Mohon tunggu...
Ericka Andrian
Ericka Andrian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Carpe diem.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Hidup Ideal Menjamin Kebahagiaan, Katanya

22 Maret 2021   19:10 Diperbarui: 22 Maret 2021   19:37 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Sekitar dua tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 4 Maret 2019, ada sebuah postingan Instagram yang sempat menjadi perbincangan hangat di kalangan warga net, terlebih pada platform Twitter. Postingan tersebut dibuat oleh Maudy Ayunda, yang sedang berbagi kabar bahagia sekaligus kebimbangannya setelah diterima oleh dua universitas terbaik di dunia: Harvard dan Stanford University.

Postingan ini mendapatkan reaksi yang beragam dari warga net. Ada yang turut bahagia dan memberikan selamat, banyak pula yang jadi membuat postingan yang bersifat membanding-bandingkan pencapaiannya dengan pencapaian sang public figure. Topik ini pula mengangkat kembali sebuah isu yang sudah lama berkembang di masyarakat, terkait hidup yang ideal.

Belajar yang rajin agar dapat lulus dengan nilai yang bagus, lalu masuk universitas terbaik, menyelesaikan kuliah dalam empat tahun atau lebih singkat, lulus dan mencari pekerjaan, sambil menjalani kehidupan romansa dan kemudian menikah, lalu memiliki anak. Tahapan-tahapan tersebut adalah tahapan hidup yang dianggap paling ideal, oleh banyak orang. Mungkin terlalu dianggap ideal, sampai-sampai menasehati orang lain dengan standar tersebut sebagai patokan, adalah sebuah kewajiban rasanya. Agar yang tersayang, bisa hidup dengan bahagia, katanya.

Tapi pada kenyataannya, upaya tersebut tak berbuah pada kebahagiaan. Justru sebaliknya, standar hidup yang banyak digembor-gemborkan oleh media dan diperkuat oleh omongan orang terdekat itu, sering kali malah menimbulkan beban dan berpengaruh pada ketidak-bahagiaan dalam hidup. Masih ada banyak orang yang sumber masalah utama di dalam hidupnya adalah fase kehidupannya yang terlalu lambat, terlalu cepat, dan tidak sesuai dengan ekspektasi orang terdekat atau standar ideal yang beredar di masyarakat.

Masih banyak orang yang tak sadar, bahwa tidak ada kehidupan yang bisa dijadikan sebagai patokan hidup yang ideal, sebab tak ada satupun kehidupan yang sama di muka bumi ini. Setiap orang memiliki alur kehidupan yang berbeda-beda, akan menghadapi masalah yang berbeda-beda, dan akan mencapai garis akhir yang berbeda-beda pula.

Mereka yang terlihat berprestasi bukan berarti tak pernah memiliki masalah di dalam hidupnya, dan mereka yang terlihat susah bukan berarti tak pernah mengalami kebahagiaan di dalam hidupnya. Memaksakan diri untuk hidup seperti orang lain pun hampir tidak mungkin untuk dilakukan, sebab ada banyak sekali faktor penentu lain yang tak bisa kita kontrol, namun sangat berpengaruh terhadap hidup kita.

Tak masuk kampus impian atau tak berkuliah sama sekali pun tak apa, menikah di usia 40-an juga tak apa, memilih untuk tak memiliki anak pun tidak ada salahnya. Memiliki jabatan tinggi di usia muda adalah sebuah hal yang baik, namun menjadi karyawan dengan hidup yang biasa-biasa saja pun bukanlah hal yang buruk.

Yang dapat menentukan kebahagiaan bukanlah hidup yang ideal, sesuai dengan standar-standar yang banyak dibicarakan oleh orang-orang. Pada kenyataannya, setiap orang berhak untuk memilih alur kehidupan dan definisi bahagianya masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun