Beberapa waktu lalu saya sengaja membongkar gudang tempat di mana buku-buku saya semasa sekolah disimpan sekaligus untuk bernostalgia.Â
Saya adalah tipe orang yang tidak rela kalau buku-buku saya semasa sekolah dibuang begitu saja apalagi harus dijadikan bungkus gorengan.
Di sela-sela saya merapikan dan membersihkan buku-buku yang sudah berdebu, saya tidak sengaja menemukan cincin legendaris yang pernah saya pakai saat masih sekolah dulu. Ya, nama cincin itu adalah cincin akik atau batu akik.
Saya pertama kali membeli batu akik itu sekitar tahun 2014an saat masih kelas 1 SMA yang bersamaan dengan boomingnya fenomena batu akik di mana-mana.Â
Saat itu harga jual batu akik bisa dibilang melonjak drastis, bisa sampai miliaran rupiah. Namun merasa tidak punya banyak uang, saya pun hanya membeli batu akik yang paling murah saja di pasar sepulang sekolah. Kala itu banyak pelanggan yang mengerumuni penjual batu akik tersebut.
Alasan saya membeli batu akik, selain karena booming, saya merasa batu akik mempunyai bentuk yang indah dan unik. Kala itu saya sangat tertarik dengan batu akik blue safir.Â
Di kelas pun, beberapa teman saya sudah menggunakan batu akik di jarinya. Bahkan ada satu siswa yang mengenakan lebih dari 3 batu akik di jarinya.
Banyak juga orang yang beranggapan bahwa orang yang mengenakan batu akik mempunyai "ilmu" yang tidak dimiliki kebanyakan orang.Â
Kebetulan kakek saya pun mempunyai batu akik yang konon katanya memiliki kekuatan mistik di dalamnya. Sampai-sampai saya pun tidak berani untuk mengenakannya karena takut terjadi apa-apa. Hahaha.
Ketika pertama kali membeli batu akik, saya merasa senang dan puas. Setiap hari saya akan selalu mengenakan batu akik tersebut baik ketika sekolah, bermain, bahkan hingga beranjak ke kasur untuk tidur. Namun kala itu bagi saya batu akik hanya diburu oleh kaum-kaum senior alias sudah tuwir.