Mohon tunggu...
erfina nagata
erfina nagata Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Transportasi Luring (Offline) VS Transportasi Daring (Online)

25 Maret 2016   06:21 Diperbarui: 25 Maret 2016   08:41 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

     Seiring dengan perkembangan zaman, maka teknologi yang digunakan masyarakat semaking berkembang pesat pula. Dewasa kini, kita banyak menjumpai inovasi-inovasi baru, salah satunya pada bidang transportasi . Seperti yang kita lihat dari siaran televisi  atau berita-berita di berbagai media massa lain, saat ini banyak transportasi yang memanfaatkan layanan  berbasis daring (online). Masyarakat semakin menggemari layanan ini karena mudah diakses, cepat dan praktis. Dengan menggunakan aplikasi pada smartphone, pengguna bisa dengan mudah memesan jasa transportasi. Pengguna juga tidak perlu beranjak dari tempat untuk mencari jasa transportasi tersebut, cukup menunggu di tempat dan dapat memesan dimanapun penggunanya berada. Contohnya kita telah tidak asing dengan layanan GO-jek, Uber, Grabcar dan kawan-kawannya yang lain yang sekarang sedang menjadi primadona di kalangan masyarakat.  Namun, selain memberi dampak positif atau berbagai keuntungan bagi masyarakat dan beberapa pihak lain, layanan transportasi berbasis daring (online) juga membawa dampak buruk sebagai penyebab polemik antara transportasi berbasis luring (offline) dan daring (daring).

     Akhir-akhir ini kita banyak  mendengar atau bahkan melihat berbagai kontroversi antara transportasi berbasis luring dan daring, yang tak lain penyebabnya adalah persaingan pasar. Banyak sopir taksi resmi di Jakarta yang melakukan demo kepada pemerintah menuntut agar pemerintah menertibkan layanan berbasis daring seperti uber dan grab car, salah satu alasan mereka yakni mengenai perizinan dan pembayaran pajak para taksi daring (online) tersebut. Namun. Tak dapat dipungkiri pula bahwa keberadaan layanan taksi daring (grabcar dan uber) telah banyak merebut minat masyarakat, sehingga para taksi resmi merasa tersaingi.

     Para sopir taksi resmi di Jakarta juga melakukan aksi mogok kerja dan anarkisme yang mengundang rasa kecewa masyarakat. Karena masyarakat banyak menilai bahwa aksi mereka merugikan dan tidak sepantasnya, padahal masyarakat mengharapkan persaingan yang terjadi adalah persaingan yang sehat dengan cara masing-masing taksi saling membenahi fitur maupun kondisi  armada transportasi mereka.

     Tanggapan Gubernur DKI Jakarta mengenai kasus ini mengatakan bahwa pemerintah sudah menghimbau para penyedia layanan taksi daring (online) agar megikuti aturan Dinas Perhunbungan dan Transportasi DKI Jakarta atas ]embayaran pajak, namun seringkali himbauan ini tidak digubris. Pemerintah memutuskan bahwa taksi Uber dan GrabCar harus mematuhi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Darat. Kedua perusahaan taksi daring (online) tersebut harus bergabung ke dalam operator  angkutan yang legal. Keputusan ini merupakan hasil rapat antara Dirjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, pihak Dinas Perhubungan Jakarta, serta Menteri Komunikasi dan Informatika. Jadi, pemerintah meberi dua pilihan bagi GrabCar apakah bergabung ke dalam perusahaan taksi atau hanya cukup berbadan hukum sebagai perusahaan rental. Sementara Uber hanya dimungkinkan untuk bekerja sama dengan perusahaan rental mobil. Meskipun begitu pemerintah menyadari bahwa proses tersebut membutuhkan waktu, karena ada beberapa syarat yang  harus dipenuhi.

     Sehingga apapun keputusan yang telah terjadi, hendaknya para layanan transportasi baik berbasis luring (offline) ataupun daring (online) saling membenahi jasa pelayanan mereka. Baik dalam penggunaan fitur,pelayanan sopir, ataupun kondisi transportasi mereka. Mereka membiarkan masyarakat sendiri yang memilih dan menilai sesuai pandangan konsumen, sehingga terciptalah persaingan ekonomi yang sehat pula.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun