Mohon tunggu...
Erica Lesmana
Erica Lesmana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Maraknya Kekerasan Seksual pada Anak

25 November 2016   06:06 Diperbarui: 25 November 2016   06:36 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pada bulan Mei silam, Presiden Joko Widodo menandatangani pengesahan Perppu Nomor 1 tahun 2016 tentang perlindungan anak yang dapat menjerat pelaku kekerasan seksual dengan hukuman berat. Pertimbangannya adalah mengingat maraknya kasus kekerasan seksual pada anak dan sekiranya hukuman yang tercantum dalam UU belum cukup untuk membuat para pelaku kekerasan seksual merasa jera. Pemerintah menyadari bahwa Indonesia berada di situasi genting karena hal tersebut. Namun, hukuman yang cukup berat sekiranya harus diimbangi dengan peran serta pengawasan oleh orang tua terhadap anak masing-masing.

Pada dasarnya, kekerasan seksual pada anak adalah segala tindakan untuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya, menampilkan pornografi untuk anak, melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak, melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik (kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan medis). Akibat yang ditimbulkan sungguh sangat merugikan bagi sang anak. Banyak kasus dimana anak tidak dapat berkembang secara optimal karena trauma, depresi, cedera fisik yang ditimbulkan. Contohnya, kasus kekerasan seksual pada seorang siswi SMP di Padang Ulak Tanding, kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, bernama Yuyun. Tidak hanya sampai disitu, bahkan pelaku melakukan pembunuhan dan menelantarkan mayat Yuyun hingga membusuk. Tindakan yang sangat kejam ini sungguh memilukan hati dan sangat tidak manusiawi. Sudah saatnya, masyarakat menyadari betapa pentingnya melindungi buah hati mereka sendiri.

Belajar dari kasus-kasus yang sudah terjadi, banyak hal yang menjadi faktor penyebab ‘budaya’ kekerasan seksual yang sedang marak ini. Konten pornografi yang sangat mudah diakses melalui handphone memegang andil besar dalam hal ini. Di tambah lagi dengan kurangnya pengawasan dari orang tua akan hal-hal yang diakses oleh anak dari ponsel pintar mereka. Disamping itu, sejatinya anak memang memiliki rasa keingintahuan yang sangat besar. Ada kecenderungan anak  akan mencari sesuatu yang ingin mereka tahu lewat media online. Dalam media online, seorang anak bisa mencari tahu tentang apa saja yang ia ingin tahu. Bahkan terkadang tanpa mencari pun, anak-anak dengan mudahnya terpapar oleh iklan-iklan senonoh yang tidak seharusnya ditampilkan.

Selain itu, media massa online juga dapat memudahkan pelaku kekerasan seksual dalam mencari korbannya. Salah satu modus yang sering digunakan ialah berkenalan dengan orang lain lewat  facebook. Salah satu jejaring sosial dengan pengguna terbanyak itu mengatakan, telah memiliki lebih dari 100 juta akun palsu. Dapat disimpulkan bahwa di luar sana banyak orang yang memalsukan identitas mereka. Salah satu tujuannya ialah untuk menipu orang lain. Anak menjadi salah satu korban empuk yang mudah ditipu dan tidak dapat melawan. Dalam hal ini, kehadiran dan peran orang tua dalam mengawasi sepak terjang anak secara online menjadi penting. Komunikasi antara anak dan orang tua juga harus berjalan dengan baik. Sebagai orangtua, sebaiknya kita selalu menuntut anak kita untuk bersikap jujur dan menceritakan apa saja yang ia alami di sekolah bersama guru dan teman-teman.

Dengan bertambahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya peran orang tua dalam pencegahan kasus kekerasan seksual, tentunya jumlah kasus kekerasan seksual akan menurun dan hak-hak anak dapat terlindungi, sehingga keamannan dan ketertiban masyarakat dapat lebih terjamin.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun