Anda punya saudara? Tentu kita semua memiliki saudara. Baik itu sanak keluarga ataupun saudara seperti kakak ataupun adik. Terutama mereka yang memiliki saudara kandung, mereka bagian yang tidak dapat kita pisahkan dari kehidupan kita. Bahkan mungkin kita akan lebih lama tinggal hidup bersama mereka dibandingkan oleh orangtua kita sendiri. Oleh karena itu, mereka layak mendapatkan tempat yang terbaik juga di hati kita betul bukan? “Dik, aku butuh bantuan…”, “Ya kak? Kenapa? InshaAllah ku bantu semampuku..” “Alhamdulillah…terima kasih ya dik..semoga Allah membalas segala kebaikanmu..” 20 tahun yang lalu… Aku memiliki 4 saudara. Aku adalah anak kedua dari 4 saudara itu dan umurku 12 tahun. Orangtuaku memberikan kami kebahagiaan layaknya keluarga bahagia lainnya. Mungkin karena kami di lahirkan dalam waktu yang berdekatan, rasa iri kepada kakak ataupun adik terkadang masih terasa di benakku. Misal, jika kakak dibelikan baju baru, tentunya aku juga ingin baju baru. Tapi jika aku dibelikan baju baru, aku tidak pengen kakakku mendapatkannya. Kenapa? Agar aku terlihat lebih hebat dari kakakku. “Hormati kakakmu, dan sayangi adikmu..”, itu adalah pesan dari kedua orangtuaku kepada kami. Mengapa? Karena kami lebih terlihat sebagi kompetitor satu sama lain dibandingkan sebagai kakak dan adik. Entah kenapa nasihat tersebut bagaikan angin lalu. “Iya maa…..”, dan itu adalah jawaban baku yang selalu kulontarkan kepada orangtuaku. Ya, begitu pula dengan kakakku. 15 tahun yang lalu… Tidak terasa waktu berjalan, dan kamipun beranjak menjadi remaja dewasa. Bagaimana rasanya menjadi seorang remaja? Tentunya ingin menunjukkan jati diri kepada orang sekitar. Terutama kepada teman. Mungkin bagiku keluarga merupakan urutan nomor sekian dalam prioritas kehidupanku. Bagaimana dengan kakak dan adikku? Apalagi mereka, kalau bisa jangan sampai mereka tahu sedikitpun tentang kegiatanku. “Hormati kakakmu, dan sayangi adikmu..”, lagi-lagi pesan tersebut diberikan kepada kami semua oleh kedua orangtuaku. Ya, aku sudah sangat sering mendengarnya dan kurasa sudah kutanam dalam-dalam hingga lubuk hati yang paling dalam. Mungkin karena terlalu dalam hingga hilang kali ya? Namun aku rasa nasihat itu tidak berdampak begitu banyak terhadap kehidupan kami sebagai kakak dan adik. Terkadang kakakku menjatuhkanku dihadapan kedua orangtuaku, dan sesekali akupun membalasnya. Ya semakin kesini persaingan semakin menjadi lebih meruncing dibandingkan sebelumnya. 5 tahun yang lalu… Semua telah berubah, aku pun sudah dewasa. Umurku 27 tahun. Kakakku sudah memiliki seorang istri dan telah berpenghasilan. Aku? Alhamdulillah sudah bekerja, dan sedang menikmati masa-masa indahnya bekerja. Akupun sekarang sedang dekat dengan seorang wanita, dan kurasa aku akan meminangnya. Kedua orangtuaku telah pensiun dan mereka saat ini tinggal dirumah yang sederhana bersamaku. Sesekali kakakku berkunjung kerumah bersama anaknya alias cucu dari kedua orangtuaku. Akupun ikut tertawa melihat kelucuan adik kecil tersebut. Disatu sisi aku juga sedih, karena orangtuaku tidak sesehat seperti dahulu. Mereka sudah kesulitan untuk bergerak. Sungguh manusiawi sekali, manusia akan hidup dan akan kembali kepada Sang Khalik pada waktunya. Akupun masih ingat nasihat orangtuaku, lagi-lagi mereka menasihati kita agar saling menghormati dan menyayangi satu sama lain. Kali ini aku tidak dapat berkata apa-apa, hanya terdiam sejenak dan mengiyakan didalam hatiku. 5 tahun telah terlewati, ayahku telah dipanggil dahulu oleh Sang Khalik. Kita semua sedih Karena kehilangan seorang pemimpin keluarga ini. Tapi aku bersyukur, ayahku telah melihat aku hidup bahagia bersama istriku. Di umurku yang 32 ini, aku telah memiliki 2 anak jagoan yang sangat kubanggakan. Meninggalnya ayahku membuat rumah hanya dihuni oleh ibu dan adik-adikku. Semua terasa lebih sunyi dari biasanya, karena adikku juga saat ini menginjak masa-masa remaja dimana lebih banyak menghabiskan waktunya diluar bersama teman-teman dibanding keluarga sendiri. Ya sesekali aku mengunjungi ibu dan menghiburnya dengan membawa 2 jagoan kecilku. “Nak, bantulah kakakmu….Semampu kamu…”, itu ucapan yang tidak akan kulupakan dari ibuku. Saat itu kakak memang terlihat jarang mengunjungi rumah ibu. Entah kenapa alasannya, tapi jika aku menelepon kakakku, dia selalu menjawab bahwa sekarang lagi ada kesibukan yang cukup padat. Aku rasa hal tersebut wajar adanya. Namun yang aku bingung mengapa ibu sampai bilang seperti itu? Tanpa berpikir panjang akupun segera mentransfer sejumlah dana ke rekening kakakku dan akupun segera memberitahu dirinya bahwa aku telah mentransfer. Tidak lama kemudian suara handphone bunyi dan ternyata kakakku yang menghubungiku. “Dik…..” “Ya ka??” “Terima kasihh….yaaa…”, suara sendu terdengar dari kakakku. “Sebenarnya kakak lagi ada masalah keuangan…bukan karena kakak sibuk, tapi kakak ga pengen ibu tahu tentang masalah kakak ini…tidak mau bikin ibu semakin sedih…” “Ohhh ya ka…gak apa-apa…Mmmm, sebenarnya malah ibu yang memintaku untuk membantu kk…Aku juga tidak tahu, tapi aku ikutin aja apa kata ibu..” Setelah menelpon aku jadi ingat ucapan yang masih tersimpan didalam benakku. Ya ucapan itu sekaligus nasihat kepada kami para kakak dan adik. “Kakak, dan adik…kalian semua sudah besar dan sudah ada yang menjadi pemimpin dari sebuah keluarga. Tapi ingat, kalian tetap bersaudara meskipun kalian kelak akan tinggal berjauhan. Orangtua memiliki naluri yang tajam terhadap anak-anaknya. Itu mengapa kami sebagai orangtua tahu jika kalian memiliki masalah. Perasaan orangtua tidak dapat dibohongi..” Beberapa tahun kemudian… Kedua orangtuaku telah dipanggil Sang Khalik. Aku menerimanya dengan ikhlas. Akupun bersyukur karena telah mendapatkan ilmu yang berharga dari mereka, sampai sejauh mana pentingnya saling menghormati dan menyayangi sesama saudara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H