu. Bayangkan jika seorang murid sekolah dasar mengalami kekerasan dari temannya, kemudian ia mengadu pada gurunya. Lantas gurunya hanya memarahi dan menghukum si pelaku sekedar sebagai kenakalan biasa.
   Bahkan dalam kondisi yang kian semakin canggih, bullying juga memiliki wujud yang canggih, berupa intimidasi cyber atau perundungan cyber denga menggunakan teknologi digital berupa pengiriman pesan,gambar dalam media sosial, platform digital, pesan teks. Dampak dan targetnya lebih luas karena kemudahan teknologi dapat menjangkau ruang private secara cepat, sehingga dapat langsung mengenai sasaran meskipun tidak berhadap-hadapan. bahkan publik dapat mengetahui perundungan ini karena medsos dapat diakses secara personal dan massal.
   Wujudnya, diantaranya;  Doxing (mempublikasikan data personal orang lain), Cyber stalking (yang bisa sampai pada tahapan aktivitas offline), dan Revenge porn (penyebaran foto/video dengan tujuan balas dendam dibarengi intimidasi/ pemerasan). Tujuan kekerasan tersebut,  antara lain pemerasan, pembungkaman dan eksploitasi seksual yang berdampak menimbulkan rasa takut yang dapat berpotensi pada kekerasan fisik secara offline.  Maka semakin cerdas anak-anak dalam memahami bullying atau perundungan atau intimidasi akan meminimalisir dampak bagi anak-anak kita sendiri dan bagi orang lain. Pemahaman yang baik dan benar, dapat menentukan solusi yang tepat yang tidak membahayakan anak-anak atau diri kita sendiri.
   Percaya atau tidak, masalah sesederhana apapun kalau tidak ditanggapi dengan serius pasti akan menghasilkan dampak atau efek yang luar biasa. Bullyingadalah salah satunya. Karena itu, orang tua harus mendidik anak agar berdaya dan mandiri sejak dini, agar anak punya rasa percaya diri yang baik sehingga anak tidak mudah dimanipulasi oleh orang lain. Salah satu cara yang bisa dilakukan para orang tua adalah dengan memasukkan anak ke berbagai aktivitas, karena dengan mengikuti aktivitas tersebut akan menimbulkan perasaan mampu, dan percaya diri pada dirinya. Selain itu, orang tua juga harus awarepada segala sesuatu yang terjadi pada sang buah hati, sehingga apabila ada suatu permasalahan, orang tua bisa mendeteksinya sejak dini, dan menyelesaikannya.Dengan semua usaha yang kita lakukan mudah-mudahan dapat memperkecil potensi terjadi nya sebuah bullying dalam bentuk apapun itu sehingga tidak ada lagi anak atau orang dewasa yang merasakan sakit nya pembullyan dan juga agar tumbuh kembang anak menjadi lebih baik dan membawa hal postif dalam kehidupan nya dan membuat ia berprestasi layak nya anak-anak lain.
   Bullying juga tidak terjadi antar anak dan anak ,bullying juga dapat terjadi antar anak dan guru. Seperti ketika seorang anak menunggak uang spp dan guru tersebut mempermalukan nya di depan teman teman satu sekolah nya sehingga ia mengalami konflik batin yang sangat berat ketika ia tidak mampu membayar dan ketika ia menjadi bahan tertawaan satu kelas atau bahkan satu sekolah nya .Seharus nya guru sebagai seorang pendidik harus dapat memikirkan hal apa yang akan terjadi jika ia melakukan tiindakan seperti itu sehingga ia dapat meminimalisir terjadi nya hal-hal yang tidak diinginkan seperti itu.
   Anak yang menjadi korban biasanya merasa malu, takut, tidak nyaman. Sehingga untuk membuat ia kembali mampu menjalani kegiatannya sehari-hari seperti biasa, ia harus dibekali dengan "tools" yang membuat ia yakin bahwa ia akan mendapatkan pertolongan. Ia harus tahu dan percaya bahwa orang tua  dan temannya akan membantu, misalnya. Atau ia kemudian mendapatkan teman selama jam istirahat atau kegiatan di luar kelas. Rasa percaya dirinya kembali dipupuk dengan memusatkan perhatian pada hal-hal yang menjadi kelebihan dan potensinya. Yang terakhir ini biasanya berjakan dengan sendirinya jika rasa aman sudah kembali dimiliki.
   Masalah bullying adalah masalah kita semua. Pemerintah, masyarakat, guru, orang tua, dan siswa, mestinya memiliki kepedulian bersama dalam menyelesaikan masalah bullying ini. Sayangnya, tidak sedikit orang yang menganggap masalah bullying sebagai masalah pelajar itu sendiri. Karenanya, mereka selalu menganggap pelajar sebagai biang masalah. Ini merupakan sikap dan tindakan yang dikenal dengan blaming the victim (menyalahkan korban).Demikian juga dalam menghadapi kasus bullying. Tidak cukup hanya menghukum para pelajar yang melakukannya. Sebab, banyak faktor yang dapat dihubungkan sebagai akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya bullying. Misalnya, sistem pendidikan yang tidak membebaskan, suasana belajar yang tidak kondusif, langkanya keteladanan guru dan pelajar senior, pengaruh negatif media massa, keluarga yang broken home, serta masih banyak faktor penyebab lainnya.Tidak heran, jika banyak orang berpendapat bahwa menyelesaikan masalah bullying tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena akar masalahnya tidak tunggal; banyak dan kompleks.
Menyelesaikan masalah  bullying sebenarnya bisa kita mulai dengan cara membangun sebuah komunikasi yang terbuka antara guru, orang tua dan murid. Selama ini, komunikasi di antara mereka seringkali tidak berjalan dengan baik dan efektif. Orang tua, misalnya jarang memberi perhatian terhadap anaknya, baik di rumah atau di sekolah. Mereka, mungkin terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan, sehingga tidak sempat (atau tidak mau menyempatkan diri) berkomunikasi dengan anak dan pihak sekolah. Sementara itu, di sekolah, guru cenderung ingin didengarkan murid. Komunikasi yang dibangun hanya satu arah. Tidak banyak guru yang memposisikan dirinya sebagai fasilitator atau mitra berbagi dengan murid. Sedangkan murid-murid lebih suka mengambil jalan sendiri, dan tidak tahu kepada siapa dia harus berkomunikasi.
"Di mana-mana ada hal yang di bully. Mereka yang ter-bully, kalian tidak sendiri. Kalian yang di bully, satu-satunya pendapat yang penting adalah pendapatmu dan jangan pernah berubah."
-ERIKSON SIANTURI