Mohon tunggu...
Erenzh Pulalo
Erenzh Pulalo Mohon Tunggu... Musisi - Memanfaatkan Waktu untuk Menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Manfaat waktu untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya di Papua yang Sudah Beranak Cucu dan Faktor Penyebabnya

16 Desember 2021   20:13 Diperbarui: 16 Desember 2021   20:18 2470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Seorang Pemuda yang sedang memegang kardus untuk menagih uang/Sumber: dokumentasi pribadi

Di era globalisasi ini banyak hal yang mulai bermunculan dan dipamerkan demi membawakan nama baik wilayahnya. Sebut saja beberapa wilayah di Indonesia yang mulai menunjukkan kehebatannya seperti di Jawa tengah para mahasiswa membuat kendaraan tanpa bahan bakar, ada yang membuat robot, bahkan pernah seorang yang hanya berlatar pendidikan rendah alias hanya lulus sekolah dasar mampu membuat pesawat terbang sederhana.

Begitu juga di Papua, lewat kreativitas mereka mampu pertahankan budaya agar tidak luntur. Sebut saja pembuatan noken khas Papua yang mampu dibuat oleh anak-anak muda Wamena dan Mappi, pembuatan ukiran di kulit kayu yang dibuat oleh pemuda Asei, pembuatan alat pembayaran maskawin oleh pemuda Ayapo, pembuatan mahkota oleh pemuda Enggros, pembuatan ukiran kayu berupa patung oleh pemuda Asmat, dan masih banyak kreativitas yang dibuat oleh pemuda-pemuda Papua.

Namun disamping itu, ada juga budaya di Papua yang sudah beranak cucu. Jika ditanyakan, apakah budaya tersebut berdampak positif bagi masyarakat Papua ? Jawabannya 'Tidak', mengapa dikatakan tidak, salah satu budaya ini yang sungguh sangat disesalkan yang terus menerus dilakukan oleh pemuda hingga orang dewasa terlebih khusus 99,9% dilakukan oleh laki-laki sedangkan sisanya 00,1% dilakukan oleh perempuan.

Budaya yang dikatakan sudah beranak cucu ialah Tagih di Jalan Raya. mengapa dikatakan sudah beranak cucu ? Karena sejak dahulu hingga pada turunan ke 3 / 4 masih melakukan hal yang bisa dikatakan perilaku keji.

Mengapa oknum-oknum ini selalu menagih uang di jalan raya bahkan berdirinya ditengah jalan raya sambil meminta ? Ada beberapa faktor penyebab oknum masyarakat yang melakukan hal ini seperti:
1. Mabuk.
Mabuk adalah keadaan pening atau hilang kesadaran yang dirasakan oleh individu karena terlalu banyak minum minuman keras. Akibatnya, ia merasa bahwa ia merupakan orang terhebat di dunia ini sehingga dengan beraninya berdiri di jalan raya lalu menagih atau meminta uang kepada setiap kendaraan yang lewat.

Uang yang diminta bisa dikatakan sukarela, terkadang sopir-sopir atau yang berkendaraan bermotor memberikan Rp.1.000, Rp.2.000, hingga Rp.10.000,. Namun beresiko tinggi jika para kendaraan tidak memberikan apa-apa ataupun memarahi mereka. Banyak kasus di Papua ada sopir yang dibunuh, dilukai, bahkan kendaraannya dirusakkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab ini.

2. Kebutuhan
Kebutuhan adalah suatu keadaan yang dirasakan oleh setiap individu untuk melengkapi kekurangannya. Penagihan dilakukan bisa karena pengaruh alkohol namun bisa juga karena dalam keadaan sadar. Ada sebabnya ia menagih uang dijalan raya pada setiap kendaraan yang lewat mungkin karena kehabisan bahan makanan, ingin membeli makanan bahkan bisa ingin mabuk mereka harus menagih agar bisa membeli sebotol alkohol agar bisa mabuk.

3. Melaksanakan pekerjaan kecil
Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan (diperbuat atau dikerjakan) bisa sebagai tugas dan tanggungjawabnya atau dipaksakan gunakan mendapatkan suatu imbalan. Pekerjaan yang dilakukan oleh oknum di jalan juga serupa pengertian diatas, terkadang dikerjakan secara paksa karena ingin mendapatkan sesuatu.

Pekerjaan yang sering dilakukan di setiap jalan raya seperti, menutup lobang-lobang kecil di jalan raya atau membersihkan pinggiran jalan raya dan dengan satu catatan ada 1 tenaga yang disiapkan untuk memegang kardus ditengah jalan raya sambil menagih setiap kendaraan yang lewat.

Bahkan banyak hal yang dilakukan demi mendapatkan selembar rupiah. Ada hal yang aneh pernah terjadi juga disepanjang jalan Sentani menuju kabupaten Sarmi. Karena sekelompok orang ini tidak memiliki uang untuk mabuk, mereke bukannya melakukan pekerjaan positif untuk mendapatkan uang namun mereka secara sengaja memberi bekas potongan pada pohon matoa lalu membuat api di bekas potongan tadi sehingga pohonnya tumbang dan memalangi jalan raya tersebut. Hal buruk yang bisa dikatakan hal keji dilakukan. Mereka berpura-pura memotongnya perlahan sambil melihat puluhan kendaraan yang sedang macet total disekitar lokasi tersebut. Bahkan mereka tanpa malunya menagih setiap kendaraan roda 4 Rp.100.000 per kendaraan dan Rp.50.000 untuk kendaraan roda dua.

Alhasil, dari tiga hal diatas yang dilakukan setiap hari di jalan-jalan yang mereka menganggapnya sangat aman. Akankah dilakukan terus-menerus ? Hal ini sudah menjadi budaya yang sudah beranak cucu di Papua. Hanya karena ingin membeli sebatang rokok mereka harus memalangi jalan, hanya karena ingin mabuk mamalangi jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun