Mohon tunggu...
Erica Lesmana
Erica Lesmana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sistem Baru dalam Pendidikan Indonesia

22 Mei 2016   16:41 Diperbarui: 22 Mei 2016   16:46 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini, timbul pergejolakan di dunia pendidikan Indonesia. Hal ini disebabkan karena adanya pergantian sistem penilaian kelulusan siswa. Jika dahulu Indeks Prestasi atau IP yang digunakan sebagai indikator, sekarang digunakan Indeks Integritas Ujian Nasional atau IIUN sebagai penentu kelulusan siswa. Tentunya hal ini menuai banyak pro dan kontra di masyarakat. Dari sudut pandang orang tua misalnya, banyak orang yang memprotes sistem pendidikan yang baru. Ada protes dari orang tua yang mengatakan bahwa dengan sistem ini, anaknya akan semakin sulit untuk mendaftar ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang diinginkan karena PTN akan memberikan kuota lebih banyak untuk SMA dengan IIUN yang tinggi dan kuota yang lebih sedikit untuk SMA dengan nilai IIUN rendah. Namun, ada juga orang tua yang mengapresiasi langkah Kemendikbud mengganti sistem pendidikan yang lama karena dengan memberlakukan IIUN sebagai indikator, hal ini lebih adil bagi sekolah yang memiliki IP rendah namun tidak melakukan kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional.

Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah, Anies Baswedan sudah secara jelas menjelaskan mengapa ia melakukan penggantian sistem tersebut juga tujuan yang ingin dicapai. Tentu kita semua prihatin akan kasus korupsi oleh pejabat negara yang kian merajalela. Hal ini sangat merugikan negara kita karena korupsi tidak hanya terjadi di lingkungan pusat, namun juga di lingkungan daerah. Keprihatinan masyarakat yakni akan pejabat negara yang sangat egois dan mementingkan kepentingan pribadi/golongan. 

Para elit tersebut yang diharapkan mempunyai moralitas yang tinggi sebagai pemimpin bangsa namun justru tidak bisa secara bijaksana menghadapi suatu godaan yang berupa korupsi. Para pejabat bangsa yang melakukan korupsi ialah orang yang memiliki daya intelektual tinggi, namun karakternya tidak bermoral. Lalu bagaimanakah upaya negara Indonesia untuk mencapai suatu negara yang makmur dengan pejabat negara yang transparan dan jujur? Salah satu upayanya yaitu dengan memberlakukan sistem pendidikan yang baru dengan mengedepankan nilai kejujuran sebagai tujuan yang ingin dicapai. 

Dengan menghasilkan generasi muda yang lebih jujur, generasi muda yang nantinya akan menjadi motor penggerak bangsa ini dapat memimpin negara dengan lebih bermoral, tidak mudah tergoda oleh korupsi yang hanya membawa kesenangan sementara. Tujuan itulah yang diyakini Menteri Anies Baswedan dapat dicapai dalam diri anak-anak muda lewat sistem ini.

Sekolah sendiri merupakan agen pembentuk karakter anak. Sekolah bertujuan untuk meningkatkan intelektualitas dan juga moralitas dalam diri seorang anak. Untuk itu, sekolah sendiri harus menjadi agen yang bermoral. Sekolah tidak akan dapat menanamkan nilai moralitas dalam diri seorang anak jika sekolah itu sendiri bukanlah agen yang bermoral. Sama halnya, jika kita ingin menanam benih ke dalam tanah, haruslah kita memiliki benih itu.

Namun apakah Indonesia memiliki sekolah ideal tesebut? Sudahkah sekolah di Indonesia ‘bermoral’? Gambaran sekolah yang bermoral tentu saja bukan sekolah yang memotret kunci jawaban Ujian Nasional dan membagikannya ke siswa. Gambaran sekolah yang bermoral juga bukan sekolah yang tidak menindaklanjuti adanya praktek kecurangan yang terjadi di sekolah tersebut. Hal-hal itu ternyata masih terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Seharusnya, sekolah yang ingin menanamkan nilai kejujuran pada siswanya haruslah jujur juga dalam menyelenggarakan pendidikan.

Lalu hal yang tidak kalah penting nya adalah terkadang masyarakat Indonesia sangat terpaku pada hasil/nilai yang harus dicapai dan melupakan tujuan utama/sasaran utamanya. Tujuan dari diadakannya sekolah adalah untuk mendidik karakter siswa, dan tujuan dari siswa masuk ke sekolah adalah untuk menimba ilmu. Maka dari itu, kita harus selalu mengingat tujuan utama siswa masuk ke sekolah adalah untuk menimba ilmu, bukan untuk mendapatkan nilai setinggi-tingginya dengan menghalalkan segala cara, bahkan cara yang tidak bermoral.

Sistem pendidikan Indonesia yang baru, diharapkan dapat mengembalikan fokus pandangan masyarakat ke tujuan utama yang sebenarnya ingin disasar. Kita ingin membentuk generasi muda yang jujur dan bermoral. Setelah menetapkan tujuan yang baik, tugas kita sekarang adalah menata regulasi yang baik dalam proses pelaksanaan. Dalam sebuah proses pelaksanaan yang baik meliputi proses pengawasan yang baik pula. Tidak ada gunanya jika sistem yang direncanakan sudah sangat sempurna namun cacat dalam pelaksanaannya.

Untuk itu, usaha untuk mencapai pelaksanaan Ujian Nasional yang baik di seluruh wilayah Indonesia memerlukan adanya proses pengawasan yang baik oleh seluruh masyarakat, tidak hanya pengawas Ujian Nasional saja. Dibutuhkan peran dari setiap warga sekolah untuk turut berpartisipasi dalam memastikan Ujian Nasional berjalan dengan baik. Karena hal ini menyangkut kepentingan bersama sehingga dibutuhkan pengawasan bersama. Seperti apa yang telah diutarakan oleh Menteri Anies Baswedan, bahwa masyarakat yang bersalah bukan hanya yang melakukan kecurangan, namun orang lain yang mengetahui kecurangan tersebut dan hanya berdiam diri saja. Disini Pak Anies Baswedan menghimbau masyarakat untuk turut serta menjaga transparasi pelaksanaan Ujian Nasional 2016.

Dengan diberlakukannya sistem baru ini, banyak institusi pendidikan akan berbenah diri dan memperbaiki proses belajar mengajarnya. Baik sekolah swasta dan sekolah negeri akan saling berkompetisi untuk memperbaiki sekolah masing-masing dan mengutamakan kejujuran agar mendapatkan nilai IIUN yang tinggi. Tentunya, hal ini akan berdampak pada lulusan-lulusan nya yang lebih berintegritas dan lebih bermoral.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun