Berdasarkan data Pengadilan Agama terkait permohonan dispensasi perkawinan anak, tercatat sebanyak 65.000 perkara pada tahun 2021 dan sebanyak 55.000 permohonan yang diajukan pada tahun 2022. Data di tahun 2022, jumlah dispensasi kawin terbesar ada di peradilan tinggi agama (PTA) Jawa Timur di Surabaya, dengan wilayah paling tinggi ada di Malang. (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, 2023). Tren pernikahan anak perempuan di Indonesia, baik yang sudah menikah pertama kalinya sebelum usia 18 atau 15 tahun, menunjukkan penurunan dari tahun 2008 hingga 2018, namun penurunannya masih tergolong lambat. Pada tahun 2008, prevalensi perkawinan anak sebesar 14,67%, tetapi pada tahun 2018 menurun sebesar 3,5 poin, yaitu di angka 11,21%. Masih sekitar 1 dari 9 wanita antara usia 20 dan 24 melakukannya pernikahan pertama sebelum usia 18 tahun (Badan Pusat Statistik, 2020).
Menurut United Nations Children's Fund (UNICEF), pernikahan dini diartikan sebagai pernikahan yang terjadi ketika berusia di bawah 18 tahun. Pernikahan dini dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu pendidikan yang rendah, kebutuhan ekonomi, kultur untuk menikah muda, pernikahan yang diatur oleh keluarga, maraknya seks bebas pada remaja dan kehamilan diluar nikah (Priohutomo, 2018). Selain itu, faktor kemiskinan, geografis, akses pendidikan yang sulit, ketidaksetaraan gender, masalah sosial, masalah bencana alam, akses fasilitas kesehatan yang sulit dan adat atau budaya pada suatu daerah juga berkontribusi dalam faktor-faktor penyebab pernikahan dini (Ayuwardany & Kautsar, 2022). Dampak yang ditimbulkan akibat pernikahan dini tidak bisa dianggap remeh, seperti drop out dari sekolah, kekerasan dalam rumah tangga, peluang kematian ibu yang tinggi, hak kesehatan reproduksi yang rendah dan subordinasi keluarga (Priohutomo, 2018). Dampak-dampak tersebut lebih dominan mengarah kepada perempuan. Â Dampak tersebut dapat menjadi salah satu dasar mengapa pernikahan dini harus dikurangi bahkan tidak boleh terjadi.
Dampak perkawinan anak tidak hanya akan dialami oleh anak yang dinikahkan, namun juga akan berdampak pada anak yang dilahirkan serta berpotensi memunculkan kemiskinan antar generasi (Badan Pusat Statistik, 2020). Kemiskinan antar generasi yang muncul sebagai akibat dari perkawinan anak kerap disebut dengan kemiskinan struktural. Menikahkan anak dianggap sebagai solusi dalam mengatasi masalah kehidupan dengan harapan dapat mengurangi beban keluarga. Namun, bisa kita lihat bersama bahwa pernikahan anak bukanlah sebuah solusi melainkan dapat menambah permasalahan yang telah ada. Perkawinan anak tidak hanya melibatkan satu generasi saja, tetapi mempengaruhi berbagai generasi yang akan datang. Anak-anak yang dilahirkan dari hasil perkawinan anak cenderung menghadapi tantangan yang lebih besar dalam mengakses pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi. Fenomena ini akan membentuk lingkaran kemiskinan yang sulit diputuskan, karena mereka mewarisi keterbatasan dan kesulitan dari orang tua mereka.
Semestinya usia anak adalah waktu untuk pembangunan fisik, emosional dan sosial sebelum memasuki masa-masa dewasa. Praktik perkawinan dini terkait dengan fakta bahwa melanggar hak anak, membatasi pilihan serta peluang yang mereka miliki. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan dan hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sesuai kebutuhan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Indonesia pada tahun 1945 (Badan Pusat Statistik, 2020).Â
Daftar Pustaka
Ayuwardany, W., & Kautsar, A. (2022). Faktor-Faktor Probabilitas Terjadinya Pernikahan Dini Di Indonesia. Jurnal Keluarga Berencana, 6(2), 49–57. https://doi.org/10.37306/kkb.v6i2.86
Badan Pusat Statistik. (2020). Pencegahan Perkawinan Anak Percepatan yang Tidak Bisa Ditunda. Badan Pusat Statistik, 6–10.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. (2023). KEMEN PPPA : PERKAWINAN ANAK DI INDONESIA SUDAH MENGKHAWATIRKAN. https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/4357/kemen-pppa-perkawinan-anak-di-indonesia-sudah-mengkhawatirkan
Priohutomo, S. (2018). MENCEGAH PERNIKAHAN ANAK MELALUI PROGRAM KKBPK dr. Sigit Priohutomo, MPH (PLT. KEPALA BKKBN) Disampaikan pada Seminar Nasional Kependudukan. https://www.bkkbn.go.id/po-content/uploads/2018.03.10.Banjarmasin.MENCEGAH_PERKAWINAN_ANAK_MEL_PROG_KKBPK.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H