Bos yang bersikap "terlalu baik" sebenarnya tidak baik, dan Bos yang bersikap "kurang baik" juga sesungguhnya tidak baik.
Bos yang baik perlu menjaga keseimbangan dalam perilaku kepemimpinan-nya antara bersikap "too nice" dengan "not nice enough".
Botelho dan Powell dalam karyanya "The CEO Next Door" menyatakan bahwa efektivitas kepemimpinan terjadi dan performance bisnis mencapai puncak ketika sang Bos mampu menunjukkan sikap dan perilaku yang berada pada rentang antara "too nice" dengan "not nice enough".
Bos yang "too nice"
Pemimpin / Bos yang "too nice" terkadang merasa kasihan/tidak tega pada orang lain sehingga tidak memberikan ketegasan yang menjadi prinsip dalam bisnis / manajemen.
Hal ini berbahaya karena perilaku buruk yang "dibiarkan" akan memberi efek bola salju penurunan semangat kinerja tim yang lain.
Jika Pemimpin/Bos menahan dan tidak memberikan feedback karena merasa tidak enak atau “harusnya dia sudah tahu”, maka ia kehilangan momen penting untuk membuat timnya bertumbuh melalui proses feedback.
Jangan sampai rasa kasihan/tidak enak/“nanti dia tersinggung” menghalangi kita sebagai pemimpin untuk memberikan feedback dan ketegasan yang membangun anggota tim kita dan menjaga proses kerja tetap on the track.
Menjadi "too nice" juga berbahaya karena bisa mendorong sang pemimpin untuk berusaha tampil sebagai "orang baik" yang berupaya menyenangkan sebanyak mungkin orang dan mengabaikan prinsip yang lebih besar untuk kepentingan organisasi.
Salah satu ciri pemimpin / Bos yang “too nice” adalah memberikan penilaian kinerja dipukul rata bagus semua untuk semua anggota timnya tanpa berdasarkan pertimbangan dan kriteria yang jelas dan objektif.
Mungkin tujuan awal sang pemimpin / Bos adalah agar adil bagi semua timnya – tanpa ia sadari justru hal ini malah menciptakan ketidakadilan bagi timnya.