Mahasiswa KKN BTV III UNEJ lakukan penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan bagi ibu hamil dan keluarga stunting di Desa Duwet, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri guna meningkatkan perilaku hidup sehat dan kepedulian terhadap gizi seimbang di masa pandemi Covid-19.
KEDIRI – Pandemi Covid-19 yang belum usai membuat pihak Universitas Jember tetap memberlakukan kebijakan terkait dengan pelaksaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di kampung halaman mahasiswa masing-masing, yang disebut dengan KKN Back to Village (BTV) III. Kegiatan ini diselenggarakan mulai 11 Agustus 2021 hingga 9 September 2021.
Mahasiswa peserta KKN BTV III Unej dibebaskan untuk memilih satu tema dari lima tema yang disediakan, salah satunya adalah “Program Penanganan Stunting, AKI, dan AKB”.
Dari program ini, diharapkan mahasiswa dapat ikut andil dalam membantu menurunkan angka kejadian stunting di Desanya dengan program kerja yang telah disusun atas sepengetahuan dan persetujuan Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) dan pihak Desa tentunya.
Permasalahan stunting ini masih menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah Indonesia. Berdasarkan hasil survey Status Gizi Balita pada tahun 2019, prevalensi stunting Indonesia tercatat sebesar 27,67 persen. Angka itu masih di atas standar yang ditetapkan oleh WHO bahwa prevalensi stunting di suatu negara tidak boleh melebihi dari 20 persen.
Peran ibu juga dirasa sangat penting dalam menekan stunting di masa pandemi Covid-19. Hal ini karena ibu sebagai orang tua utama bagi anak dalam masa tumbuh kembangnya, yang diawali sejak dari masa kandungan.
Dasar demikian yang menjadikan Ericha Dwi Kurniasari Sulaiman, selaku mahasiswa peserta KKN BTV III UNEJ tertarik untuk memilih topik ini dalam kegiatan pengabdiannya, yaitu dengan upaya pemberdayaan masyarakat khususnya bagi ibu hamil yang menjadi tonggak awal kehidupan anak di 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yang berlokasi di Desa Duwet, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri.
“Saya sebagai peserta KKN tidak ingin ikut-ikutan teman dan ingin fokus pada bidang kesehatan, walau sebetulnya saya juga masih belajar. Saya harap program kerja yang saya susun dapat membantu pihak Desa dalam mengatasi permasalahan ini,” pendapat Ericha.
Kegiatan KKN yang hanya dilakukan selama 30 hari dirasa kurang dalam upaya pendampingan di masyarakat, karena setidaknya memerlukan waktu paling singkat 2 hingga 3 bulan lamanya untuk mengetahui perkembangan tinggi anak sebagai indikator keberhasilan penanganan stunting.
Tahap awal yang dilakukan adalah berdiskusi dengan kepala desa dan perangkatnya untuk meminta izin, dilanjutkan bertemu dengan Ketua Seksi PKM Desa, Bidan Desa, Kader P4K, dan Kader Posyandu untuk mendiskusikan tentang permasalahan kesehatan terutama terkait balita stunting, AKI, dan AKB di Desa Duwet.