Mohon tunggu...
Erfransdo
Erfransdo Mohon Tunggu... Lainnya - Journalist, Traveler

Penggiat aksara dan penggemar tualang | Chelsea fans

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Tipe-tipe Penjual Cilok di Kampung Saya

24 Februari 2022   12:03 Diperbarui: 24 Februari 2022   12:12 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pixabay

Siapa hari ini yang nggak doyan sama jajanan cilok? Saya yakin, hampir semua kalangan mulai dari emak-emak yang suka nongkrong di warung sampai pejabat pasti suka sama jajanan yang satu ini. Ya, cilok memang bisa kita temukan di mana saja. Di jalanan bisa, di sekolahan bisa, di hajatan bisa, bahkan di polsek pun kita masih dapat menemukan bapak-bapak yang jualan cilok.

Entah sejak kapan saya mulai suka sama jajanan cilok, yang pasti sampai saat ini saya masih kecanduan makan cilok kalau ada pedagang cilok yang lewat depan rumah saya. Karena pecinta cilok jumlahnya bejibun banget, jadinya di kampung saya penjual cilok itu lebih dari satu orang. Macam-macam olahannya pun berbeda, ada yang menjual cilok goreng, cilok rebus, cilok mentah, cilok Bandung, sampai cilok-cilok yang lainnya.

Hampir setiap hari setiap pedagang cilok pasti melewati rumah saya. Apalagi kalau sudah jadi langganan, saya jadi tahu percis jam berapa kang cilok mampir ke depan rumah saya. Kebetulan penjual ciloknya pun tetangga saya meskipun jarak rumahnya dengan saya agak jauh, tapi ya saya sekeluarga memang sudah kenal sama kang cilok yang satu ini. Bapak Jaro, namanya. Dan saya biasa memanggilnya dengan sebutan Mang Jaro.

Kalau Mang Jaro nggak jualan karena satu dan dua hal, biasanya saya suka membeli cilok di tukang dagang yang lain. Biasanya para penjual cilok memang suka lewat depan rumah, atau terkadang nggak lewat sama sekali. 

Pokoknya kalau sudah ada suara teng teng teng pakai sendok dan piring, saya tahu bahwa itu si penjual cilok. Biasanya saya suka langsung saja ke sumber suara sambil membawa mangkuk. Soalnya kalau makan langsung di plastik sensasinya kurang terasa karena panas.

Ketika saya perhatikan setiap penjual cilok yang telah saya temui, ada berbagai tipe penjual cilok dengan cara berjualannya yang khas. Pokoknya setiap penjual cilok itu mempunyai ciri khasnya masing-masing. Dari yang muda sampai yang paling tua punya daya tariknya tersendiri. Kira-kira kalau saya jabarkan setiap tipenya, kurang lebih seperti berikut ini.

Hal Paling Lumrah : Pakai Topi dan Serbet di Leher

Mulai dari Mang Jaro sampai Mang Ujang, ketika sedang keliling menggendong gerobak cilok yang dibawanya, mereka selalu membawa starter kit khusus : topi dan serbet. Kalau bisa ditelaah sih hampir sama seperti penjual sayuran keliling atau kondektur angkot. Bahkan di tempat lain pun saya sering melihat gaya pedagang cilok, ya, memang seperti itu.

Saya tidak tahu kapan tren itu dimulai, aneh saja gitu setiap pedagang cilok harus selalu pakai topi dan serbet yang dipakai di leher. Ya mungkin untuk meminimalisir cuaca panas atau gerimis, dan juga si serbet untuk mengelap keringatnya karena capek seharian keliling kampung. Jadinya yaaa unik saja saya melihatnya. Dan saya memang sudah hafal jenis topi dan serbet yang dipakai para penjual cilok karena sering beli dagangannya.

Berkeliling sambil Membunyikan Suara Khas

Kalau Mang Jaro, biasanya dia suka pakai bambu kentung yang kecil untuk menarik perhatian para pelanggannya. Kalau sudah ada suara itu dengan teriakan khasnya yang, "Ngaloklok ngaloklok", sudah dipastikan bahwa itu adalah Mang Jaro yang sedang berjualan cilok. Kalau bisa saya artikan kata "ngaloklok" itu mempunyai arti ngadahar cilok atau dalam bahasa Indonesia-nya memakan cilok.

Kalau Mang Ciat (penjual cilok Bandung) biasanya pakai sendok besi dan piring. Mirip-miriplah seperti penjual bubur ayam. Bedanya, kalau penjual bubur ayam membunyikan suara itu pagi-pagi, namun kalau Mang Ciat ini biasanya mulai beraksi dari jam setengah tiga sore sampai jam lima sore kalau di kampung saya. Sebelum jam itu biasanya doi suka berkeliling di kampung sebelah terlebih dahulu sebelum ke kampung saya.

Berbeda dengan Mang Ujang (penjual cilok bulat berisi telur) yang sudah agak modernan dikit. Sejak boominnya sinetron Dunia Terbalik, kini Mang Ujang selalu membawa speaker kecil yang disambungkan dengan hape untuk membunyikan suara khasnya Kang Encuy bintang sinetron Dunia Terbalik yang berperan sebagai tukang cilok. Sebelumnya Mang Ujang hampir sama seperti Mang Jaro yang suka membawa kentungan bambu, namun bedanya doi nggak pernah teriak seperti Mang Jaro.

Bercerita/Ngobrol dengan Pelanggan

Seorang pedagang akan jauh lebih dikenal kalau bersikap ramah dengan para pelanggannya, walau hanya sekadar berbincang-bincang santai. Dan hal itu yang dilakukan Mang Jaro ketika berjualan ke depan rumah saya. 

Biasanya blio selalu bercerita harinya berjualan yang kadang laku atau tidak, bercerita tentang politik, berbicara tentang anaknya yang sekolah, sampai menanyakan perkuliahan saya bagaimana. Terlebih Mang Jaro merupakan tetangga saya. Jadinya ya memang terlanjur sudah akrab.

Selain Mang Jaro, beberapa pedagang cilok yang lain pun sering berbaur dengan masyarakat sekitar apalagi kalau sudah menjadi pelanggannya. Bercerita tentang politik dan serba-serbi corona menjadi bahasan yang sering diperbincangkan akhir-akhir ini oleh para pedagang dan masyarakat.

Metode Dagang : Dipanggul atau Didorong dengan Gerobak

Seiring berkembangnya zaman, banyak para pedangang cilok yang sudah beralih ke gerobak modern atau malah membuat kedai sendiri. Namun kalau di perkampungan seperti di daerah rumah saya, para pedagang cilok masih menggunakan gerobak dorong sederhana bahkan masih ada yang dipanggul dengan badannya.

Mang Jaro misalnya, doi masih menggunakan metode panggul di pundaknya. Pantas saja badannya cukup kekar meski kerutan di wajah tidak bisa dihindarkan. Jadinya meskipun tidak sedang ingin jajan (walaupun pada akhirnya ingin juga), kalau sudah melihat semangatnya ditambah keringat di siang terik, saya akan tetap membelinya. Ciloknya enak banget soalnya.

Begitu pula dengan Mang Ujang yang masih memanggul barang dagangannya, ditambah tabung gas elpiji di dalam gerobak panggulnya yang menambah beban gerobak.

Berbeda dengan Mang Ciat penjual cilok Bandung yang sudah menggunakan gerobak dorong yang cukup bagus. Wajar saja, soalnya Mang Ciat masih terlihat cukup muda, jadi jiwa modernnya dikeluarkan, meskipun cara memanggil pelanggannya tidak sekreatif Mang Ujang yang menggunakan speaker.

Jam Kerja

Kalau musim liburan, biasanya Mang Jaro selalu berdagang lebih pagi karena kalau sekolah masih jalan, Mang Jaro selalu berjualan di sekolah. Kalau tidak habis, barulah siangnya keliling kampung. Biasanya sih selalu habis, dan kalau masih kuat berjualan, biasanya memang berkeliling lagi dengan cilok yang baru.

Kalau Mang Ujang, doi jam kerjanya nggak bisa ditebak. Kadang tiba-tiba lewat rumah tanpa sepengetahuan, atau kadang nggak sama sekali selama beberapa hari. Maklum, selain berjualan cilok, Mang Ujang selalu mengurusi lahan pertaniannya di kebun. Seperti menanam ubi jalar atau pun jagung manis.

Berbeda dengan Mang Ciat, jam kerja doi memang terjadwal. Doi biasanya berjualan di kampung saya sekitar jam setengah tiga sore, dan pulang sekitar jam lima sore. Ya mau jam segini atau segono juga, yang penting mah tetep jajan cilok. Hari ini Mang Jaro, besoknya Mang Ujang, dan lusa Mang Ciat. Ciatciatciat wkwkwk, pisss Mang Ciat.

Nah, mungkin seperti itu tipe-tipe penjual cilok yang berjualan di sekitaran rumah saya. Saya sangat salut sama perjuangan mereka, apalagi di saat pandemi seperti ini. Pekerjaan mereka memang sederhana namun yang terpenting tetap berusaha daripada orang-orang sehat yang masih minta-minta di jalanan. Dan yang paling penting, jangan lupa jajan cilok guys, hehehe.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun