Sikap defensif adalah sikap membenarkan diri terhadap "ketidakbersalahan" kita. Kita melindungi diri dengan membuat alasan dan menghindar untuk mengambil tanggung jawab. Ketika seorang pemimpin sering bersikap defensif terhadap masukan ataupun feedback, maka ia sebenarnya sedang mempertunjukkan dirinya yang memiliki rasa inferior dan rasa tidak aman (insecure).
Salah satu bentuk defensif adalah dengan menyerang balik orang lain. Perilaku ini merupakan bentuk pertahanan diri dengan cara menyerang orang lain. Ketika pemimpin menyerang balik atau mempersalahkan orang lain, ia akan semakin memperburuk keadaan dan menjadikan orang yang menyampaikan feedback padanya hanya akan semakin "malas" untuk bicara dengannya.
Bentuk lain dari defensif adalah dengan mengeluh dan menempatkan diri sebagai korban. Keluhan tidak akan pernah memecahkan masalah, dan menempatkan diri sebagai korban tidak akan menjadikan orang lain berpikiran lebih positif tentang kita.
Antidote dari defensiveness ini adalah dengan mengambil tanggung jawab pribadi terhadap situasi dan permasalahan yang terjadi. Menyadari bahwa bagaimanapun kita punya peran terhadap permasalahan, dimana apa yang kita katakan atau lakukan pernah berkontribusi terhadap permasalahan yang terjadi.
3. Stonewalling (blocking)
Stonewalling adalah ketika kita menarik diri dari pembicaraan yang terjadi. Ketika kita tampak tidak peduli / "tidak mau tau" mengenai apa yang sedang dibahas saat itu. Ketika kita asal menjawab dan tampak tidak mengikuti pembicaraan yang sedang berlangsung. Disebut stonewalling (dinding batu) karena seakan-akan berhadapan dengan dinding batu yang keras, yang sulit untuk ditembus dan diberi pengertian.
Ketika pemimpin melakukan stonewalling, ia seperti melakukan "blocking". Ia bisa tidak menjawab, diam, meninggalkan ruangan. Pemimpin yang melakukan stonewalling bukan berarti ia tidak peduli. Orang yang melakukan stonewalling biasanya sedang merasa overwhelmed (terbebani) terhadap suatu hal sehingga ia menarik diri dan terkesan tidak peduli.
Antidote dari stonewalling ini adalah menenangkan diri, mengambil waktu sejenak untuk menjernihkan pikiran dan kemudian kembali melakukan pembicaraan yang diperlukan dengan kontrol emosi yang lebih baik dan tenang.
Â
4. Contempt (sikap merendahkan)
Contempt adalah setiap perilaku non verbal maupun verbal yang merendahkan orang lain, yang menempatkan diri sendiri lebih tinggi daripada orang lain. Suatu sikap meremehkan orang lain karena merasa diri "lebih", entah lebih pintar, lebih tahu, lebih tinggi jabatan, ataupun lebih berpengalaman. Menghina, mengejek, memandang sinis, bahkan hal sederhana seperti menaruh laporan anggota tim dengan dibanting adalah beberapa contoh perilaku contempt. Diantara 4 gaya komunikasi negatif dari John Gottman ini, contempt adalah bentuk komunikasi yang paling destruktif.
Pemimpin yang melakukan contempt akan menghancurkan relasinya dengan orang lain dan menanamkan rasa sakit hati pada mereka. Saat pemimpin melakukan contempt, sebenarnya secara tidak langsung ia juga melukai dirinya sendiri.
Antidote dari contempt ini adalah membudayakan apresiasi. Untuk melakukan antidote ini, Pemimpin sungguh-sungguh perlu melakukan upaya ekstra keras untuk mengubah cara berpikir, cara merasa, maupun cara bertindak dengan menempatkan anggota tim sebagai pihak yang perlu dilayani dan bukan menempatkan mereka sebagai pihak yang harus melayani kita.