Mohon tunggu...
Eriton
Eriton Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Berjejaring dalam Kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

6 Tahun PSI, Politik Gagasan dan Optimisme

28 November 2020   21:20 Diperbarui: 28 November 2020   21:27 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Detailnya, 55,2% responden memberi respon kinerja Parpol dan DPR buruk, demikian pula tingkat kepercayaan. Institusi politik dalam hal ini partai politik dan representasinya di perlemen masih jauh dari sebagai  penyambung lidah rakyat.

Gerakan dan visi misi partai pun hanya menjadi anomali, "lain di mulut, lain di hati". Akhirnya, akumulasi persoalan melahirkan fobia juga budaya hipokrit di masyarakat. Persoalan-persoalan ini tentu akan  berbahaya dalam proses politik dan masa demokrasi kita.

Jika, menengok inisiatornya, Grace Natalie berlatar jurnalis sementara Raja Juli Antoni, aktifis Muhammadiyah praktis menjadi kekuatan tersendiri. Artinya, politik blak-blakannya ala PSI manjur dan awet, selain tidak memiliki beban sejarah tentunya, seiring 100% pengurusnya anak muda.

Politik Opimisme

Selain politik ide yang dibangun PSI, agaknya tidak cemas menyaksikan terjun bebasnya public trust. Pengejawantahan visi dan misi partai haruslah diformat dalam bingkai optimisme meski sinisme masyarakat terhadap partai politik menggunung.

Jargonnya yang sebagai partai milenial dianggap berhasil menjadi kekuatan. Sepak terjang di pusaran politik nasional dan tak canggung berkolaborasi secara kontsruktif bersama Partai terdahulu. Sistem multi partai yang ada bukan jadi hambatan.

Keputusan membela Jokowi pada paruh periode pertama dan mendukung pencalonan Presiden petahana tesebut pada 2019 adalah bentuk kedewasaan politik partai milenial itu. Meski bukan tanpa konsekwensi. Pelbagai tudingan miring dialamatkan pada Partai mawar putih ini. Mulai dari antek PKI, anti islam, partai ingusan tentunya juga cebong. Penamaan buruk itu tak menyurutkan komitmen politik PSI.

Tentu saja itu tidak dapat dimaknai sekadar taktik politis belaka, justru sejalan dengan Undang-Undang 2 tahun 2008 tentang Partai Politik. Pada BAB 10 dan 11 menegaskan bahwa Partai politik juga memiliki fungsi menciptakan iklim politik yang kondusif, menjaga persatuan dan kesatuan Bangsa, menumbuhkembangkan demokrasi yang berdasar pada Pancasila. Kita mafhum Pilpres 2019, kentara politik identitas yang merupakan duplikat dari Pilkada DKI Jakarta.

Pada Pemilu 2019, rekapitulasi resmi Komisi Pemilihan Umum PSI meraup 1,86 % suara. Walau belum lolos parlementary treshold 4%, angka itu cukup untuk mengungguli dua partai pendahulu besutan Yuzril Ihza Mahedra dan Wiranto. Terhitung sebuah awal yang cukup memuaskan bagi pemain baru.

Saat ini, semua jargon yang digaungkan PSI, dinanti konsistensinya oleh masyarakat Indonesia. Sejauh mana kontinuitas asa publik diperjuangkan, sampai kapan PSI bisa bertahan agar tak tergelincir, atau memilih membeo dan lebih parah lagi alurnya hanya klise. Bisa diduga lebih cepat dari yang dibayangkan dan ini alur yang membosankan.

Di ulang tahun yang ke 6 ini, ujaran Sis Grace Natalie bisa ditimbang-timbang, "Mohon maaf, bukannya sombong. Di PSI, jabatan dan darah biru gak laku. Semua caleg, melewati proses yang sama dan akan diperlakukan sama".

*artikel ini pernah dimuat di geotimes.co.id pada 22 November 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun