Mohon tunggu...
Erick Firdauz
Erick Firdauz Mohon Tunggu... profesional -

Seorang Akuntan dan juga pemerhati masalah sosial kemasyarakatan.. Sangat suka travelling ke daerah2 alami, pantai, dan terutama snorkling spot :-)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Apakah Jadi PNS Harus Selalu Hidup Pas-pasan?

6 Maret 2012   08:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:26 2191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_175206" align="aligncenter" width="400" caption="PNS (KOMPAS/DWI BAYU RADIUS)"][/caption] Pro dan kontra khasus Dhana Widyatmika (DW) cukup menarik perhatian saya. Sedikit berbeda dengan kasus Gayus yang dihujat oleh hampir seluruh "partisipan" media online, DW rupanya mendapatkan "pembelaan" yang tidak sedikit. Diantara pembela2-nya mengungkapkan bahwa DW ini mendapatkan kekayaan karena hasil usaha. Ditambah lagi saya mendapatkan informasi dari teman seprofesi, bahwa dana sejumlah kurang lebih Rp 60 M itu bukan jumlah saldo uang yang mengendap di rekening DW (seperti kasus Gayus dimana Rp 28 M adalah saldo dana), namun merupakan penjumlahan dari saldo kredit di rekening koran yang bersangkutan. Terlepas dari pro kontra DW, yang menjadi pertanyaan di benak saya ialah apa sih yang salah dengan PNS berbisnis? Dan seandainya ada seorang PNS kemudian menjadi kaya karena bisnisnya (yang tidak berhubungan langsung dengan pekerjaannya), lantas apakah PNS ini layak dihukum sebagai seorang koruptor, diluar hukuman administrative yang mungkin ada dalam peraturan PNS. Kepala Sekolah dan Penggilingan Padi Di kampung saya, Karangnunggal-Tasikmalaya, saya mengenal seorang kepala sekolah di satu2nya sekolah dasar yang ada di desa Cibatucuri, kecamatan Karangnunggal. Sepanjang pengamatan saya, beliau hidup cukup berada dengan jumlah asset yang lebih banyak daripada yang mampu dibeli dari gaji PNS guru senior. Bahkan beliau seringkali menyumbangkan sebagian dari hartanya untuk infak dan sedekah kepada yatim piatu dan fakir miskin di daerah itu. Suatu ketika saya pulang kampung dan berkesempatan bertemu dengan beliau, yang juga kebetulan sedang cuti karena bertepatan dengan musim liburan sekolah. Dalam kesempatan itu, saya menanyakan bagaimana caranya mendapatkan dan mengelola harta yang sedemikian banyak itu. Terus terang dari segi gaji bulanan, saya yang bekerja sebagai international staff di sebuah perusahaan Migas bisa mendapatkan gaji yang jauh lebih besar dari beliau. Namun sepertinya belum tentu saya bisa mengumpulkan harta sebanyak itu dengan hanya mengandalkan gaji saya sekarang. Tips dari beliau sungguh mengejutkan, yakni jadilah seorang PNS! Beliau mengatakan, jadi PNS di kampung itu merupakan sebuah kehormatan. Beliau menuturkan kepada saya, semenjak diterima menjadi PNS guru, beliau selalu menabung sedikit demi sedikit gaji bulanannya. Seringkali gajinya utuh dikarenakan banyak sumbangan beras dan hasil bumi dari orang tua murid, terutama yang merasa terbantu dengan jasa-jasa beliau. Setelah beberapa tahun bekerja, beliau pun memiliki sejumlah tabungan yang cukup banyak, sekitar Rp 15 jutaan. Selanjutnya dengan status PNS, beliau memberanikan diri mendapatkan pinjaman ke koperasi di sekolahnya. Singkat cerita, uang hasil tabungannya Rp 15 Juta ditambah dengan hasil pinjaman ke koperasi, selanjutnya dibelikan mesin penggilingan padi. Dari situlah usaha beliau berkembang pesat. Mulai dari penggilingan padi, kayu bangunan (menampung kayu dari penebang), penggergajian kayu dan warung kelontong. Saat ini bila ditotal-total, mungkin assetnya bisa mencapai Rp 1-2 milyar-an, termasuk memperhitungkan peningkatan NJOP dari tanah kompleks usaha beliau yang meningkat pesat setelah dibangun jalan raya karangnunggal. Lantas pertanyaan saya, kenapa masih mau jadi kepala sekolah. Bukankan sudah cukup apa yang Bapak miliki saat ini? Beliau menjawab karena jadi kepala sekolah adalah pengabdian sekaligus kehormatan buat beliau dan keluarga. Toh istri dan anak2nya sudah bisa menjalankan berbagai bisnis yang dimilikinya. Beliau juga mengatakan tidak takut apabila ada orang yang mempertanyakan kekayaan beliau, karena beliau yakin jalan mendapatkan harta yang dimilikinya halal dan bukan hasil korupsi. Sersan Koramil dan Penjual Pasir Bumi Saya memiliki seorang sepupu dengan kisah yang unik dan sedikit tragis, tapi juga inspiratif. Seorang sepupu saya, sebut saja Kang I, memilih hidup untuk mengabdikan diri sebagai pasukan infantri di TNI- AD. Bertahun lamanya beliau meninggalkan anak dan istrinya untuk berperang di Timor Timur (sekarang Timor Leste) melawan pemberontakan Fretilin pada masa Orde Baru. Setelah sekian lama berperang dan akhirnya pulang ke Tasikmalaya, beliau mendapati kenyataan yang teramat pahit, yakni sang istri telah berselingkuh dengan seorang lelaki di kampungnya. Saya masih ingat betul betapa tegangnya keadaan pada saat itu, dimana saya dengar hampir saja sepupu saya kehilangan kesabaran dan (Alhamdulillah tidak terjadi) mencederai istri dan selingkuhannya itu. Singkat cerita, dia pun akhirnya memutuskan untuk menyepi bersama anaknya di suatu desa di daerah Pandeglang. Disana dia bekerja di Koramil setempat sebagai staff umum, bersama anak kandungnya. Ternyata Allah Maha Adil, sekurangnya itulah yang dia katakan pada saya saat saya menemuinya di Pandeglang kurang lebih setahun lepas. Selain bertemu dengan seorang wanita yang saat ini menjadi istrinya yang baru, dia juga menemukan peluang usaha diantara waktu luangnya sebagai staff Koramil, yakni jual beli pasir alam. Bermodalkan tabungannya, dia membeli sepetak lahan dan sebuah truck pasir secara kredit. Selanjutnya dia membeli pasir alam dari penambang2 di sekitar daerahnya, dan menjualnya ke kota Pandeglang. Usaha ini ditekuni sedikit demi sedikit, dan lambat laun mulai berkembang. Saat ini beliau memiliki sebuah toko bahan bangunan, dan beberapa unit truck pengangkut pasir dan bahan bangunan. Bila ditaksir2 secara kasar, mungkin saat ini nilai assetnya bisa mencapai hampir Rp 1 milyar rupiah, sungguh teramat besar bila dibandingkan dengan gaji seorang sersan mayor TNI-AD. Bisnis vs Korupsi Saya tidak mengerti peraturan perundangan yang mengikat para PNS untuk tidak boleh berbisnis. Namun saya pribadi kagum dengan keteguhan sebagian PNS yang bertahan dengan gaji pas2-an, dengan memilih untuk berbisnis dalam mencukupi kebutuhan rumah tangganya, selama bisnisnya tidak korupsi atau bisnis jabatan seperti yang dilakukan para wakil rakyat kita. Buat saya, mereka jauh lebih tegar daripada karyawan yang hanya mengandalkan gaji bulanan perusahaan seperti saya. Tetapi jikalau ini tetap salah, yah apa mau dikata. Mungkin memang PNS sudah selayaknya hidup pas-pasan sampai tua.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun