Saya bukan bermaksud untuk Jakarta sentris, pernahkah anda mendengar atau membaca atau menyaksikan tayangan televisi tentang penjualan produk merk ternama dengan potongan harga yang cukup menggiurkan dan dilakukan malam hari di sebuah pusat perbelanjaan Jakarta tentu saja dengan antrean pengunjung yang mengular atau lebih dikenal dengan Late Night Sale? Seolah tidak masuk akal, konsumen rela berlama-lama antri di tengah malam hanya untuk mendapatkan sebuah produk terkenal denganpotongan harga yang fantastis, tapi itulah salah satu perilaku unik konsumen khususnya yang ada di ibukota (namun tentu saja tidak semua konsumen seperti ini lho..), dalam terminologi penjualan, konsumen ibukota seperti ini adalah konsumtif, memiliki tingkat impulsive buying yang tinggi dan memiliki kecenderungan irrasional buying, atau dengan kata lain menjadi pembeli yang dapat dengan tiba-tiba membeli suatu barang dan jasa tanpa melakukan penalaran yang sehat lagi.
Konsumen adalah setiap orang atau badan usaha pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pada masa sekarang ini bukan suatu rahasia lagi bahwa konsumen adalah raja sebenarnya. Mengapa konsumen harus ditempatkan sebagai raja? Dari sisi produsen, konsumen adalah sumber pundi-pundi produsen, apalah gunanya barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen tapi tidak dibeli oleh konsumen? Jadi bukan hal baru lagi jika produsen barang dan jasa berlomba-lomba memuaskan konsumen, banyak cara dilakukan produsen sebagai contoh adalah membuka peluang konsumen untuk melakukan complain terhadap barang atau jasa yang sudah dibeli konsumen apabila konsumen merasa tidak puas, dan hal ini dijadikan peluang untuk melakukan inovasi terhadap produk barang dan jasa yang akan ditawarkan di masa yang akan datang. Selain itu, banyaknya pesaing untuk produk barang atau jasa yang sama menjadikan upaya untuk memuaskan konsumen dilakukan sejak dari pemilihan bahan baku sampai kepada layanan purna jual produk barang atau jasa dengan harapanmenciptakan konsumen loyal dengan tingkat pembelian yang tinggi dan tentu akan selalu berujung dengan penuhnya pundi-pundi produsen dengan rupiah ataupun dollar.
Akan tetapi konsep “konsumen adalah raja”, dimanaterminologi raja adalah seseorang yang mempunyai kekuasaan penuh terhadap segala hal yang berkaitan dengan dirinya (tulisan ini tidak bermaksud membenturkan antara monarki dan demokrasi) termasuk barang atau jasa yang dibelinya atau dinikmatinya , tidak selalu selaras dengan julukan yang melekat yaitu ‘raja’ dikarenakan ketidaktahuan ‘raja’ itu sendiri terhadap hak-haknyaatau malah dikondisikan oleh produsen yang memegang kendali dalam relasi ‘raja’ dengan ‘pelayannya’. Ketidaktahuan konsumen karena sikap irasional, permisif, dan apatis justru membelenggu sang ‘raja’ dalam posisi lemah dan dilemahkan oleh produsen yang notabene sebetulnya adalah ‘pelayan’ sang ‘raja’. Jadi tidak ada salahnya sebagai konsumen atau ‘raja’ sudah semestinya menghilangkan sifat-sifat tersebut dan mulai mengetahui hak-haknya. Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999 beberapa hal yang menjadi hak dasar konsumen adalah:
- Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa. Contoh kasus ini adalah dicampurnya borax terhadap bakso dan melamin pada susu bayi agar dapat bertahan lama. Disayangkan secara teknis hal-hal seperti ini tidak dapat diketahui secara langsung oleh konsumen, maka peran Badan Pengawas Obat dan Makanan sangat penting dalam melakukan identifikasi dini dan tentunya lembaga perlindungan konsumen dapat mengambil peranan sebagai lembaga yang benar-benar menjamin perlindungan konsumen.
- Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Contoh kasus ini adalah apabila anda memeriksakan sakit anda ke dokter, selanjutnya anda akan mendapatkan resep obat dari dokter tersebut, apakah setiap dokter yang memeriksa anda itu memberikan pilihan alternatif obat apa saja yang mungkin anda pilih?
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Termasuk dalam hal ini adalah konsumen berhak mendapatkan informasi yang benar terhadap produk barang atau jasa, tidak ada yang ditutup-tutupi oleh produsen. Seringkali produsen merasa mengetahui segalanya dan memegang kendali atas konsumen, bahwa satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa produsen tidak akan ada artinya jika produk barang atau jasa yang ditawarkan tidak dibeli oleh konsumen, maka kesetaran yang saling membutuhkan antara konsumen dan produsen adalah penting, maka sebaiknya dengarkankanlah keluhan konsumen karena sebetulnya hal ini adalah peluang kemajuan pengembangan produk (juga tidak salah jika konsumen berlaku cerewet).
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Contoh kasus ini adalah kompensasi terhadap penumpang apabilakeberangkatan pesawat terbang mengalami keterlambatan, sebagaimana diatur dalam Permenhub KM 25/2008 pasal 36; jika penerbangan terlambat 30-90 menit, maskapai wajib memberikan minuman dan makanan ringan kepada penumpang; jika penerbangan terlambat 90-180 menit, maskapai wajib memberikan minuman, makanan ringan, makan siang atau malam dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya apabila diminta oleh calon penumpang; jika penerbangan terlambat lebih dari 180 menit hingga penerbangan dibatalkan, maka maskapai wajib memberikan minuman, makanan ringan, makan besar, memindahkan ke penerbangan berikutnya atau maskapai lain dan menjamin akomodasi untuk dapat diaterbangkan pada penerbangan keesokan harinya, demikian seterusnya.
- Hak untuk mendapatkan edukasi tentang barang dan jasa yang dibeli. Pernahkah anda membeli sebuah produk elektroniktetapi tanpa buku petunjuk? Buku petunjuk dalam kemasan sebuah produk adalah sangat penting sebagai sarana edukasi terhadap konsumen. Seringkali produsen mempunyai cara pandang bahwa konsumen dapat mempelajarinya sendiri dan menempatkan cara pandang konsumen itu ke dalam sisi produsen bahwa hal-hal teknis adalah mudah dengan pola pikir ‘kalau saya bisa mengetahuinya dengan mudah tentunya andapun bisa’.
- Hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik. Secara sederhana saja ketika anda membutuhkan sebuah mobil atau sepeda motor dan anda datang di sebuah pameran mobil, tentu saja anda akan memilih meluncur ke gerai mobil dengan SPG yang cantik, ramah dan supel serta memberikan informasi yang lengkap dibandingkan gerai dengan SPG yang biasa-biasa saja,tidak ramah apalagi ditambah dengan judes dan bawel, walaupun harga mobil yang ditawarkan relatif lebih mahal sedikit misalnya.
Dengan maraknya iklan produk dan jasa disekitar kita utamanya di media televisi, radio, cetak, internet bahkan di ruang publik dalam bentuk baliho, plakat dan sebagainya menjadikan ‘atmosfir’ kita sebagai individu dan makhluk sosial dikondisikan untuk menjadi pembeli entah karena memang membutuhkan barang dan jasa tersebut atau karena sebatas keinginan belaka atau ‘lapar mata’. Kondisi ini memang tidak bisa dihindari dan tentunya menjadikan kita sebagai konsumen untuk lebih bijak dan menempatkan diri sebagai ‘raja’ yang sesungguhnya atau menjadikan diri kita sebagai konsumen yang apatis, permisif dan irasional, semuaberpulang kembali kepada pilihan kita masing-masing.
Ilustrasi: dokumen pribadi dan kompas.com
Salam hangat Kompasiana
Erfan Adianto
Seorang buruh biasa.
Baca juga postingan saya sebelumnya:
“Merpati Tak Pernah Ingkar Janji”
Baca juga postingan sahabat-sahabat yang menarik dan perlu dikaji secara mendalam:
Bung Olas Novel: Makna Ulang Reformasi (2)
Teteh Della Anna: Setgab dari Partai Koalisi Akhirnya Berpolemik
Engkong Ragile:5 Bibir Perempuan Idaman Lelaki
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H