Mohon tunggu...
Erfan Adianto
Erfan Adianto Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hanya seorang buruh biasa yang ingin berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Akankah Gayus Di-Munir-kan?

12 Januari 2011   15:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:40 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekelebat saya teringat kembali episode drama panjang 2004 sampai 2008, ya episodeterbunuhnya seorang Munir,salah seorang pejuang hak asasi manusia Indonesia. Nama lengkapnya adalah Munir Said thalib, dilahirkan di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965. Jika kita mereview ulang Munir, tentu masih segar ingatan kita bahwa Munir meninggal ketika dalam perjalanan menuju Belanda di dalam pesawat GA 974 tanggal 7 September 2004 dengan adanya indikasi racun arsenik di dalam tubuhnya. Dan tentunya hingar bingar episode drama pengadilan terhadap siapa dalang pembunuh Munir diakhiri dengan epilog kontroversi Mayjend (Purn) Muchdi Pr yang divonis bebas pada tanggal 31 Desember 2008, walaupun bukti dan kesaksian mengarah padanya. Itulah salah satu drama tragis yang menghiasi sejarah Indonesia.

Pertanyaan kritisnya adalah mengapa Munir yang saat itu sebagaiDirektur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial dibunuh dengan operasiyang sangat rapi dan bersih? Tentu saja tidak lepas dari peran Munir sebagai aktivis hak asasi manusia, vokalis pengkritik pemerintahdan mungkin menyimpan rahasia tertentu sebuah institusi yang apabila dibocorkan ke publik maka akan membuat instabilitas dan keguncangan politik negeri ini. Walahualam.

Tidaklah elok jika membandingkan Munir dengan Gayus Tambunan yang sekarang sedang populer merangkai cerita dari episode satu dengan episode selanjutnya dari mulai episode sebagai bagian kecil mafia pajak, rekeningnya yang miliaran, rangkaian penangkapannya yang dramatis di Singapura plesirannya ke Bali dengan memperdaya instansi rumah tahanan di Kelapa Dua, sampai dengan episode plesirannya ke Singapura, Kuala Lumpur dan Macau selama menjadi tahanan PN Jakarta Selatan. Jejak-jejak rangkaian episode ini adalah munculnya istilah mafia pajak, mafia kasus dan yang paling akhir adalah mafia pasport, dan tentunya para aktor-aktor yang kebagian peran-peran kecil saja yang terungkap dan beberapa yang apes harus menerima vonis di pengadilan atau diberhentikan dengan tidak hormat. Satu hal yang mungkin sama dengan Munir adalah Gayus banyak mempunyai informasi-informasi penting yang barangkali jika diungkap ke ruang publik akan mengoncangkan republik ini seperti seperti halnya yang diutarakan oleh ketua komisi III DPR, Benny K Harmanketika mengkorfirmasi pernyataan mantan Kapolri Bambang Hendarso Danuri. Itulah mengapa dengan sangat percaya diri Gayus menyampaikan dupliknya dengan permintaan yang fenomenal untuk dijadikan staff ahli Kapolri, staf ahli Jaksa Agung atau staf ahli Ketua KPK dan berani menjanjikan akan menangkap ‘kakap’, ‘paus’ dan ‘hiu’nya.

Memandang episode Gayus selama ini, saya menganggap merupakan salah satu season sinetron besar berjudul “Centurygate” yang akan terus bergulir sampai ber season-season di masa yang akan datang (sebuah analogi dari sinetron yang sedang tayang di televisi dan sekarang memasuki season ke 6).Season-season terdahulu jika saya boleh mengingatkannya adalah season Antasari, Cicak dan Buaya, Susno Duaji, Anggodo, sampai Setgab dan Sri Mulyani yang pergi ke negerinya Paman Obama. Sungguh, tidak ada sama sekali kesamaan peran aktor antara Munir dan Gayus dalam hal ini, namun hanyalah kesamaan pemegang informasi penting yang konon akan mengguncang negeri ini jika diungkap ke ruang publik. Maka sungguh mungkin sang sutradara bahkan sang produser rangkaian sinetron besar ini me-Munir-kan Gayus untuk menyelamatkan dari keguncangan yang akan terjadi dan menggantinya dengan season-season yang lain, yang lebih memukau, hebat dan memesonakan para penonton sehingga terlena dan terlupa dengan sinetron besar itu sendiri. Kecuali para penonton seperti kita beramai-ramai mengganti produser dan sutradara itu dengan produser dan sutradara yang dapat mewujudkan tidak hanya sebuah cerita sinetron tapi adalah sebuah kerja nyata untuk kesejahteraan semua. Walahualam bisawab.

Ilustrasi: alifis.wordpress.com

sumber informasi: id.wikipedia.com, metronews.com

Salam Hangat Kompasiana

Erfan Adianto

Seorang buruh biasa.

----------------------------------------------------------

Postingan sahabat-sahabat saya yang tidak kalah menarik untuk dikaji:

BungOlas Novel: Mereka Mati Karena Dimiskinkan

Teh Della Anna: Polemik Dingin dalam Golkar, Mungkinkah?

Bung Odi Salahuddin : Hukum Saja yang Mengganggu..!!!

Postingan saya terdahulu dan asli hanya di Kompasiana

Karbondioksida, Gas Pembunuh Umat Manusia Masa Depan

Luar Biasa, 1138 Postingan Hanya Dalam waktu 12 Jam

Tim Sepak Bola dan Ilmu Pengetahuan

Apakah Anda Konsumen Irasional?

“Merpati Tak Pernah Ingkar Janji”

Dimana Posisi KRMT Roy Suryo Notodiprojo?

Bencana Alam, Ilmu Pengetahuan dan Korupsi

Negara Tidak Boleh Kalah

Negeri Para Preman

“State That Never Sleep”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun