Beberapa waktu lalu saya menonton sebuah film biografi berjudul Istirahatlah Kata - Kata yang tayang di TVRI. Bagi kamu yang asing dengar judul itu, sama saya juga.
Film tersebut ternyata telah dirilis tahun 2017 di bioskop Indonesia namun telah malang melintang pada tahun 2016 di layar kaca Internasional dan banyak mendapatkan penghargaan.Â
Menceritakan sepenggal kisah Wiji Thukul (diperankan Gunawan Maryanto) dalam pelariannya sebagai burunon negara atas aksinya yg menentang rezim Orde Baru.
Wiji Thukul merupakan seorang sastrawan dan juga aktivis yang tergerak menyuarakan secara keras masalah yg terjadi pada rezim anti kebebasan berpendapat itu; Sebuah rezim yang takut dengan kata-kata.
Berlatar pada tahun 1996 Wiji Thukul terpaksa lari ke pulau Kalimantan Barat untuk meredupkan namanya sejenak, pasalnya Thukul sedang dicari-cari pihak kepolisian agar ditangkap mengenai aksinya dengan Partai Rakyat Demokrasi (PRD). Pontianak adalah kota Thukul menyamar dalam keramaian dengan menggunakan identitas Wanto terlebih dahulu.
Hidup Wanto di Pontianak harus ekstra siap untuk berlari kapanpun dan dimanapun supaya polisi tidak menangkapnya, maka itu berpindah - pindah rumah kerabatnya adalah jawaban tepat. Â Â Â Â
Pelarian tersebut berpengaruh pada fisik dan batin Wiji Thukul, fisiknya yg takut hingga tak bisa tidur dengan tenang tertambah pula beban batinnya yg merindu keluarga.
Di lain daerah, Solo tempatnya, Sipon (diperankan Marissa Anita) sabar menunggu kabar dan tetap menjaga martabat sang suami walaupun martabatnya sendiri terusik oleh warga. Dimulai dari aksi penyitaan buku-buku oleh polisi sampai aksi mulut bungkamnya memberi informasi ke polisi dan masyarakat.
Sekian lama di Pontianak Wanto masih tidak memilki identitas untuk menyembunyikan nama aslinya. Kerabatnya berupaya untuk membuat KTP baru bagi Wanto; dan nama Paul si tukang bakso adalah identitas baru Wiji Thukul. Tak ayal kerabatnya suka bergurau pakai nama barunya.
Klimaks pergantian nama, tidak serta merta mengamankan dia, Paul tetap bekerja mencari nafkah, mengirim kabar dan memberi hadiah untuk Sipon. Tahun berganti tetapi peristiwa masih sama dengan dulu. Masih tersematnya gelar buronan pada Thukul selain itu kepuasan batinnya bisa terwujud juga saat bertemu kembali dengan Sipon (ada momen spesial) dan anak-anaknya. Akhir bahagia bukan?... Silahkan tonton untuk cari tahu jawaban akhirannya.