Abstraksi
Â
Kurangnya minat baca dan menulis dalam diri siswa telah menyebabkan siswa menjadi kurang aktif dalam pelajaran, takut untuk mengemukakan pendapat, dan sulit dalam memimpin doa. Selain itu, kemampuan berpikir yang lambat dan mudah lupa terhadap penjelasan juga menjadi masalah ketika menjawab ujian. Akar permasalahan ini adalah kurangnya literasi, yang mencakup kemampuan membaca, menulis, berbicara, dan memahami informasi, yang sangat penting dalam semua mata pelajaran. Untuk mengatasi masalah ini, perlu meningkatkan literasi di sekolah dengan tujuan agar siswa lebih aktif dalam membaca dan menulis, serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam kehidupan sehari-hari.
Tulisan ini merupakan pengalaman saya sebagai guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti untuk SMP kelas VII, VIII, dan IX, yakni dari tahun 2018 sampai 2021. Selama periode ini, saya menemukan berbagai persoalan, seperti kurangnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran, rasa takut untuk berpendapat, dan ketidakmampuan siswa dalam berpikir kritis dan kreatif saat menjawab soal-soal ujian. Permasalahan ini tidak hanya dirasakan oleh saya sendiri, tetapi juga menjadi keluhan semua guru setelah masa pandemi Covid-19. Di balik masalah ini terdapat akar permasalahan, yaitu kurangnya minat baca dan menulis dalam diri siswa. Literasi memiliki peran penting dalam semua mata pelajaran, dan peningkatan literasi di sekolah menjadi tujuan utama agar siswa lebih aktif membaca dan menulis. Dengan demikian, mereka dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan sekolah, rumah, maupun masyarakat.
Pada awalnya, saya dipercayakan oleh sekolah untuk mengajar Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti untuk SMP kelas VII, VIII, dan IX dari tahun 2018 sampai 2021. Selama periode ini, saya menemukan persoalan di mana siswa kurang aktif dalam pelajaran, takut salah dalam mengemukakan pendapat dan bahkan ada yang tidak berani memimpin doa. Selain itu, kebanyakan siswa memiliki kemampuan berpikir yang lambat dan cenderung mudah lupa terhadap penjelasan yang saya lakukan secara berulang kepada mereka. Hal ini nampak ketika menjawab ujian hanya secara singkat dan tidak mampu menjelaskan soal-soal uraian yang membutuhkan tanggapan pribadi siswa itu sendiri. Siswa tidak mampu berpikir kritis dan kreatif dalam menjawab soal-soal ujian. Pengalaman mengenai keadaan siswa semacam ini bukan hanya saya yang mengalaminya, melainkan semua guru juga mengeluhkan hal yang sama. Hal ini dikeluhkan oleh semua guru di awal tatap muka paska pandemi Covid-19.
Akar permasalahan dari semuanya ini adalah kurangnya minat baca dan menulis dalam diri siswa. Membaca dan menulis adalah bagian dari literasi yang memiliki peran penting dalam semua mata pelajaran. Literasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk membaca, menulis, berbicara, dan memahami informasi dalam berbagai konteks kehidupan. Untuk itu, litersai di sekolah perlu ditingkatkan. Tujuan utamanya adalah agar siswa lebih banyak membaca dan menulis, sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam kehidupan sehari-hari, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah masyarakat.
      Pada awal tahun 2022, akhirnya saya diberikan tugas lain sebagai Staf Tata Usaha Bidang Multimedia dan Koordinator Literasi Sekolah. Di saat itulah, saya memulai usaha untuk mendorong siswa dan guru agar membiasakan diri dalam kegiatan membaca dan menulis. Dengan langkah ini, diharapkan wawasan guru dan siswa dapat berkembang dalam mencapai tujuan pendidikan nasional, yakni dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.  Â
Dalam mengembangkan literasi di sekolah, saya menghadapi beberapa kendala antara lain sebagai berikut: 1) Rendahnya minat baca dan menulis dalam diri siswa; 2) Ketersediaan buku bacaan sastra di perpustakaan yang kurang memadai; 3) Kurangnya penataan lingkungan fisik sekolah yang kaya akan teks sehingga tidak mampu menarik minat dan memberikan kenyamanan membaca; 4) Kekurangan strategi pembelajaran dari guru yang dapat memperkuat keterampilan literasi siswa; 5) Beberapa Guru enggan untuk menulis dengan alasan bahwa menulis karya ilmiah bukan merupakan tugas mereka; 6) Selain itu, saya juga menghadapi "penolakan" dari beberapa guru karena mereka menganggap bahwa usaha tersebut akan menambah beban kerja bagi mereka.
Walaupun demikian, telah menjadi tugas dan tanggung jawab saya sebagai seorang guru untuk meningkatkan pemahaman, berpikir kreatif, dan kritis dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa. Saya bertekad untuk menanamkan budaya literasi di sekolah guna mencapai tujuan tersebut.
Menyadari akan pentingnya membudayakan literasi sejak dini di lingkungan sekolah dalam menciptakan generasi muda yang kritis, kreatif dan inovatif, maka saya melakukan beberapa strategi atau tahapan sebagai berikut: