Mohon tunggu...
Eridk Djoe
Eridk Djoe Mohon Tunggu... -

refreshing and great tasting :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

KPK Harus Babat Mafia Pajak

15 Mei 2014   04:02 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:31 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

April lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia. Hadi dijerat dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak periode 2002-2004.

Penetapan tersangka itu mengejutkan banyak orang. Sangat tiba-tiba dan tidak menyeret mantan Dirjen Pajak lainnya, Mochammad Tjiptardjo dan Darmin Nasution sebagai tersangka. Pro kontra tidak bisa dihindari. Bahkan kuat dugaan, penetapan tersangka Hadi itu berkaitan dengan ganasnya Hadi sebagai ketua BPK dalam melakukan audit investigasi terhadap bailout Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Hadi dianggap pantas dimusnakan.

Terlepas dari itu, KPK patut diapresiasi. Tetapi jangan hanya Hadi dong, seret juga pimpinan BCA yang terlibat. Kalau menyeret sekelas Hartati Moerdaya saja berani, kenapa Bos BCA tidak berani?

Berbicara mengenai penggelapan pajak, sebenarnya ada mafia pajak yang hingga kini masih bebas berkeliaran. Mafia itu tak lain Fuad Bawazier. Saat menjabat Dirjen Pajak semasa pemerintahan Orde Baru, Fuad membebaskan pajak PT Timor Nasional milik Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Bersama pengusaha Arifin Panigoro, Fuad juga diduga terlibat penggelapan pajak ratusan miliar rupiah.

Indikasi itu menguat saat Fuad melaporkan kekayaannya sebagai anggota DPR RI periode 1999-2004 kepada Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Ada kejanggalan dalam laporan tersebut. Bayangkan, dalam kurun waktu lima tahun menjabat Dirjen Pajak, Fuad bisa memiliki rumah di Silver Spring, Maryland, Washington DC, Amerika Serikat seharga USD 800 ribu. Dan di garasi rumah mewah itu terparkir mobil Lexus seharga USD 80 ribu, Landrover USD 68 ribu, dan Nissan USD 40 ribu.

Kejanggalan itu sudah dilaporkan KPKPN ke Mabes Polri. Sayangnya, sebelum sempat diproses, KPKPN keburu bubar. KPKPN resmi dilebur dengan KPK pada 29 Juni 2004. Saat itu, sisa anggaran KPKPN sebesar Rp 36.757.396.309 ‘dihibahkan’ ke KPK. Kalau sisa anggaran saja diserahkan ke KPK, kenapa kasus hukum yang belum selesai tidak ikut diwariskan?

Sejak zaman Taufiequrachman Ruki, KPK sudah mengetahui harta kekayaan Fuad bermasalah. Tetapi kenapa tidak pernah ditindaklanjuti? Fuad sempat memberikan keterangan tentang asal usul asetnya tersebut. Katanya, dia mendapat pinjaman dari adiknya yang berada di Arab Saudi. Seharusnya KPK mem-follow up data tersebut. Diselidiki!

Ketua KPK saat ini, Abraham Samad, pun sepertinya tidak berani membongkar kasus Fuad. Padahal Februari 2013 lalu, Samad mengakui mendapatkan informasi terkait kasus tersebut. Kalau sudah tahu, kenapa diam saja Pak?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun