It's not easy being a single mother, but it's always worth it. Because it's twice the work, twice the stress, and twice the tears. But it's also twice the love, twice the hugs, and twice the pride.
Tidak mudah menjadi seorang ibu tunggal, lebih tidak mudah lagi saat anak kita mulai tumbuh menjadi remaja dengan segala kisah dan cerita remajanya. Kita harus bisa menjadi seorang ibu yang telaten merawat dan menyiapkan segala kebutuhan anak. Menjadi ibu yang bijak saat anak kita berkeluh kesah ataupun sedang dalam masalah, juga ibu yang sabar saat anak melakukan kenakalan kenakalannya.
Di lain sisi, kita juga harus menjadi pengganti ayahnya untuk mencari nafkah, dan selalu sigap melindungi anak kita. Namun satu yang pasti, jika kita sukses melewati semua rintangan, maka kebahagiaan dan kebanggaan yang kita dapatkan juga dua kali lipat dibandingkan jika kita membesarkan anak dengan bantuan suami.
Aku memilih untuk menjadi ibu tunggal bagi putriku sejak 12 tahun yang lalu, semenjak putriku masih berusia 9 bulan, hingga kini berusia 13 tahun. Putriku ini tumbuh menjadi gadis yang cenderung pendiam dan pemalu, apalagi jika berhadapan dengan orang yang baru dia kenal. Padahal sebagai orangtua, aku selalu berusaha membesarkan hatinya agar putriku itu tidak merasa minder meskipun dia berasal dari keluarga broken home. Tapi toh, seringkali dia mengeluh, "kenapa kok keluargaku tidak seperti keluarga lain, ada mama, ada ayah." Di lain waktu, dia mengeluh seakan akan ayahnya tidak menyayanginya bahkan tidak peduli akan keberadaannya karena sudah memiliki keluarga baru.
Sebenarnya, aku begitu sering memberi pengertian kepada putriku tentang kondisi keluarga kami yang memang berbeda dengan keluarga lain yang masih lengkap. Aku juga sering bercerita tentang anak-anak yang nasibnya jauh lebih tidak beruntung dibandingkan dengan dia. Tapi namanya juga anak-anak, cerita yang aku sampaikan begitu cepat dia lupakan dan dia kembali mengeluh tentang ketidaknyamanannya hidup dalam keluarga yang tidak lengkap.
Sebenarnya, setiap ada kegiatan bersama Bolang, aku hanya mengendarai motor dari rumahku di kota Batu ke kediaman pak Yunus. Usai menitipkan motor di rumah beliau, aku ikut di mobil bersama yang lain karena lebih rame dan lebih aman. Tapi kali ini, putriku yang memang sering mabuk darat, ngotot untuk menggunakan motor sampai ke lokasi, dan aku manut. Dan ini pertama kalinya aku mengendarai motor dalam jarak yang cukup jauh.
Mila adalah anak dari pasangan orang tua yang dengan suatu alasan harus mengakhiri pernikahan mereka. Si ayah menikah lagi dan sudah membangun keluarga baru di kota Batu, dan si ibu juga sudah menikah lagi dan tinggal di kecamatan Wajak, kabupaten Malang. Mila tinggal bersama kakek neneknya yang sangat sederhana sehingga Mila sering merasa rindu dengan kedua orangtuanya yang sudah sibuk dengan keluarga baru mereka. Mila sering meneteskan air matanya saat bercerita, dan putriku menyimak ceritanya dengan seksama sambil sesekali melirikku.
Di gubuk tengah sawah pak Rahman ini, Bolang memang ingin berbagi sedikit kebahagiaan bersama si kecil Mila. Selain memberikan peralatan sekolah dan boneka yang merupakan hasil penjualan buku "Mak Renta", Bolang juga ingin memberikan semangat kepada si kecil Mila agar tabah menjalani kehidupannya. Kami bahkan sempat bercanda bahwa dua diantara anggota Bolang yaitu mas Saiful dan mbak Lilik yang namanya hampir mirip dengan ayah dan ibu Mila, adalah orangtua Mila yang datang berkunjung karena kangen dengan putrinya, Mila. Dan Mila kecil ikut tertawa mendengarnya.